Lihat ke Halaman Asli

Iwan Nugroho

TERVERIFIKASI

Ingin berbagi manfaat

Budaya Kirim (Ater-ater) Makanan Menjelang Lebaran

Diperbarui: 8 Juli 2016   00:57

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Foto: Health.kompas.com

Di kalangan orang Jawa, sejauh yang saya ketahui, biasa menjalankan budaya kirim makanan menjelang lebaran.  Dalam bahasa jawa, ini disebut ater-ater, yang artinya mengantar.  Ini dilakukan oleh keluarga untuk menunjukkan rasa syukur bahwa bulan Ramadhan menjelang berakhir dan menyambut bulan Syawal, atau Lebaran.  Budaya ater-ater ini memang tidak dilakukan semua orang Jawa, tetapi hanya oleh orang-orang tertentu saja yang mampu, atau biasa menjalankannya.

Untuk persiapan ater-ater ini memang agak sibuk, khususnya bagi ibu rumah tangga.  Ibu harus belanja bahan pokok, sayuran dan lauk dalam jumlah berlebih dibanding hari-hari biasa.  Stok bahan makanan ini juga untuk keperluan lebaran dan mungkin beberapa hari sesudahnya karena pasar umumnya masih tutup.  Budaya ini menjadi penyebab naiknya permintaan bahan pokok dan makanan menjelang lebaran, sekaligus naiknya harga-harga komoditi lain.

Ibu-ibu kemudian memasak sendiri makanan itu, dengan menu sedikit lebih istimewa.  Istimewa dalam arti menunya lebih beragam, jumlahnya lebih banyak, dan citarasanya lebih wah.  Kira-kira setelah sholat Ashar, makanan matang kemudian dibagi-bagi kepada tetangga, kawan atau famili.  Makanan ini juga untuk berbuka puasa.

Dahulu, di tahun delapan puluhan, keluarga kami juga menjalankan budaya ater-ater itu.  Karena kami tidak memiliki pembantu, seluruh anggota keluarga membantu ibu apapun yang bisa kami lakukan.  Saya ingat benar, ibu sangat serius mempersiapkan kebiasaan ini, karena ini masak besar.  Bapak membantu teknis penyiapan alat, misal panci, kompor, rantang, atau alat lain.  Alat-alat itu biasanya tersimpan di lemari, hanya digunakan saat masak besar, seperti untuk selamatan.  Saya biasanya membantu ibu untuk tugas ringan, misalnya menyiapkan daun pisang, bersih-bersih, membeli bumbu, atau bahan pendukung lain. 

Waktu itu, menu favorit ater-ater adalah nasi putih, samber goreng kentang dan hati, tumis buncis dan wortel, perkedel, tahu tempe, telor rebus, opor ayam dan rendang daging.  Setiap tahun, menu sedikit bervariasi, dengan ditambah sayur sop, sayur lodeh, atau gulai labu.

Setelah makanan matang, saya dan adik bertugas mengantarkan makanan.  Adik diberi tugas ibu mengantar makanan ke tetangga dekat.  Saya ditugaskan untuk mengantar ke tujuan yang agak jauh, yakni ke famili dan beberapa teman kantor bapak.  Saya naik motor bebek bisa mengangkut tiga atau empat rantang untuk sekali jalan.  Rantang diikat dengan kain serbet agar lebih kokoh, dan tidak berbunyi karena getaran motor.  Saat itu rantang masih dari bahan panci logam, tidak seperti sekarang yang dari bahan plastik.  Wah ... pokoknya berkesan dan seru, mirip tukang katering..he.he. 

Saat ini pun, ibu masih menjalankan kebiasaan ater-ater itu.  Hanya saja karena tenaga ibu yang sudah menurun, maka masaknya tidak seheboh dahulu.  Sekarang ibu membuat menu yang lebih simpel, misalnya nasi bebek, nasi rawon, nasi bandeng, atau nasi kikil, dikombinasikan dengan sayur labu.  Makanan juga dikirim lebih terbatas, hanya kepada tetangga dekat, atau famili.  Saya dan sebagian adik juga tinggal di luar kota, sehingga terasa kurang tenaga untuk mengantar makanan ater-ater ini. 

Bapak sudah meninggal sekitar delapan belas tahun yang lalu.  Teman kator bapak juga beberapa sudah almarhum.  Namun ibu masih mengenali keluarga teman kantor bapak. Ibu berusaha menemui atau anjangsana ke keluarga teman bapak.  Makanan ater-ater ini menjadi media silaturahim di antara mereka.  

Nampaknya kebiasaan ibu dalam ater-ater ini tidak bisa hilang.  Ibu sudah terbiasa membagi makanan setiap hari kepada siapa saja, khususnya tetangga.  “Makanan yang ada tidak pernah habis dimakan sendiri, lebih baik sebagian diberikan kepada orang lain”, demikian kata ibu. 

Selamat Idul Fitri 1437H.

Mohon Maaf Lahir Batin

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline