Lihat ke Halaman Asli

Sisa Kopi Lampung

Diperbarui: 26 Juni 2015   15:19

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Parenting. Sumber ilustrasi: Freepik

Ini adalah tanaman yang banyak tumbuh di Lampung, seusia dengan cengkeh dan lada, meskipun cengkeh dan lada telah lebih dahulu membuat provinsi Lampung dikenal. Kopi Lampung tumbuh di dataran tinggi Lampung. Sebagian besar perkebunan rakyat. Khususnya di daerah Tanggamus, Lampung Barat dan Lampung Tengah.

Mengapa kopi lunik (penyebutan dalam bahasa lokal) terasa nikmat. Bisa jadi karena sebagian besar kopi tersebut tumbuh yang tidak menggunakan bahan pupuk kimia dan pestisida apapun. Pupuk yang ada hanyalah daun-daun kopi dan rumput dibawahnya yang membusuk. Biasanya juga ditambah pupuk kandang dari ternak-ternak milik mereka.

Sekarang, di warung kopi dan kafe-kafe Jakarta yang menyediakan kopi lokal, posisi Kopi Lampung sudah kalah tenar dengan Kopi Aceh (Takengon), Kopi Bali, Kopi Toraja, Kopi Sidikalang, Kopi Pagar Alam dan Kopi Kerinci. Ini karena promosi yang kurang dan kualitas yang terus menerus menurun.

Menurut saya, Kopi Lampung yang sekarang sebagian besar terasa mild dan kurang kuat efek kopinya. Mungkin karena harga kopi yang beberapa tahun kurang menguntungkan petani telah membuat mereka tidak merawat kopi dengan benar dan memanen kopi dengan sistem yang kurang baik. Harga yang kurang menguntungkan tersebut juga telah membuat banyak petani kopi mengganti dengan tanaman kakao.

Pasar kopi Indonesia ditentukan dari Lampung dan ekspor utama kopi Indonesia dari Pelabuhan Panjang. Pabrik kopi merek terkenal seperti "Kapal Api dan Nescafe setahu saya juga membuat basis produksi di Lampung. Jadi, sayang, kalau Kopi Lampung tidak diolah menjadi salah satu brand Lampung. Apalagi bisa menjadi brand esklusif dari perkebunan kopi rakyat dengan merek-merek usaha mereka sendiri. Mungkin pemda sudah memulainya ya, saya saja yang tidak dapat update.

Wah, kopi lampung saya sudah habis. Kiriman belum datang...

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline