Mediasi adalah cara penyelesaian sengketa melalui proses perundingan untuk memperoleh kesepakatan para pihak dengan dibantu oleh Mediator (penengah yang netral). Di dalam menjalankan bisnis seringkali ditemui sengketa dan perselisihan antara pelaku usaha dengan pelaku usaha atau pelaku usaha dan konsumen, baik sengketa yang terjadi karena wanprestasi atau komplain terkait produk dan layanan itu sendiri.
Penyelesaian sengketa melalui jalur persidangan di pengadilan selama ini dinilai oleh pelaku usaha banyak kekurangan karena banyak faktor, diantaranya biaya yang mahal, waktu yang lama, bahkan nama baik yang menjadi taruhan karena ketika perkara berakhir, history perkara akan masuk dalam Sistem Informasi Penelusuran Perkara (SIPP). Selain itu hasil dari putusan sidang suka tidak suka sifatnya eksekutorial atau memaksa dan harus dilaksanakan, maka hasilnya pasti akan ada yang dirugikan dan diuntungkan yang berdampak pada hubungan para pihak paska penetapan.
Mediasi menjadi alternatif penyelesaian sengketa yang banyak dipilih oleh pelaku usaha saat ini, karena beberapa hal sebagai berkut:
1. Dipandang proses sangat rahasia,
2. Waktu bisa lebih singkat,
3. Dapat memperbaiki hubungan baik para pihak
3. Dan biaya dapat disesuaikan.
Apakah mediasi harus dilakukan di Pengadilan oleh Hakim?
Mediasi tidak harus menunggu penetapan perintah mediasi oleh Hakim, berdasarkan Surat Keputusan Ketua Mahkamah Agung (SK KMA) nomor 108 tahun 2016 proses mediasi dapat dilakukan di luar pengadilan dan tidak harus dijalankan oleh Mediator Hakim namun juga bisa melalui Mediator Non-Hakim di pengadilan atau di luar pengadilan yang bersertifikat dari lembaga yang telah terakreditasi MA Republik Indonesia.
Apa keuntungan menggunakan jasa Mediator di luar Pengadilan?
Memilih Mediator Non-Hakim di pengadilan maupun diluar pengadilan memiliki beberapa keuntungan, diantaranya: