Lihat ke Halaman Asli

Iwan Murtiono

Google-YouTube project contractor

Hubungan Politik Panas Dingin AS dengan Tiongkok

Diperbarui: 5 Juli 2024   03:26

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

CNBC news

Hubungan antara Tiongkok dan A.S. telah mengalami pasang surut yang signifikan, ditandai dengan periode kerja sama dan ketegangan yang meningkat, dibentuk oleh tindakan militer strategis, kebijakan ekonomi, dan keterlibatan diplomatik selama beberapa dekade. Berikut adalah catatan kronologis untuk menggambarkan kompleksitas dalam membangun hubungan cinta dan benci ini.

Narasi Hubungan China dan Amerika Serikat

1970-an: Awal Hubungan Baik

Pada tahun 1976, strategi militer Deng Xiaoping ditandai dengan pendekatan yang hati-hati, karena masih memandang AS sebagai musuh. Dan pada tahun 1979, Deng Xiaoping mengunjungi Presiden Jimmy Carter dan menandatangani beberapa perjanjian penting. Deng berbicara tentang situasi geopolitik di Asia, mengkritik hubungan Soviet dengan Vietnam, dan mencari dukungan AS untuk mencegah intervensi Soviet selama serangan China terhadap Vietnam. Kunjungan ini menandai sejarah China mulai membuka pintu bagi pertukaran dan kerja sama dengan AS.  Ini adalah strategi Deng yang lebih luas bertujuan untuk memodernisasi ekonomi China dengan belajar dari kemajuan industri dan teknologi global Amerika, meskipun ada ketegangan yang mendasarinya. Semua ini dilakukan setelah melihat di seberang perbatasan terjadi perkembangan industri yang cepat dari Korea Selatan dan Jepang, yang masing masing mendapatkan  akses yang luas ke pasar AS. Sehingga, lebih baik terlambat daripada tidak mengambil kesempatan dan memanfaatkan momen untuk maju bersama dengan tetangganya dalam hal kerjasama modernisasi teknologi, ekonomi dan pertahanan dengan AS. Jadi Deng Xiao Ping adalah pahlawan pendobrak dari semua kemajuan partner industri global China dan Amerika saat ini. Pada kunjungan itu dibahas beragam masalah yang rumit, seperti isu serius seperti hak asasi manusia dan kebijakan Satu Anak, tetapi juga meletakkan dasar bagi pertukaran diplomatik dan ekonomi di masa depan antara kedua negara. 

1980-an: Ketegangan Hubungan yang Meninggi

Kematian mantan pemimpin partai Komunis penggagas demokratisasi China, Hu Yaobang pada tahun 1989 memicu kerusuhan besar. Mahasiswa berunjuk rasa di Tiananmen Square, menuntut reformasi demokratis yang lebih terbuka. Pada tanggal 13 Mei 1989, beberapa mahasiswa memulai aksi mogok makan, menginspirasi protes di seluruh China. Protes ini berlangsung dari 15 April hingga 4 Juni 1989, dan menjadi respons terhadap batasan kebebasan politik di China serta masalah ekonomi yang terus berlanjut. Protes-protes ini merupakan tanggapan terhadap frustasi yang telah lama membara dengan pembatasan kebebasan politik di Tiongkok, serta masalah ekonomi yang sedang berlangsung.Pemerintah China melaporkan 241 kematian, tetapi jurnalis investigatif memperkirakan sekitar 10.000 korban jiwa. Ekses dari protes yang mematikan ini panjang, karena para pelarian politik di luar negeri, sampai sekarang masih menerima ancaman dan menghadapi repatriasi untuk menghadapi hukuman berat.

Ketegangan ini menyebabkan beberapa negara Barat memberlakukan sanksi ekonomi dan embargo senjata terhadap China. Presiden George H.W. Bush juga melarang pengiriman senjata dan menghentikan pembicaraan tingkat tinggi dengan pejabat China. Hal ini menunjukkan bahwa hubungan China-AS termasuk kerja sama militer dan bantuan senjata, semesra dengan Korea Selatan dan Jepang.

2000-an: Pemulihan Perdagangan Bebas

Pada tahun 2000, negara-negara Barat mulai terlibat lebih aktif dengan harapan pemulihan hubungan akan berefek pada demokratisasi China, liberalisasi ekonomi dan sosial untuk berkembang bersama-sama.  Presiden George W. Bush, yang memprioritaskan keuntungan bisnis, karena sesuai garis partai Republik yang mendahulukan ekonomi diatas kemanusiaan, harus cepat berperan penting dalam mendorong perdagangan bebas dengan China, terutama saat China akan bergabung dengan Organisasi Perdagangan Dunia (WTO). Dia percaya bahwa perdagangan bebas dengan China akan menguntungkan Amerika Serikat dalam jangka panjang. Walaupun ada hambatan awal setelah tragedi Tiananmen Square, perdagangan antara China, Amerika Serikat, dan negara-negara lain meningkat pesat di era ini.

2010: Konflik Laut China Selatan

Selama masa kepresidenannya, Barack Obama menghadapi tantangan sikap ambigu China terhadap Korea Utara dan klaim maritimnya yang tegas. Respons China terhadap tindakan agresif Korea Utara dianggap tidak tegas oleh AS, yang menyebabkan Obama langsung menghadapi Presiden China Hu Jintao selama KTT G7 pada tahun 2010. Obama juga harus menengahi ketegangan di Laut China Selatan, terutama selama Forum Regional ASEAN di Hanoi. Klaim teritorial luas China, yang bertentangan dengan Konvensi PBB tentang Hukum Laut, meningkat pada tahun 2011 dan 2012. Anggota ASEAN, termasuk Indonesia, menyatakan kekhawatiran signifikan tentang tindakan tegas China, seperti diplomasi senjata di dekat Kepulauan Natuna yang berada dalam Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) Indonesia.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline