Lihat ke Halaman Asli

Iwan Murtiono

Google-YouTube project contractor

Penutupan VPN: Rusia Stop Kemajuan dan Ide Kreatif

Diperbarui: 11 September 2024   20:40

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Penetrasi VPN Tertinggi/Global VPN Usage Report https://mybid.io/blog/how-to-promote-utility-apps-traffic-sources-offers-geo-and-approaches/

Russia memblokir VPN akses Media dan Informasi non Propaganda

Di tengah konflik berkepanjangan yang sedang dihadapi Rusia dengan Ukraina, anggaran negara justru semakin terkuras untuk hal-hal yang seharusnya tidak menjadi prioritas, salah satunya adalah pengembangan infrastruktur sensor internet yang semakin ketat. Pemerintah Rusia, melalui Roskomnadzor, badan sensor resmi negara, berencana menghabiskan hampir 60 miliar rubel (sekitar $650 juta) dalam lima tahun ke depan untuk memperbarui sistem pemblokiran internet. Hal ini dilakukan dengan tujuan utama untuk membungkam dissent (ketidaksetujuan) dan menghalangi warga Rusia mengakses informasi yang benar dan apa adanya dari dunia luar. 

Strategi ini diuraikan dalam proyek federal bernama 'Infrastruktur Keamanan Siber', di mana salah satu prioritas utamanya adalah memblokir layanan VPN (Virtual Private Network). VPN menjadi target utama karena merupakan alat yang memungkinkan penggunanya untuk mengakses konten yang diblokir secara geografis dan menyembunyikan identitas mereka, sehingga pemerintah Rusia tidak dapat mengendalikan informasi yang mereka terima. 

Pemerintah Rusia telah lama berusaha memerangi penggunaan VPN, melihatnya sebagai ancaman terhadap kontrol mereka atas informasi. Sejak invasi ke Ukraina pada tahun 2022, sensor di internet Rusia, atau yang dikenal sebagai RuNet, semakin diperketat. Sebanyak lebih dari 100.000 situs web telah diblokir pada tahun tersebut, jauh meningkat dibandingkan dengan hanya sekitar 7.000 pada tahun sebelumnya. 

Namun, meskipun sensor semakin ketat, penggunaan VPN di Rusia justru melonjak tajam. Pengguna internet di negara tersebut semakin bergantung pada VPN untuk mengakses informasi yang tidak dapat mereka peroleh melalui saluran resmi. Ini menunjukkan bahwa upaya sensor pemerintah gagal memenuhi tujuannya. Selain itu, pemerintah Rusia terus menghadapi masalah teknis dalam memblokir VPN secara efektif. Menurut Stanislav Shakirov, CTO dari Roskomsvoboda, sebuah kelompok hak digital Rusia, infrastruktur teknis yang ada saat ini masih kurang memadai untuk menghalangi teknologi anti-sensor yang lebih canggih. Bahkan teknologi pemblokiran yang digunakan belum cukup kuat untuk menangani pemblokiran protokol VPN seperti OpenVPN secara konsisten. 

Meskipun demikian, pemerintah Rusia terus menginvestasikan sejumlah besar uang untuk mengatasi tantangan ini, meskipun hasilnya belum pasti. Investasi ini menunjukkan prioritas yang sangat tidak seimbang, di mana anggaran yang seharusnya digunakan untuk kepentingan rakyat, malah dihabiskan untuk melawan arus informasi yang justru dapat memberikan gambaran yang lebih jernih tentang situasi politik dan sosial di Rusia dan dunia. Dengan menghalangi akses warga negara terhadap informasi yang akurat, pemerintah Rusia menciptakan ilusi bahwa segala sesuatu terkendali, sementara pada kenyataannya rakyat semakin sulit membedakan mana informasi yang benar dan mana yang telah dimanipulasi. 

Keputusan untuk menghabiskan lebih banyak anggaran negara dalam memperketat sensor ini menjadi bukti nyata bahwa Rusia tidak hanya memerangi Ukraina di medan perang, tetapi juga melancarkan perang terhadap warganya sendiri---perang untuk menutup akses terhadap kebenaran. Pada akhirnya, langkah-langkah represif semacam ini hanya akan merugikan negara dalam jangka panjang, baik dari segi keuangan maupun reputasi di mata dunia internasional. Fakta bahwa Rusia harus terus berinvestasi dalam teknologi sensor yang semakin kompleks hanya menggarisbawahi ketidakmampuan mereka untuk mengendalikan arus informasi di era digital. Apa yang seharusnya dilakukan adalah membuka akses terhadap informasi yang transparan, sehingga rakyat dapat memahami situasi yang sebenarnya dan mendukung langkah-langkah yang diambil pemerintah berdasarkan pengetahuan yang tepat, bukan berdasarkan propaganda yang disajikan secara sepihak. 

Dalam era perkembangan teknologi yang terus bergerak dengan kecepatan kilat, masalah keamanan dan privasi menjadi perhatian yang sangat penting. Semakin banyak orang yang tanpa sadar meninggalkan jejak digital yang berisiko, seperti informasi kartu kredit atau bahkan identitas pribadi mereka yang dapat dicuri. Di sinilah VPN (Virtual Private Network) menjadi sangat penting, berfungsi sebagai tameng untuk melindungi privasi digital pengguna. VPN memberikan enkripsi data dan menyamarkan alamat IP pengguna, sehingga memungkinkan mereka untuk mengakses internet dengan lebih aman, tanpa khawatir akan peretasan atau pemantauan oleh pihak ketiga, termasuk pemerintah. 

Statistik terbaru menunjukkan bahwa industri VPN akan bernilai sekitar $107,06 miliar pada tahun 2027, mencerminkan pertumbuhan pesat dalam adopsi teknologi ini di seluruh dunia. Saat ini, 31% dari semua pengguna internet global menggunakan layanan VPN, dengan Indonesia mencatat tingkat penetrasi VPN tertinggi di dunia, yakni 61% dari total pengguna internet. Di Amerika Serikat, 68% orang dewasa menggunakan VPN untuk melindungi privasi mereka. Lebih menarik lagi, generasi yang paling banyak menggunakan VPN adalah Gen Z, yang mencakup 39% dari total pengguna VPN. 

Alasan utama orang menggunakan VPN adalah demi keamanan, di mana mereka merasa lebih aman dalam menjaga privasi data mereka saat online. Selain itu, kecepatan menjadi fitur yang paling penting bagi rata-rata pengguna VPN, menunjukkan bahwa masyarakat semakin sadar akan perlunya mengakses informasi dengan cepat sekaligus aman. Namun, dengan semakin banyaknya serangan siber dan pelanggaran data yang semakin mahal, rata-rata biaya pelanggaran data di berbagai industri mencapai sekitar $4 juta. Angka ini menggambarkan betapa krusialnya melindungi data digital di tengah ancaman yang terus berkembang. 

Kesimpulannya, Rusia telah mengalihkan fokus anggaran negaranya untuk memperkuat infrastruktur sensor internet guna memblokir akses terhadap VPN dan media non-propaganda. Dengan investasi besar sebesar 60 miliar rubel dalam lima tahun ke depan, pemerintah berupaya membatasi warganya dari informasi yang akurat dan objektif, dengan tujuan menjaga kontrol penuh atas arus informasi. Namun, upaya ini justru mendorong penggunaan VPN semakin meningkat, yang mencerminkan ketidakberhasilan sensor pemerintah dalam menghentikan akses ke informasi yang diblokir. 

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline