Tubuh kecil dengan kulit kelam, dalam usia 36 tahun telah mengukir pekerjaan besar di negeri ini yakni membantu petani lepas dari kemiskinan. “Saya Masril Koto, nama Masril adalah pemberian orang tua saya sedangkan Koto adalah nama Suku saya. Asal saya dari Agam Sumatera Barat”, demikian Bung Masril menjelaskan dirinya di kantor Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA) pagi ini. Undangan diskusi dari KPA bersama Pergerakan Indonesia (PI) ini bukan karena si Masril Koto ini telah diulas menjadi sosok di Harian Kompas Juni lalu. Juga bukan karena si bung kecil ini menerima Danamon Award, atau hadir dalam acara TV Kick Andy. Tapi, karena salah satu tujuan berdirinya KPA ternyata telah lama dikerjakan oleh Masril jauh hari sebelumnya yakni membangun kemandirian petani. mandiri secara ekonomi dan berdaulat secara sosial budaya. “Alhamdulillah, sejauh ini berkat hasil "komporan" kami telah dibangun 300 unit LKMA (Lembaga Keuangan Mikro Agribisnis) di seluruh Sumatera Barat. Setiap unit rata-rata memiliki asset hingga 1 Miliar Rupiah. Kelak, semoga petani bisa memiliki “Bank Petani” sendiri, jelas Masril di KPA. Konsep yang dibangun sesungguhnya tidak jauh berbeda dengan lembaga keuangan mikro lainnya, hanya saja bentuk kami adalah koperasi yang modern dan tidak terikat dengan UU Koperasi pemerintah. Bentuk kami lebih modern karena mewajibkan standar akuntansi nasional dalam pengelolaan dan kepemilikan saham dalam mengumpulkan modal. Dalam menjalankan usaha, pelaku utamanya adalah anak-anak petani yang dilatih oleh para sarjana dan aktivis kampus. Namun, kami tetap koperasi karena kepemilikan saham selain dibatasi juga tidak dapat dijadikan dasar dalam menentukan suara perusahaan. Sebab, sistem suara yang dipakai adalah keanggotaan a la koperasi. Kami juga dekat kepada budaya masyarakat sebab dewan pengawas unit usaha kadangkala adalah ninik mamak masyarakat, tergantung kepada sistem demokrasi para anggota. Perkawinan dan percampuran unik tersebut tidak berhenti disitu, sebab unit-unit LKMA mengajak masyarakat dan anggota untuk menjalankan pertanian organik. “Kalau mereka menjalankan pertanian organik maka mereka dapat berdaulat”, papar Masril. Menjalankan pertanian organik menurutnya adalah memproduksi sendiri pupuk dan pestisida organik. Dengan begitu, ada lebih banyak uang petani yang dapat ditabung di LKMA. Terakhir, LKMA harus ditopang oleh organisasi petani atau kelompok petani. Dengan begitu, akan selalu tersedia kader-kader dari masyarakat petani yang akan meneruskan tradisi pertanian organik dan pertanian berkelanjutan. Dengan tiga pilar tersebut: LKMA, Organisasi Petani dan Model Pertanian Organik sosok Masril telah mampu mengubah sebagian wajah petani Sumatera Barat. Bahkan, kerja tersebut menginspirasi organisasi petani lainnya di Indonesia untuk meniru langkah yang dirintis Masril. Tentu untuk kehidupan petani supaya lebih sejahtera. Sulit dipercaya bahwa Masril belajar secara otodidak, ia hanya lulus kelas 4 SD di kampungnya. Pria kecil dengan sejuta energi dan inspirasi ini memang mampu menyihir KPA pagi ini. Ia telah mengundang KPA untuk belajar dari praktek yang telah ia kembangkan. Semoga KPA dapat melahirkan sosok Masril di Indonesia, belajar dari sosok Masril si pendekar kaum tani dari Agam ini. Amiin..
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H