Lihat ke Halaman Asli

Iwan Nugroho

TERVERIFIKASI

Ingin berbagi manfaat

Jembatan aka Bayang, Painan, Sarana untuk Eduwisata

Diperbarui: 30 Maret 2016   12:24

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption caption="Jembatan Akar Bayang (koleksi pribadi)"][/caption]Jembatan akar (atau aka dalam bahasa minang) Bayang sudah dikenal banyak orang.  Keunikan jembatan ini beberapa kali disiarkan melalui TV.  Nama Bayang diambil dari nama kecamatan, dimana jembatan ini terletak di kecamatan koto Bayang di  Kabupaten Pesisir Selatan, yang beribukota di Painan. Jembatan ini terbuat dari akar pohon beringin yang berdiri, saling berseberangan, melintasi sungai Sungai Batang Bayang.   Uniknya, pohon beringin berdiri di atas batuan, sehingga relatif kokoh dari aliran deras sungai.  Akar dua pohon itu saling membelit satu sama lain membentuk bentangan jembatan, yang menghubungkan dua dusun, yakni dusun Pulut-Pulut dan Lubuk Silau (1, 2).   

[caption caption="Peta lokasi jembatan akar Bayang (Sumber googlemap)"]

[/caption]Lokasi jembatan akar ini berada di hulu pegunungan Bukit Barisan, pada ketinggian sekitar 600 m.   Lokasi jembatan berjarak sekitar 80 km dari kota Padang, atau 2.5 jam, dengan jalan yang halus.  Perjalanan menuju kesana, pemandangannya sangat indah, mulai pantai sepanjang pantai barat  Sumatera, pemukiman dusun khas minang, bentangan lahan padi sawah, perbukitan/pegunungan bukit Barisan.

[caption caption="Papan Denah Lokasi Jembatan Akar Bayang (koleksi pribadi)"]

[/caption]Jembatan akar telah menjadi tujuan wisata yang sangat populer.  Pengunjung dikenakan tarif masuk sebesar lima ribu rupiah per orang.  Pengunjung biasanya menikmati sensasi berjalan di atas jembatan, turun ke dasar bebatuan sungai, bermain air sungai, menikmati suara dan derasnya air sungai, atau menikmati pemandangan sekitar jembatan sambil berfoto. Saat melewati jembatan, memang ada sedikit sensasinya.   Saat berada di tengah jembatan, mungkin karena beban berat pengunjung, jembatan sedikit bergoyang.  Hal ini mengakibatkan sebagian orang ketakutan, terlebih melihat ke bawah dimana arus sungai yang sangat deras.

[caption caption="Jembatan akar Bayang (koleksi pribadi)"]

[/caption]Jembatan akar panjangnya sekitar 20 m, dengan lebar 1 – 1.5 m, dengan ketinggian sekitar 7 m dari permukaan air sungai.   Jembatan ini kabarnya sudah berusia sekitar 100 tahun.  Jembatan ini sengaja dibuat oleh tokoh dusun untuk menghubungkan dua dusun yang saling terpisah, dengan berupaya menyambungkan akar dua pohon beringin yang saling berseberangan itu.   Niat mulia ini menjadi kenyataan, hingga dapat dimanfaatkan sekarang (2). 

[caption caption="Jembatan akar Bayang (koleksi pribadi)"]

[/caption]Nilai-nilai tradisi, sejarah atau biologi di seputaran jembatan akar ini adalah potensi yang layak untuk dikembangkan menjadi wisata edukasi.  Hal ini dapat dikemas untuk diberikan kepada pengunjung, dengan harapan pengunjung memperoleh pengetahuan, sehingga menghasilkan perubahan sikap dan perilaku untuk menghargai lingkungan dan konservasi alam secara umum.

Saat penulis berkunjung, tidak ada pemandu atau tulisan yang menjelaskan perihal jembatan.  Tidak ada informasi kapasitas atau beban maksimum jembatan.  Juga tidak ada petunjuk keselamatan karena berjalan di atas jembatan sebenarnya berbahaya (khususnya bagi pengunjung).  Kondisi ini mencerminkan tidak ada pengendalian, sehingga dapat mengancam upaya konservasi lingkungan dan membahayakan keselamatan pengunjung.  Di atas jembatan, dipasang papan-papan kayu agar memudahkan pengunjung dengan aman melewatinya.  Jembatan juga diperkuat dengan konstruksi tali besi baja.  Hal ini sebenarnya menandakan jembatan kurang berfungsi optimal.

Berikut ini beberapa saran agar jembatan akar dapat berfungsi lebih baik mendukung pengembangan wisata

  1. Perlu membangun jembatan buatan yang baru, sehingga beban jembatan akar berkurang dan usianya dapat bertahan lebih lama.  Jembatan baru berfungsi untuk menunjang kehidupan ekonomi desa, sementara jembatan akar untuk kepentingan wisata.
  2. Perlunya pemandu dan informasi yang menjalankan fungsi interpretasi perihal  jembatan dari aspek nilai-nilai tradisi, sejarah atau biologi.  Misalnya pengunjung diajak belajar tentang akar pohon beringin, memilih akar untuk disambung, atau pendidikan konservasi lain yang berbasis budaya lokal.
  3. Masyarakat perlu mengorganisasikan diri untuk memberikan layanan wisata lebih ramah, mengembangkan ragam wisata, dan memberdayakan potensi desa untuk meraih manfaat lebih besar dari wisata.  Misalnya, mengembangkan potensi rafting, manfaat produk lokal kayu manis atau buah kemiri yang banyak ditemui disana
  4. Perlu lebih mempertimbangkan aspek keselamatan pengunjung, misalnya penggunaan jaket keselamatan atau bekerjasama dengan jasa raharja

Salam ekowisata

Malang, 30 Maret 2016

follow @iwanuwg

Penulis adalah penulis buku:

  1. Iwan Nugroho. 2011. Ekowisata dan Pembangunan Berkelanjutan. Pustaka Pelajar, Yogyakarta. 362p. ISBN 978-602-9033-31-1
  2. Iwan Nugroho dan Rokhmin Dahuri. 2012. Pembangunan Wilayah: Perspektif ekonomi, sosial dan lingkungan. Cetakan Ulang. Diterbitkan kembali oleh LP3ES, Jakarta. ISBN 979-3330-90-2
  3. Iwan Nugroho dan Purnawan D Negara. 2015. Pengembangan Desa Melalui Ekowisata, diterbitkan oleh Era Adicitra Intermedia, Solo. 281 halaman. ISBN 978-602-1680-13-1
Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline