Lihat ke Halaman Asli

Iwan Nugroho

TERVERIFIKASI

Ingin berbagi manfaat

Berkunjung ke pulau Sempu, Malang

Diperbarui: 31 Agustus 2015   07:43

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

 

[caption caption="Segara Anakan atau Laguna pulau Sempu (koleksi pribadi)"][/caption]Pada akhir bulan Mei 2015 penulis berkesempatan mengunjungi pulau Sempu.  Beruntung, dosen Fakultas Hukum Universitas Widyagama Malang, Dr Purnawan, memberi info cukup lengkap, serta sekalian diskusi persiapan teknis pemberangkatan karena ia akan memimpin kepergian ini, bersama sekitar 25 mahasiswanya dalam rangka kuliah lapang Hukum Lingkungan.

Penulis berangkat pagi setelah Shubuh dari Malang, bersama Prof Sukamto dan pak Sudiyono.  Pulau Sempu berjarak sekitar 70 km dari kota Malang, atau perjalanan mobil sekitar 2.5 jam, melewati pegunungan kapur Malang Selatan dengan jalanan aspal yang berliku.  Kami mampir dulu ke desa Sitiarjo menemui Dr Purnawan yang sudah berangkat sehari sebelumnya.  Setelah sarapan pagi kami pun berangkat bersama-sama menuju pantai Sendang Biru, yang berjarak 10 km dari desa Sitiarjo.

[caption caption="Peta dan jalur perjalanan Pulau Sempu (diolah dari googlemap)"]

[/caption]Pulau Sempu terletak atau berdekatan dengan di Dusun Sendang Biru, Desa Tambak Rejo, Kecamatan Sumbermanjing Wetan, Kabupaten Malang.  Pulau Sempu dikelilingi lautan India, berada di dekat pantai Sendang Biru, sebagai sentra ekonomi perikanan laut di Malang Selatan.  Pelabuhan dan fasilitas penunjang ekonomi perikanan laut dibangun disini, untuk mendukung produksi dan distribusi hasil perikanan ke wilayah Malang dan sekitarnya.

Pulau Sempu sebenarnya bukanlah tempat wisata, tetapi adalah kawasan konservasi, tepatnya cagar alam.  Akses masuk harus ada ijin dari BKSDA Jawa Timur di Probolinggo, sebagai pemegang otoritas pengelolaan.  Pulau Sempu ditetapkan sebagai Cagar Alam oleh pemerintah Belanda pada tanggal 15 Maret 1928, berdasarkan Besluit van den Gouverneur Generaal van Nederlandsch Indie No : 69 dan No.46 tanggal 15 Maret 1928 tentang Aanwijzing van het natourmonument Poelau Sempoe seluas 877 ha. Cagar alam (dan suaka margasatwa) adalah kawasan konservasi yang paling dilindungi.      

[caption caption="Menemui pak Setyadi, kepala resor Sempu (baju hijau) (koleksi pribadi)"]

[/caption][caption caption="Pak Setyadi didampingi Dr. Purnawan, memberi penjelasan ke mahasiswa"]

[/caption][caption caption="pantai sendang biru: Sudiyono, penulis, Prof Sukamto (kiri) dan tempat pelelangan ikan (kanan) (koleksi pribadi)"]

[/caption]Begitu tiba di pantai Sendang Biru, kami menemui kepala resort Sempu BKSDA di kantornya, yakni pak Setyadi.  Beliaulah yang akan memandu perjalanan dan memberi kuliah lapang kepada mahasiswa.  Kami dijelaskan standar prosedur trekking di pulau Sempu, termasuk kewajiban menggunakan pelampung. Pak Setyadi menjelaskan tantangan BKSDA terhadap ancaman konservasi, dimana masyarakat melihat pulau Sempu sebagai tujuan wisata dan memberikan nilai “jasa ekonomi” tertentu bagi penduduk sekitarnya.    

[caption caption="Berperahu dari pantai Sendang Biru ke Teluk Semut Pulau Sempu (koleksi pribadi)"]

[/caption]Dari pantai Sendang Biru ke pulau Sempu, kami naik perahu selama 15 hingga 20 menit.  Perahu nelayan ini cukup bersih dan aman, dengan menggunakan motor ukuran 10 PK.  Perahu dapat memuat sebanyak 10 hingga 15 orang.  Pemandangan menyusuri selat Sempu cukup menarik, antara lain melihat geologi pulau, pantai Sempu, dermaga perikanan Sendang biru dan kepadatan lalu lintas perahu di selat Sempu.  Pemandangan tersebut menunjukkan kehidupan ekonomi di perairan Sempu dan Sendang Biru sangat dinamis.  Perahu kemudian berhenti atau berlabuh di di pulau Sempu, tepatnya di teluk kecil, yang diberi nama Teluk Semut.  Begitu turun dari perahu, rombongan dibagi dua dipimpin oleh pak Setyadi dan staf beliau. Rombongan dipecah agar mudah dalam pengelolaan perjalanan dan kuliah dapat berjalan efektif.  Perjalanan di pulau Sempu pun dimulai, dan waktu saat itu menunjukkan jam 9.00.  Penulis kaget saat mendengar penjelasan tentang beratnya medan serta kondisi jalur trekking.  Tujuan perjalanan adalah menuju segara anakan. 

[caption caption="Pengarahan olek pak Setyadi di teluk Semut, Pulau Sempu (koleksi pribadi)"]

[/caption]

[caption caption="Jalur perjalanan di pulau Sempu (koleksi pribadi)"]

[/caption]Jalur trekking pulau Sempu dipenuhi akar kayu di permukaan tanah atau yang menggantung.  Nampak jalanan juga menjadi tempat aliran permukaan (erosi) di saat musim penghujan.  Hal ini meninggalkan bekas cekungan tanah di mana-mana sehingga menyulitkan langkah kaki.  Jalur selebar 1 hingga 3 meter ini adalah satu-satunya jalan di pulau Sempu, untuk menuju segara anakan pulang pergi.  Pohon dalam hutan berukuran hingga diameter 1 atau 2 meter.  Beberapa pohon nampak roboh dibiarkan melintangi jalan dan dapat menjadi penanda rute, atau untuk duduk istirahat beristirahat.  Di dalam hutan sering muncul suara dari atas pohon, itu adalah lutung yang biasa mengikuti langkah kaki manusia.  Suara-suara lain berasal dari burung.

Sempu adalah pulau tidak berpenghuni, yang memiliki lingkungan dan obyek yang indah dan alami.  Cagar Alam Pulau Sempu memiliki ekosistem hutan pantai, mangrove, dan hutan tropis dengan keanekaragaman hayati yang tinggi.  Jenis satwa antara lain lutung, kera, babi hutan, kijang, kancil dan kupu-kupu.  Satwa air antara lain ikan belodok, kepiting dan kelomang.  Tutupan vegetasi pulau Sempu masih sangat baik. Jenis vegetasi antara lain bendo, triwulan, dan wadang. Vegetasi hutan pantai didominasi oleh nyamplung, ketapang, dan pandan. Vegetasi mangrove terutama Rhizophora, Avicennia dan Bruguiera.  Pengunjung sebaiknya meniatkan pergi ke Sempu untuk belajar mengenai lingkungan hidup, mengenal dan belajar tentang konservasi flora dan fauna.  Untuk alasan konservasi,  akses ke pulau ini harus dibatasi dan dikendalikan.   

[caption caption="Segara Anakan, ada celah tempat air laut masuk membentuk danau (koleksi pribadi)"]

[/caption]Keunikan lain Pulau Sempu adalah  ekosistem Segara Anakan, atau populer dengan nama laguna.  Laguna terbentuk oleh masuknya air laut yang melewati karang (celah) berlubang sehingga terjebak dan membentuk danau.  Menuju ke Segara Anakan, pengunjung harus menjelajah hutan sejauh 4-5 km, atau selama 2.5 jam dari teluk Semut.  Diperlukan kesiapan fisik dan mental karena medan yang berat, tanah licin, berbatu, menanjak, dan ada yang menyusuri tebing.  Jalur trekking ini hanya cocok untuk anak-anak muda, yang tidak punya riwayat cidera tulang, atau yang suka tantangan.

Begitu tiba di laguna, lepas sudah rasa letih selama perjalanan.  Bagi penulis perjalanan ini memang berat, karena fisik tidak muda lagi.  Tekanan pada kaki terasa berat karena medan yang tidak rata, berbatu dan naik turun.  Tapi, itu semua telah terbayar dengan pemandangan laguna.  Saat kami tiba di laguna, waktu menunjukkan jam 11.30.  Ada sekitar 15 orang pengunjung sudah hadir di tempat yang sunyi ini.  Mereka sedang berenang atau berendam di laguna sambil berfoto.  Kami pun segera makan dan minum untuk mengganti rasa letih dan energi selama perjalanan.    

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline