Lihat ke Halaman Asli

Narliswandi Piliang

TERVERIFIKASI

Traveller, Content Director, Citizen Reporter, Bloger, Private Investigator

Dodi Menggiring Sumsel Kito Pacak

Diperbarui: 13 Maret 2018   15:36

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Olahraga. Sumber ilustrasi: FREEPIK

KETIKA  pertama menjabat Presiden Afrika Selatan, 1994, warga mendesak Nelson Mandela  membubarkan Tim Nasional Rugbi terkuatnya, Springboks. Pasalnya, di tim itu,  hanya ada satu saja pemain kulit hitam. Jiika hal itu dilakukan menjadi percuma perjuangan panjang menghapus perbedaan warna kulit.  Mandela bergeming.

Berjibaku di kerangkeng penjara 27  tahun melawan pemerintahan lama  melegalkan  perbedaan ras, tempaan masif  kesabaran bagi Mandela. Selama 18 tahun ia  ditempatkan di Pulau Ruben. Ruang penjaranya hanya serentangan  kedua tangan. Setiap hari ia harus memecah gelondongan batu-batu. Kesemua tak membekaskan dendam itu.

Mandela bahkan menentang keinginan menteri olahraganya membubarkan Springboks.

"Tidak akan pernah saya lakukan," katanya.

 Ia inspirasi dan motivasi  para pemain Springboks.

Mandela  menyediakan bus  mewah ber-AC, untuk  dinaiki pemain berkeliling kampung, mara ke desa-desa. Mereka diminta  mengenalkan Rugbi ke wong ndeso.   Sambutan warga semula hanya hangat  ke satu pemain kulit hitam, dalam hitungan menit cair, lebur bergembira bersama kanak-kanak kumal; saling lempar bola, canda dan tawa.  

Dalam momen lain Mandela datang menggunakan helikopter ke lapangan di mana Springboks latihan. Mandela memberikan selembar puisi ke kapten Rugbi. Puisi itu berjudul Invictus, berarti tak terkalahkan. Puisi  penyemangat hidup di kala ia di penjara.

Invictus menjadi judul film,  dirilis pada 2009, alkisah, dalam tempo  setahun sahaja, Afrika Selatan menjuarai  dunia Rugbi, 1995.  Rugbi mempersatukan Afrika Selatan, dignitybangkit, kota  Johannesburg, menyemut-larut ke  dalam total football gemuruh bergembira riuh.

KAMIS, 8 Maret 2018. Pagi jelang siang itu matahari di Bandara Sultan Mahmud Badarudin II Palembang, Sumatera Selatan, cerah. Kerumunan orang menanti para bintang lapangan Sriwijaya FC mulai menyemut.  Kendati  tak seheboh Afrika Selatan 1995 di Invictus, atmosfir sama.

Warga, supporter, ingin menyimak Piala Gubernur Kaltim, di mana Sriwijaya FC telah merebutnya dalam  pertandingan final pada 4 Maret 2018 lalu mengalahkan Arema FC dengan skor  3-2. Sebelumnya di babak perdelapan final Piala Presiden, Sriwijaya FC juga telah pernah pula mengalahkan Arema FC.

Maka begitu rombongan pemain membawa Piala Gubernur Kaltim  keluar dari ruang VIP Bandara, para Supporter sudah menyemut menunggu. Sorak-sorai berderai.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline