Lihat ke Halaman Asli

Iwan Nugroho

TERVERIFIKASI

Ingin berbagi manfaat

Mudik Suka Cita dan Cinta

Diperbarui: 1 Juli 2016   11:06

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

ilustrasi mudik (http://www.ridergalau.com/)

“Ma, kita lebaran kemana?”, demikian tanya anak kepada ibunya.

“Kenapa nak?  Adek ingin lebaran dimana?”, jawab si ibu.

“Mama papa maunya kemana”, balas si anak

Demikianlah cuplikan percakapan singkat antara anak dan si ibu.  Si anak dan ibu punya keinginan mudik lebaran, namun saling menjaga hati.  Si ibu ingin membahagiakan anak, memenuhi keinginan anak.  Sementara si anak menahan keinginannya, ia juga mempertimbangkan keinginan orangtuanya. Keputusan berlebaran akhirnya dibuat dengan saling kesepahaman, keikhlasan, dan saling menghargai.  Suatu komunikasi yang hangat dan penuh cinta.

Mudik lebaran pada dasarnya adalah media silaturahim, menyambung persaudaraan, mempertemukan yang jauh, mendekatkan hati, saling memaafkan, meleburkan aneka kekurangan menjadi kelapangan dan kegembiraan.  Niat mudik yang mulia perlu dikelola dengan baik, ikhlas dan kerendahan hati. 

Andaikan mudik lebaran itu digambarkan dengan sebuah roti, maka roti itu harus membuat semua orang merasa nikmat, bermanfaat, gembira dan bersuka cita.  Niat si pembuat roti harus sungguh-sungguh untuk menghasilkan citarasa, bentuk dan penyajian.  Yang makan roti juga merasa nyaman, tidak berebut, saling berbagi roti.  Saat tersisa sepotong roti terakhir, semua orang saling menawarkan, tidak seorangpun merasa kecewa ketika jatuh ke tangan seseorang.

Mudik harusnya demikian, penuh suka cita.  Energi mudik yang besar, sayang kalau tidak dioptimalkan.  Mudik harus dilandasi rasa penuh kasih sejak awal hingga akhir.  Ini menjadi ukuran keberhasilan atau lulus tidaknya ibadah puasa seseorang, sehingga menciptakan pribadi yang bertaqwa (Ali 'Imron 134). Berikut ini tipnya.

Pertama, menikmati perjalanan. Bepergian jauh menuju ke tujuan mudik adalah ujian kesabaran.  Selayaknya suasana puasa harus dipelihara selama mudik.  Selama perjalanan setiap orang menciptakan suasana sejuk, dan mengendalikan diri.  Banyak kejadian-kejadian selama perjalanan yang perlu disikapi dengan bijak, misalnya kemacetan, tertinggal, kehilangan, dan kesehatan.  Diusahakan untuk waspada dengan dzikir atau senantiasa ikhlas.  Sabar terhadap anggota keluarga yang mungkin marah atau emosi menghadapi perjalanan.  Patuhi aturan lalulintas, atau memberi kesempatan kepada pengguna lalulintas.    

Pemudik pengguna motor harus lebih cermat, berhati-hati, dan mementingkan kenyamanan dan keselamatan.  Kelengkapan dan persyaratan safety hendaknya dipatuhi.  Berkendara tetap dalam jalur, dan mematuhi rambu lalu lintas.  Istirahat yang cukup bila perjalanan jauh, serta mementingkan stamina dan kesehatan.

Kedua, inisiatif berbagi. Puasa mengajarkan setiap orang untuk peduli dan berbagi kebaikan, perhatian, dan rejeki.  Jangan ragu untuk berbagi, memberi rejeki kepada famili, saudara dan handai taulan.  Orang yang bertaqwa menunjukkan perilaku berbagi dalam keadaan longgar atau sempit.

Ketiga, ikhlas memaafkan. Mudik tidak bermakna bila tidak ada saling memaafkan.  Setiap orang saling memaafkan, kepada yang muda, yang tua, yang dekat, yang jauh, yang lupa, yang ingat.  Bersilaturahim ke orangtua, ke sahabat orangtua, ke kenalan, dengan ikhlas saling memaafkan.  Jangan ada ganjalan hati sedikitpun, atau mengingat kesalahan si fulan.  Semua diikhlaskan, jadikan hati menjadi lapang. 

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline