Lihat ke Halaman Asli

Narliswandi Piliang

TERVERIFIKASI

Traveller, Content Director, Citizen Reporter, Bloger, Private Investigator

Saya Don(g) Cebong Wakil Jokowi Prabowo

Diperbarui: 16 Februari 2018   21:32

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

(KOMPAS IMAGES/RODERICK ADRIAN MOZES )

Satu benang merah  era reformasi dibanding masa lalu: kini  sesak berisi persoalan pemilihan  kepala daerah hingga presiden secara langsung. Keadaan ini meminimalkan produksi kejenakaan di kehidupan sehari-hari. Lepau dan warung kopi berisi dialog sengit-sengitan. Ranah sosial cenderung tegang. Di tengah minat membaca buku kini terendah, terlebih sastra, diskusi pun menjadi kurang berbobot, berdialektika tiada.

Era Sosial Media (Sosmed)  pun didominasi mereka pembuat konten mediocare. Maka cerita di alam mimpi saja membayangkan kita berbeda haluan politik, berdebat berbeda pandangan, tapi bisa saling traktir nasi goreng sebelum pulang ke rumah, bak pendiri bangsa berdebat dalam diskusi, pulang bergoncengan bersepeda.

Ketika kawan saya dari Malang, Ardy,  memotret halaman kediaman kami, ia tampilkan foto kolam kecil, ada cebong, juga ada mainan kodok dari kayu ke akun  Twitter-nya.  Patung kodok kayu itu punggungnya bergerigi. Bila tuas kecil kayu melekat di mulut Kodok, digesekkan ke punggung maka mengeluarkan suara kodok benaran. Mainan itu ole-ole kami beli di Kathmandu.

Maka membaca postingan  Ardy,  "Bang Iwan, Cebong benaran," saya pun ngakak. Penghiburan tersendiri di saat week end ini jatuh di Tahun Baru Imlek.  Hal ini saya tuliskan sebagai hadiah bagi kawan-kawan merayakan Imlek, ang pao dari saya, Gong Xi Fat Cai.

Saya kurang tahu asal-usul istilah Cebong melekat ke mereka pendukung Presiden Jokowi di Sosial Media (Soismed). Saya dari awal punya paradigma menjagokan pemimpin. Paradigma saya mengubah bangsa dan negara menuju peradaban lebih baik. Menjadi bangsa memiliki dignity. Itu motivasi utama.  Dalam tiga tahun terakhir saya pun  lebih banyak berjalan-jalan, sehingga tak paham mengapa muncul istilah Cebong dan mengapa harus Cebong, bukan Belalang?

Belakangan ketika hari pers, 8-9 Februari 2018, kami mengusulkan kepada Presiden mengangkat topik Djamaloedin Adinegoro, Bapak Jurnalistik Indonesia, komentar ke diri saya ada-ada saja. Mulai dari  ledekan cair hingga sekali Kecebong tetap Kecebong.  Padahal dilihat dari kepentingan berbangsa dan bernegara,  faktanya 10 orang Indonesia ditanya, dipastikan sembilan  tak paham siapa Adinegoro, dan satu penjawab pun bilang Adinegoro orang Jawa.  Bukankah harus berterima kasih kepada Presiden Jokowi bila ia mendengar dan kemudian datang ke rumah kelahiran Adinegoro, memberikan sertifikat tanah keluarga, membagi buku Melawat ke Barat, mendukung pembangunan museum Adinegoro?

Kembali soal Cebong, literatur di Google, saya tak menemukan siapa pencetus awal kata Cebong bagi pendukung Presiden Jokowi?  Mungkin Anda tahu? Tolong melengkapi tulisan ini.

Saya hanya mau bilang kalau  di politik itu tak ada musuh abadi, juga sebaliknya. Namun peradaban dibangun pendiri bangsa kita sudah menitahkan kemuliaan melalui Pancasila. Di alam Pancasila dicontohkan pendiri bangsa, perbedaan mendapatkan muara melalui musyawarah mufakat mencari solusi.

Maka kini jika mereka di dalam alam multi partai dan multi kepentingan saling ribut,  bisa jadi  mengantar ke titik kejenuhan mencapai era puncaknya. Kesadaran berlawanan, saling cerca dan hujat, bisa jadi belati melecut kelelahan  menuju islah. Dalam faktor psikologi demikian, hal paling memungkinkan dijagad ini adalah kemungkinan itu sendiri, menjadi bisa saja terjadi.

Maka bisa mungkin Presiden Jokowi pada 2019 menggandeng Prabowo Subianto menjadi wakilnya. Nah bila itu terjadi, kalian di jagad  Sosmed selama ini ribut, hujat-hujatan, bahkan maki-makian, bully sana-sini, pertanyaan saya, kalian menganga?

Boleh saja Anda  katakan Iwan Piliang, ini ada-ada saja, ngawur, ngarang, kumur-kumur  dan  seterusnya. Saya hanya ingin menegaskan, analisa dan kalimat saya jarang salah dan ngawur. Karena  saya ini Don Cebong.  Saya Dong Cebong.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline