Lihat ke Halaman Asli

Iwan Murtiono

Google-YouTube project contractor

Menilai Karakter Elon Musk dari Afiliasi Politik & Kebebasan Berekspresinya

Diperbarui: 21 Agustus 2024   02:29

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

futurism.com/transplantasi neuralink di otak

Kepemilikan perusahaan sosial media platform X milik Elon Musk (sebelumnya dikenal sebagai Twitter) didorong dengan ambisi keviralannya. Sejak itu banyak orang yang tertarik perhatiannya karena ketersimanya dengan trend teknologi ala Elon. 

Sekarang ini mulai dilakukan perubahan besar besaran untuk menyelaraskan dengan pandangan konservatifnya, sehingga perubahan ini tidak atau belum bisa diterima oleh generasi muda, sehingga mereka berpindah dari X dan mereka bersama platform progresif mulai  mendorong percakapan dengan agenda progresif di platform lain, membentuk diskusi masa depan tentang ras, gender, dan inklusi. 

Keterlibatan politik Elon Musk dan tindakan publiknya mencerminkan motivasi yang kompleks. Banyak kasus Elon sepertinya bukan sekadar membangun platform yang selaras dengan nilai-nilai golongan Kristen pria berkulit putih, walaupun lebih banyak memberikan akses kepada golongan ini. 

Sudah lama Musk telah mengkritik Presiden Biden dan Partai Demokrat, terutama terkait dukungan mereka terhadap serikat pekerja (khususnya industri otomotif), tindakannya tampaknya lebih didorong oleh ideologi libertarian dan pro-bisnis. Sikap vokal Musk terhadap isu-isu seperti kebebasan berbicara dan regulasi pemerintah, serta oposisi terhadap beberapa kebijakan Demokrat, kemungkinan besar berakar pada kepentingan bisnis dan keyakinan pribadinya, bukan karena alasan warisan budaya.

Perhitungan dagang Elon yang kurang bijaksana terbukti dari kurang diperhitungkan dengan matang apa yang diisyaratkan tentang anti labor union atau lebih tepatnya anti united auto worker union. Dalam perhitungannya hanya ada satu faktor atau variabel saja yaitu labor union sebagai pengganggu aktivitas bisnisnya, padahal bentukan labor union pabrik Tesla yang dimilikinya yang mendorong Biden dan partai Demokrat untuk memberikan subsidi mobil elektroniknya selama 11 tahun sejak 2012. 

Dan total subsidi yang diterima semua perusahaan Elon sebesar $8.1 juta untuk Tesla dan SpaceX. Belum Tesla pada Januari 2010 menerima pinjaman sangat lunak dari departemen energi sebesar $465 juta. Masih ada lagi, yaitu ditambah lagi kredit pajak jual beli sebesar $3.4 miliar. Sekarang kalau kita berhitung dengan berapa ongkos serikat pekerja mobil di pabrik Tesla yang diambil dari iuran karyawan? Jadi seberapa cerdik cara memperhitungkan semua ini ke dalam keputusan bisnis Elon? 

Jadi rasanya aneh kalau Elon setelah 11 tahun menikmati subsidi dari pemerintahan partai Demokrat, sekarang berbalik berafiliasi ke partai Republik. Ini menunjukkan sifat Elon yang suka menggunakan emosi yang suka berubah ubah atau ingin kelihatan bingung dan ingin serupa dengan Trump yang juga kelihatan bingung tergantung pada angin yang berhembus. Sejumlah 35% penduduk AS senang dengan model idola yang bingung seperti mereka, atau kelihatan seperti orang biasa dan sepertinya bukan orang elit, padahal mereka adalah orang super elit, yang berkamuflase atau superficial.

Pendekatan Elon Musk terhadap kebebasan berbicara, terutama di platform X, telah menjadi kontroversial. Para kritikus berpendapat bahwa pendekatannya tampak selektif, memungkinkan konten berbahaya, termasuk misinformasi, teori konspirasi, dan bahkan retorika kekerasan, untuk menyebar. Musk menggambarkan kebijakannya sebagai upaya untuk mempromosikan kebebasan berbicara, tetapi keputusannya memicu perdebatan tentang apakah itu justru memungkinkan konten berbahaya berkembang. 

Pendekatan selektif ini sering kali dilihat sebagai upaya untuk mengutamakan metrik keterlibatan di atas peran platform dalam menekan narasi berbahaya, yang menimbulkan kekhawatiran di kalangan banyak pengamat. Sikap Musk tentang kebebasan berbicara di X memang telah dikritik karena lebih memprioritaskan keterlibatan pengguna daripada keselamatan. Membiarkan narasi berbahaya berkembang dengan dalih kebebasan berbicara menimbulkan pertanyaan tentang tanggung jawabnya dalam mengendalikan konten yang berbahaya. 

Pemberontakan di Gedung Capitol pada 6 Januari adalah contoh bagaimana misinformasi dan retorika kekerasan yang tidak terkendali dapat merusak demokrasi. Para kritikus berpendapat bahwa platform seperti X seharusnya memainkan peran yang lebih aktif dalam mengurangi dampak buruk, bukan hanya memaksimalkan keterlibatan pengguna, terutama mengingat konsekuensi nyata dari hasutan online.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline