Semarak peringatan hari kemerdekaan dilakukan di kantor kami. Ada lomba bulutangkis, tangkap belut, futsal, karaoke, balap karung, dan kepruk (pukul) kendil. Hal ini menjadi agenda rutin tahunan, terkadang dengan perubahan jenis lomba.
Lomba memasak nasi goreng hanya diperuntukkan bapak-bapak. Para istri yang tergabung dalam ikatan wanita (sejenis Darma Wanita) menjadi panitia pelaksana, sekaligus yang ngurusi hal-hal logistik, peralatan dan penjurian.
Namun, hal-hal seperti ini ujungnya para suami juga ikut rempong. Suami ikut memikirkan dan menyiapkan kompor, meja, dan peralatan pendukungnya. Suami juga ikut membantu istri belanja bahan dapur.
Karena acara ini lebih diperuntukkan bagi bapak-bapak, karenanya disain acara tidak perlu dikemas serius. Para bapak ini yang penting tampil, bisa kumpul-kumpul, sekaligus saling menyemangati dan menghibur, melepas rutinitas kehidupan kantor. Agar ramai, disiapkan pula peralatan audio agar semuanya bisa bernyanyi, terhibur dan heboh.
Bahan-bahan dapur pun disiapkan secara "instan". Bawang merah dan putih sudah di kupas. Sayuran sawi, kubis, bawang daun, dan cabe sudah dicuci. Saos merah, kecap, bubuk merica pun sudah siap pakai. Nasi khusus untuk nasi goreng pun sudah siap. Nasi untuk nasi goreng ini biasanya struktur "pero" atau lepas, tidak menggumpal.
Karena peserta banyak, maka peserta dibagi dalam beberapa putaran sesuai jumlah kompor. Nah, saatnya bapak-bapak pun beraksi di hadapan lima kompor yang tersedia. Ada yang begitu trampil dan luwes menangani bumbu-bumu dan sayur. Cara memegang pisau dan merajang sangat pas. Cara menggorengnya pun kelihatan begitu familiar menghadapi api dan wajan. Reng.. goreng.. seperti bakul nasi gorong ini pertanda mereka biasa di dapur..he..he.
Namun ada pula yang grogi, salah tingkah, salah ambil bumbu. Saat menuang minyak pun, kebanyakan. Tidak kalah ramai, bapak-ibu lain pun ikut berkomentar dan menggoda. Si bapak pun tambah grogi ha..ha. Gak penting nasi gosong atau hitam karena kebanyakan kecap.. yang penting ...reng goreng.
Saat icip-icip pun lebih lucu, semua juga ingin ikut merasakan lezatnya nasgor. Raut muka ada yang senyum, yang tanpa ekspresi, yang puas terhadap masakan bapak-bapak. Ada yang peserta yang sedang puasa, sehingga tidak bisa icip-icip.. namun ternyata nasgornya benar-benar lezat.
Setelah selesai, nasi goreng pun ditaruh dipiring. Piring-piring diberi nama, untuk diberikan penilaian oleh juri. Penilaian oleh juri bisa dibilang serius atau tidak, karena jurinya juga bukan profesional; atau asal tunjuk saja.
Tiga juri, seorang adalah bapak yang tidak biasa masak. Kriteria penilaian mencakup kebersihan saat memasak, penampilan, dan kelezatan. Ada bapak yang protes karena tidak diberitahu kriteria itu dijawab oleh lainnya, tahun depan boleh iktu lagi ... hua.. ha.
Tampilan nasi goreng pun macam-macam, ada gelap rata, atau warna cerah karena sedikit kecap. Tapi juga nasgor nano-nano, karena irisan tomat, timun dan kubis bercampur dengan nasi goreng.