Pengamanan Ketat Kunjungan Putin ke Turki: Takut Dibunuh, Hingga Kudeta
Presiden Rusia Vladimir Putin, yang dulu dipandang sebagai pemimpin kuat dan tak tergoyahkan, apalagi dengan penemuan minyak dan gas Rusia yang memberikan sumbangan kemakmuran bagi rakyatnya, walaupun sebagian besar dikorupsi. Mengingat semua pemerintahan jenis diktator atau absolut tanpa kontrol dipastikan korupsi secara absolut. Bahkan Putin menciptakan raja raja kecil sebagai bendahara keuangannya yang disebut oligarkh. Merajalelanya korupsi juga melanda angkatan perangnya yang semua material dan bahan pembuatan senjatanya dikorupsi habis habisan, sehingga kualitas persenjataannya tidak bisa diandalkan. Ini yang menyebabkan banyak kegagalan dalam menjajah atau menginvasi Ukraina. Dalam semua medan pertempuran senjata buatan Rusia, Korea dan Iran banyak yang gagal dan meleset menyasar target militer, sehingga mengenai gedung apartemen penuh penduduk sipil dan anak anak Ukraina. Tentaranya di kota Bucha juga banyak membunuh penduduk Bucha supaya dapat mencuri perabotan, TV, kulkas dan harta benda lainnya. Semuanya ini makin menjadikan warga Rusia frustasi, Kini kegagalan Putin hanya menjadi bayangan dari sosok diktator yang tua, lemah dan penuh ketakutan. Mimpi Rusia Jaya Raya yang mencakup Ukraina menjadi terbalik menjadi Rusia yang dikepung NATO, diembargo dan disanksi semua negara demokratis di seluruh dunia, Kekuasaan yang dia genggam erat-erat selama bertahun-tahun mulai retak di bawah tekanan dari berbagai arah. Bukan hanya rakyatnya sendiri yang menderita di bawah tirani represi, tetapi juga warga Chechnya, Afrika, Suriah, Ukraina yang menjadi korban kekejaman perang yang keji. Ditambah banyaknya korban siber hacker yang uangnya dikuras habis. Dengan pembantaian terhadap penduduk sipil, Putin menciptakan musuh-musuh yang tak hanya dari dalam negerinya sendiri tetapi juga hampir dari seluruh dunia, terutama negara-negara yang menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan.
Atmosfer politik di sekitar Putin semakin tegang, terutama setelah insiden jatuhnya pesawat tempur Su-30SM milik Rusia di Laut Hitam oleh pasukan Ukraina yang dipersenjatai dengan MANPADS dari Amerika Serikat pada hari Rabu 11/9/2024. Kehilangan pesawat tempur canggih senilai 40 juta yang ditembak dengan peluru MANPADS yang jauh lebih canggih dan lebih murah seharga $1000 tanpa korupsi, ini bukan hanya pukulan finansial, tetapi juga merusak citra dominasi militer Rusia. Kekalahan ini adalah bagian dari rangkaian kekalahan memalukan bagi militer Rusia yang terus menghantui Kremlin, menunjukkan kepada dunia bahwa kekuatan militer Rusia tidaklah kebal, bahkan dengan segala klaim superioritas teknologinya, yang rentan terhadap penyusup yang mengakibatkan daerah Kursk Oblast dibalas di invasi Ukraina.
Di dalam negeri, ketakutan Putin lebih dalam lagi. Rumor kudeta terus beredar, dengan mantan loyalis yang berbalik melawan dia dan bahkan tentara bayaran Rusia menyerukan penggulingan kekuasaannya. Ketakutan akan pembunuhan semakin menjadi nyata setelah beberapa upaya pembunuhan terhadap dirinya, seperti yang diisyaratkan oleh intelijen Ukraina. Setiap langkah keluar dari Kremlin kini terasa dipenuhi dengan ancaman, setiap perjalanan menjadi risiko yang diperhitungkan dengan cermat. Ini juga sebagai konsekuensi dari tangan dinginnya yang banyak membunuh semua lawan politiknya dan semua warga Rusia yang berbeda pendapat di'amankan' dan disiksa di penjara Siberia.
Kunjungan diplomatiknya yang akan datang ke Turki, yang sebelumnya merupakan urusan rutin, kini berubah menjadi peristiwa berisiko tinggi. Putin, yang dilanda ketakutan akan plot pembunuhan, membuat tuntutan keamanan yang belum pernah terjadi sebelumnya. Dia memerintahkan agar pesawatnya dikawal oleh jet tempur Rusia---tuntutan yang rumit secara diplomatik---dan tim keamanannya sangat khawatir tentang akomodasi tempat dia akan tinggal. Hotel-hotel ternama seperti Hilton dan Sheraton ditolak karena dimiliki oleh perusahaan Amerika, yang menurut tim keamanan Putin, bisa membuatnya rentan terhadap serangan.
Namun, ancaman terbesar mungkin justru berasal dari dalam negeri. Semakin banyak orang dekat Putin yang mulai berkhianat. Ketegangan ini memuncak ketika Yevgeny Prigozhin, pemimpin Wagner Group, selamat dari upaya pembunuhan yang mengejutkan Kremlin. Wagner PMC ini punya jaringan kepala negara di Afrika dan Syria beserta kaki tangannya. Seruan publik Prigozhin untuk menggulingkan Putin telah membakar semangat para pembangkang lainnya. Rasa takut Putin bukan hanya paranoid semata, tetapi mencerminkan kenyataan bahwa waktunya sebagai penguasa mungkin semakin dekat dengan akhir.
Sementara pengadilan internasional sudah lama memutuskan untuk memenjara Putin karena diputuskan terbukti bersalah dalam pembantaian penduduk Bucha, pemerkosaan wanita Ukraina dan pengeboman pusat pengungsian anak anak di Mariupol. Kebetulan Turki adalah salah satu penandatangan Strata Roma yang mendirikan pengadilan Mahkamah Pidana Internasional atau International Criminal Court, atau ICC, walaupun secara legal parlemen Turki belum meratifikasinya. Kalau pengadilan Turki setuju dengan permintaan mahkamah internasional, maka dipastikan petugas ICC sudah mengatur semuanya.
Setiap kekalahan militer mengikis citra Putin yang dulu tak terkalahkan. Cengkeraman Kremlin atas narasi yang selama ini mereka kendalikan mulai mengendur, dan rakyat Rusia mulai mempertanyakan apakah pemimpin mereka masih mampu melindungi negara. Dalam situasi yang semakin sulit ini, Putin terjebak di antara ancaman pemberontakan internal dan tekanan militer Ukraina yang semakin gencar. Keputusannya untuk meminta jet tempur pengawal dan akomodasi yang diamankan oleh pemerintah hanya menegaskan bahwa dia adalah seorang pemimpin yang kini dikuasai oleh rasa takut, baik akan kehilangan kekuasaan maupun nyawanya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H