Wherever you go, no matter what the weather, always bring your own sunshine. - Anthony J. D'Angelo
Olah raga rafting umumnya dilakukan orang-orang yang terlatih, atau anak-anak muda. Rafting atau arung jeram selalu dihubungkan dengan olahraga ekstrim, mengarungi sungai arus deras, hanyut dan masuk jeram, menabrak batuan, berputar, mungkin juga tenggelam di sungai.
Melihat anak-anak muda yang rafting, hebohnya mereka, betapa gembiranya mereka. Apa sih serunya? Nikmatnya? Sensasinya? Ini yang mungkin menjadi pertanyaan orang-orang seusia saya.
Bagi usia 50an, melakukan rafting mungkin menjadi pertanyaan, sekaligus penasaran. Usia 50a adalah generasi yang mungkin baru mengenal rafting. Dulu mereka mungkin naik batang pohon pisang di sungai, yang airnya lebih tenang.
Selain untuk sport, rafting adalah bagian dari industri wisata global yang mulai marak masuk ke pelosok desa dan hulu. Wisata rafting didisain aman dan nyaman, dipandu manajemen yang profesional.
Saya bersama teman-teman ex kuliah mencoba wisata rafting di sungai Ayung, di Gianyar Bali, dalam rangkaian kegiatan reuni. Mendengar kata rafting, di antara kami langsung ada respon kaget, bertanya atau menolak. Yang setuju pun diam sambil penasaran. Respon kaget umumnya disebabkan karena fisik kami sudah berumur bahkan sudah punya cucu, badan melar, kurang olah raga, atau punya cidera.
Jelasnya kami 35 orang akhirnya manut panitia dan operator rafting. Kami diangkut naik mobil bak terbuka menuju posisi start rafting. Turun dari mobil, kami berjalan menuruni jalan terjal sejauh sekitar 750m. Ini ternyata cukup menguras tenaga. Kaki-kaki gemetaran menahan beban tubuh saat menuruni tangga tanah.
Setelah brifing, kami turun ke perahu karet. Setiap perahu memuat lima atau enam orang termasuk pemandu. Sensasi rafting pun dimulai, yang panjangnya sekitar 10 km atau memakan waktu sekitar 2 jam.
Perahu pun hanyut di sungai. Pemandu duduk di belakang mengendalikan arah perahu dan memberi aba-aba dan perintah. Perintahnya sederhana yakni mendayung maju, mundur dan stop. Aba-aba maju diberikan saat perahu lambat, air tenang atau menuju jeram. Begitu masuk jeram kami harus stop, dan sepenuhnya dikendalikan pemandu.
Mana sensasinya? Sensasinya ada di berbagai momen, di saat mendayung, saat air sungai masuk perahu atau saat duduk berubah posisi. Itu ketika masuk jeram, ada arus deras, ada batu-batu yang menghadang. Pada momen itu, perahu pasti meluncur, bergoyang, berputar, atau bisa terbalik. Belum lagi ada perahu yang macet berhenti di batu atau di pusaran arus.
Di antara kami ada yang ketakutan, pucat, kaget, atau terlempar dari posisi duduk. Tapi, ternyata itu hanya sekejap atau di saat awal saja. Saat ada momen yang kedua, ketiga atau seterusnya, kita sudah sudah menguasai kondisi, bisa tertawa dan menikmati aliran deras sungai. Beberapa teman bahkan tangannya sudah terus menyentuh sungai seakan siap berenang.