[caption caption="Lembah Harau (koleksi pribadi)"][/caption]Destinasi wisata di Payakumbuh, Sumatera Barat, yang juga menarik untuk dikunjungi, yakni lembah Harau. Ini adalah lembah yang dikelilingi bukit di kiri dan kanan dari pengunungan Bukit Barisan. Lokasi lembah Harau berada dalam satu wilayah kecamatan yang sama dengan lokasi Jembatan kelok sembilan. Lokasi Lembah Harau terletak di desa Tarantang (koordinat -0.107819, 100.665796), kecamatan Harau, kabupaten Lima Puluh Kota, Sumatera Barat.
[caption caption="Peta Lembah Harau (Sumber: googleearth)"]
[/caption]Area lembah Harau seluas kurang lebih 270 ha, merupakan suatu area cagar alam dan suaka margasatwa. Flora dan fauna merupakan adalah khas Sumatera, seperti halnya wilayah hutan hujan tropika. Lembah harau diapit oleh bukit-bukit yang menjulang tinggi, 80 m hingga 300 m. Keindahan dan keunikan lembah Harau antara lain adanya beberapa air terjun dan sungai-sungai yang mengalir di antaranya (1). Di luar kawasan lindung, dihuni penduduk dengan pemandangan bentang sawah yang juga tidak kalah indahnya.
Lembah Harau sejak jaman penjajahan sudah dikenal orang. Ditemukan monumen peninggalan Belanda di dekat salah satu air terjun. Di Wikipedia (1), juga ada foto dokumentasi pada tahun 1870. Kini di sekitar lembah Harau sudah tersedia berbagai fasilitas wisata dan diorganisasikan pengelolaannya. Telah tersedia beberapa homestay, kantin, dan sarana lain untuk memberikan layanan bagi wisatawan dan keluarganya. Wisatawan yang punya minat untuk trekking, panjat tebing atau mendaki gunung perlu uji ketrampilan di lembah Harau.
Penulis sudah dua kali berkunjung ke lokasi ini. Namun seperti berkunjung di tempat lain, selalu ada hal baru yang berkesan pada setiap kunjungan. Lembah Harau dengan tebing-tebing sungguh indah dinikmati. Udaranya yang sejuk, dengan angin yang lembut menambah keasrian dan kenyamanan. Kehidupan penduduk pun sangat tenang dan nyaman.
[caption caption="Bukit di lembah Harau (koleksi pribadi)"]
[/caption]Datang ke lembah Harau, memberi kesan keheningan. Para wisatawan seperti diam terkesima menyaksikan fenomena alam. Mulut tidak mampu berbicara, tertutup, seraya memanjatkan doa dan syukur akan keagungan sang pencipta alam. Manusia seolah-olah menjadi kecil, dan tidak bermakna berada di lembah Harau. Benar, manusia menjadi sangat kecil disini. Sangat kecil dibanding kokohnya tebing, tingginya bukit, luasnya bentang alam. Lokasi ini cocok untuk menemukan ketenangan.
Pemandangan di berbagai tempat di lembah Harau membentuk lukisan sangat indah. Fenomena bukit atau tebing yang menjulang memberi komposisi pandangan yang unik. Sepanjang mata melihat dan dimana pandangan mengarah, bukit selalu hadir di setiap ruang sketsa. Paduan rumah, sawah, pohon dan bukit membentuk potret coretan alam yang indah. Warna kuning padi sawah, garis merah putih barisan rumah penduduk, hijaunya pepohonan dan paparan warna tebing membentuk lukisan alam. Pada tebing yang menjulang, selalu ada garis-garis gelap dan terang membentuk kisi-kisi atau mozaik alam. Inilah lukisan alam, lukisan sang kuasa, lukisan segala kuasa.
Datang ke lembah Harau menghadirkan keheningan. Keheningan ... untuk memanjatkan syukur akan kebesaran sang kuasa, menyaksikan lukisan segala kuasa, seperti lagu Hening Chrisye.
- Kala malam tiada berbintang
- Tampak redup wajah rembulan
- Hening sunyi sangat mencekam
- Desir anginpun tanpa suara
- Ku termenung menatap awan
- Kepasrahan semakin dalam
- Jagat raya dan seisinya
- Lukisan segala kuasa
- * Kehidupan dialam semesta
- Mengagumkan dan luar biasa
- Semakin ku rasa keagungan ini
- Karya cipta Mu Tuhan
- Embun pagi dan rerumputan
- Hijau daun dan warna bunga
- Kicau burung yang hinggap didahan
- Matahari bersinar terang
- @ Dan/Semua ini semakin kurasa
- sebagai nikmat yang t'lah Kau berikan
- Tak kan kulangkahkan kakiku lagi
- Tanpa bimbingan Mu Tuhan
- Kala malam tiada berbintang
- Kutermenung menatap alam
- Hening sunyi sangat mencekam
- Kepasrahanku semakin dalam
- Embun pagi dan rerumputan
- Matahari bersinar terang
- Kicau burung yang hinggap didahan
- Lukisan segala kuasa
Malang, 5 April 2016
Tulisan yang relevan:
Penulis menulis buku:
- Iwan Nugroho. 2011. Ekowisata dan Pembangunan Berkelanjutan. Pustaka Pelajar, Yogyakarta. 362p. ISBN 978-602-9033-31-1
- Iwan Nugroho dan Rokhmin Dahuri. 2012. Pembangunan Wilayah: Perspektif ekonomi, sosial dan lingkungan. Cetakan Ulang. Diterbitkan kembali oleh LP3ES, Jakarta. ISBN 979-3330-90-2
- Iwan Nugroho dan Purnawan D Negara. 2015. Pengembangan Desa Melalui Ekowisata, diterbitkan oleh Era Adicitra Intermedia, Solo. 281 halaman. ISBN 978-602-1680-13-1
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H