Lihat ke Halaman Asli

Iwan Murtiono

Google-YouTube project contractor

Emosi dan Ambisi Mengalahkan Rasional Bisnis Elon Musk

Diperbarui: 7 September 2024   00:41

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Musk Halloween costume/nz.news.yahoo

Disrupsi Kontrol Emosi dan Ambisi Kebablasan Elon Musk Bisa Merugikan Bisnis

Pola pikir Elon Musk yang mudah berubah, terutama dalam dukungannya terhadap ide-ide radikal sayap kanan, mencerminkan perilaku impulsif dan kecenderungan narsistik yang berakar pada kebutuhan akan kontrol dan dominasi. Analisis psikologis terhadap tindakannya menunjukkan bahwa Musk sering kali mengambil sikap provokatif dan tidak mempertimbangkan dampak jangka panjang dari pandangannya, terutama saat menyentuh topik sensitif. Ungkapan-ungkapan yang diekspresikan di platform X (sebelumnya Twitter) memberi wawasan tentang bagaimana ia berinteraksi dengan ide-ide kontroversial dan ekstremis, termasuk pujiannya terhadap maskulinitas beracun dan sikap merendahkan terhadap mereka yang tidak sesuai dengan gagasan kekuatan menurutnya.

Kecenderungannya untuk memperkuat retorika eksklusif ini menunjukkan pengabaian terhadap norma-norma diskusi yang penuh rasa hormat dalam masyarakat terbuka. Musk tidak hanya menormalkan ideologi-ideologi ini, tetapi juga berisiko merusak kohesi sosial dan standar etika. Tindakannya mengungkapkan prioritas terhadap sikap yang memancing kontroversi, alih-alih komunikasi yang bijaksana dan terukur, terutama ketika pandangannya sejalan dengan agenda sayap kanan ekstrem.

  1. Perilaku Impulsif dan Sifat Volatile Elon Musk dikenal karena perilaku impulsifnya di media sosial. Dalam sebuah wawancara, dia pernah mengungkapkan bahwa dirinya cenderung bertindak secara impulsif: "I do things impulsively. I don't really have a process." Hal ini menggambarkan bahwa dia sering mengambil keputusan dan membuat pernyataan tanpa berpikir panjang atau mempertimbangkan dampak jangka panjangnya. Ini sejalan dengan dukungannya terhadap ide-ide yang kontroversial, seperti pandangan bahwa hanya pria "berstatus tinggi" yang seharusnya mengelola masyarakat, sebuah gagasan yang muncul dari komunitas alt-right dan mengesampingkan kelompok lain.

  2. Narcissism dan Kebutuhan Validasi Musk menunjukkan ciri-ciri narsistik yang kuat, yang sering kali diwujudkan dalam bentuk keinginan untuk mendapat perhatian dan pengakuan. Narcissism sering dikaitkan dengan keyakinan bahwa individu memiliki keunggulan yang melekat dan hak untuk memimpin. Misalnya, dukungannya terhadap ide bahwa "alpha males" atau pria berstatus tinggi yang memiliki tingkat testosteron tinggi lebih unggul dalam membuat keputusan politik menunjukkan kecenderungan ini. Dalam sebuah diskusi di X, Musk merespon sebuah teori tentang "high testosterone alpha males" dengan mengatakan "interesting observation", menunjukkan ketertarikannya pada gagasan ini karena mungkin memperkuat citranya sebagai pemimpin superior yang mampu memikirkan secara bebas dan mengambil keputusan secara efektif.

  3. Kebutuhan akan Kontrol dan Hegemoni Dorongan Musk untuk mendukung pandangan radikal kanan mungkin berasal dari keyakinannya akan perlunya tatanan hierarkis di masyarakat yang memberdayakan kelompok "terpilih" yang dia lihat sebagai inovator atau pemimpin alami. Ini bisa dilihat dari pernyataannya mengenai pentingnya "high-status males" untuk menjalankan Republik yang bebas dari pengaruh demokrasi konsensus. Hal ini mencerminkan pandangan anti-demokratis dan otoritarian yang sering dijumpai dalam narasi alt-right, yang mempromosikan elitisme dan eksklusivitas dalam pengambilan keputusan.

  4. Rejection of Social Norms (Penolakan terhadap Norma Sosial) Musk kerap menolak norma-norma sosial yang ada, yang sering diartikulasikan sebagai "free speech absolutism", meskipun banyak dari pernyataannya justru melanggar norma-norma sosial dasar tentang kesopanan dan rasa hormat. Misalnya, ketika Musk mempromosikan wawancara Tucker Carlson dengan individu yang meminimalkan Holocaust, dia kemudian menghapus cuitan tersebut setelah mendapat reaksi negatif. Ini menunjukkan pola di mana dia sering kali menguji batas-batas sosial hanya untuk kemudian menarik kembali atau merevisi ketika tekanan publik terlalu besar, tetapi tetap tidak berubah secara fundamental.

  5. Learning from Mistakes (Adakah Pembelajaran?) Mengingat pola pikir Musk yang sering mendukung gagasan radikal, masih ada ruang untuk perbaikan. Salah satu cara dia dapat belajar adalah dengan lebih menghargai tanggung jawab yang datang dengan platformnya. Karena ia memiliki pengaruh besar terhadap jutaan pengikut, penting baginya untuk memahami konsekuensi sosial dan etika dari pesannya. Psikolog sosial menyebut fenomena ini sebagai "responsibility amplification", di mana individu berpengaruh memiliki tanggung jawab lebih besar untuk mempertimbangkan dampak pernyataan mereka.
    Poin Pembelajaran Potensial:


    • Empati dan Kesadaran Sosial: Mengadopsi pendekatan yang lebih empatik terhadap diskusi sosial dapat membantu Musk dalam menyeimbangkan pandangan individualistis dan tanggung jawab sosialnya. Ini akan membawanya untuk lebih mempertimbangkan bagaimana komentar dan dukungannya terhadap ide-ide ekstremis berdampak pada kelompok minoritas dan struktur masyarakat terbuka.

    • Pengendalian Impulsif: Musk bisa lebih baik dalam mengendalikan impulsivitasnya, dengan mempraktikkan refleksi sebelum bertindak di ruang publik. Hal ini akan memungkinkan dia untuk membuat pernyataan yang lebih bijaksana dan menghindari kontroversi yang tidak perlu.

    • Konsistensi dalam Kebebasan Berbicara: Jika Musk ingin mendukung kebebasan berbicara, dia bisa memperdalam pemahaman tentang kebebasan ini dalam konteks demokrasi yang sehat, di mana kebebasan berbicara harus seimbang dengan tanggung jawab sosial dan menghormati batas-batas etika.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline