Lihat ke Halaman Asli

Narliswandi Piliang

TERVERIFIKASI

Traveller, Content Director, Citizen Reporter, Bloger, Private Investigator

Tauladan Asman dari Batam

Diperbarui: 6 Oktober 2016   16:25

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ekonomi. Sumber ilustrasi: PEXELS/Caruizp

IBADAH Magrib baru saja usai di Sabtu petang. Beberapa gelas Teh Tarik panas,  uapnya menggelembung-lengkung  menghiasi tepian gelas.  Roti bakar turut menemani.  Asman Abnur, bersama isterinya Zas J. Asman, menawarkan lagi  aneka jus.  Kami duduk di kursi cafe Masjid Jabal Arafah, Batam. Di kawasan Islamic Center ini, suasana bagaikan di sebuah mall, lokasinya bersebelahan dengan Nagoya Hilss. Momen kedua saya di sana. Pertama datang, November2013, saya pernah menulis.

Lima  pohon Kurma  tinggi dua kali orang dewasa  tampak hijau.   Dedahanannya berpelepah kuning berduri bergeri.  Di sekeliling Kurma,  air  bergerak menyala. Pompa menaikkan air  ke beberapa pipa  disinari cahaya lampu.  Air jatuh bercorak kemilau ke kolam bening.

Daun-daun Terminalia seekuran ujung telunjuk menengadah seakan berdoa.  Pepohonan ini berbaris  di kiri kanan  jalan. Tiga tahun lalu pepohonan menuju bukit tempat masjid berada,  masih semeter. Kini rimbunannya tiga kali tinggi orang dewasa.  Di setiap dahannya menggelantung lampu-lampu menyala  bagaikan air jatuh ditingkah cahaya.

Bersama isteri saya, Sandra, kami perhatikan beberapa orang mengantri lift hendak naik ke menara masjid.  Setiap pengunjung membayar  Rp 2.500.  “Dari mereka yang naik ke menara itu, masjid memperoleh Rp 50 juta sebulan,” kata Asman pula, “Sudah menutup biaya listrik kawasan masjid.”

Masjid Jabal Arafah  (JA) membayar listrik  Rp 33 juta sebulan.

Agaknya, inilah masjid milik keluarga  pembayar listrik terbesar di Indonesia.

“Dari pukul  enam malam hingga pukul enam pagi seluruh lampu kawasan masjid saya minta menyala,” tutur Asman, kini Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara RI itu.

Saya menjadi teringat logika dasar;  konsumsi listrik berkorelasi dengan pertumbuhan ekonomi. Artinya makin bergerak ekonomi kian jreng pemakaian listrik sebuah bangsa. Fakta di kita di  logika Perusahaan Listrik Negara (PLN), sebaliknya:  merasa perlu menghimbau hemat listrik.  Di JA segalanya seakan tampak benderang, mengalirkan aura lapang.

Bukan saja ranah ibadah semarak. Ekonomi di JA memang  hidup. Ada saja kegiatan masjid menghasilkan uang. Café,  jualan nasi  setiap Jumat, penyewaan ruangan  untuk berbagai pertemuan termasuk pernikahan,  penitipan anak bagi  orang tua  sedang belanja ke mall sebelah.  “Juga sekolah  agama di Sabtu Minggu,“ ujar Ny. Zas.

Maka tidak berlebihan bila saya menyarankan banyak masjid  melakukan studi banding ke JA.

Akan halnya diksi studi banding, Asman langsung  seakan meralat, “Sudah saatnya kita mengubah studi banding menjadi studi tiru, ngapain kita banding-bandingkan, bila sesuatu itu bagus,  tiru; studi tiru,” tutur Asman tersenyum.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline