Lihat ke Halaman Asli

Iwan Murtiono

Google-YouTube project contractor

Gagal Kuasai Natuna China Kena Karma, Tinggal 6 mil Green Barret Masuk China

Diperbarui: 30 Mei 2024   23:01

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Input sumber gambar CNN.com

Setelah China menjadi negara Super Power ke 2 di dunia dengan menggantikan posisi Rusia, yang sedang hancur hancuran. karena semua aparat sedang berlomba memundurkan negara, atau jibaku untuk harakiri dipimpin oleh Putin. Mulai dari serangan kolonisasi ceroboh ke Ukraina, yang menjadi  buffer zone antara EU vs Rusia. Alasan ekspansi ini sangat irasional karena wilayahnya sudah over kedodoran, membentang dari Asia sampai Eropa dan semua wilayahnya masih belum dieksploitasi, masak mau cari wilayah baru hanya untuk ditelantarkan, seperti wilayah Siberia? Kecuali hanya untuk mengembalikan sejarah emporium Tsar yang serba kelaparan? Ekspansi ini menyebabkan Rusia menghadapi konsekuensi sanksi terberat, dikucilkan dari peradaban dunia, atau menjadi pariah. Hingga terakhir dihadiahi surat "perintah penangkapan Putin" dari pengadilan internasional dengan putusan "pelanggaran kemanusiaan berat." Ditambah lagi dunia memberi ijin Ukraina untuk menyerang semua instalasi militer atau sumber minyak dana perang di dalam garis batas Rusia. 

Apakah ini yang akan ditiru mentah mentah oleh presiden China Xi Jinping yang sama sama sedang mengalami mimpi buruk ekspansi atau menggalang kerjasama ekspansi dengan semua negara totalitarian bertangan besi. Kalau kita bedah otak para pemimpin ekspansionis dan kolonialis baru ini, adalah sedang tidak bermimpi, melainkan sedang mengalami sindrom misinformasi-disinformasi dan propaganda yang makan tuannya sendiri. Bagaimana tidak, partai komunis China, FSB Russia, menteri penerangan Korea Utara yang mirip semua menteri penerangan di dunia seperti Harmoko dll yang hanya menggelorakan kepalsuan atau membangun propaganda kultus atau oligarki, supaya dapat terus memerintah dengan stabil dibawah oligarki atau sang pemimpin dear leader Kim Jong Un. 

Semua propaganda yang gencar dan selalut dimuat di semua media, lama kelamaan menjadi seperti kenyataan atau false truth. Alternate fact ini dibangun dengan canggih karena ada sekolahnya seperti FSB academy yang menciptakan "kebenaran" sangat surealis dan sangat meyakinkan dan ini memberondong kehidupan rakyatnya sejak bangun sampai mau tidur yang bahkan senang dan selalu ingin mendengarkan kebohongan yang makin cocok dan menyenangkan hati saja, tanpa ada gejolak pertentangan atau perbedaan pendapat, seperti permen narkoba layaknya. Termasuk presiden Xi Jinping juga senang yang asal bapak senang, karena kalau ada yng tidak disenangi. bisa hilang seperti Jack Ma, pemilik Alibaba dan siapapun yang berani memberikan informasi buruk. Diktator yang  totaliter ini juga mensyaratkan bahwa sepertinya dia adalah seolah olah pemimpin yang harus selalu mendapatkan hadiah atau penghargaan dan tropi seperti daerah koloni baru, karena kehebatannya yang menggelora tiada tara.

Model kepemimpinan yang totalitarian top down ini hanya mampu melihat semuanya dari kacamata keindahan dan kemasyuran namanya yang selalu diulang ulang anak buahnya, bahkan Donald Trump juga senang menjadi Xi atau Putin. Para pemimpin itu setelah jatuh tidak serta merta langsung dikeroyok rakyatnya dan dihabisi di tempat seperti Moammar Khadafi. Seperti Trump dan Xi adalah produk media yang dengan propagandanya bisa menancapkan pengaruh pada sekitar 50% rakyatnya yang menginginkan kembalinya "Jamanku Luwih Penak to?" (Jaman cuma penuh agitasi propaganda yang sama sekali tidak mengandung kebenaran). Bisa disimpulkan bahwa pemimpin propagandis akan selalu dapat melanggengkan pengaruhnya setidaknya sampai 2 generasi kalau pengikutnya masih selalu senang menggelorakan Jamanku Luwih Penak To, atau MAGA, Make America Great Again. Ini pola pola yang bahkan para ahli psikologi masa belum bisa membuka tali kusutnya. Ini juga sudah dimengerti oleh Xi Jinping dan makanya dia tidak akan stop bermain media propaganda partai komunisnya, dia selalu viral dan menjadi trending, dengan apapun topic ekspansi kapalnya ke Natuna atau ke Taiwan.

Kalau demikian, apakah mungkin menyadarkan Jinping untuk berhenti coba serang tetangganya atau berhenti berfikir mencaplok semua pulau yang menjadi obsesi, supaya menjadi pemimpin yang viral, untuk menjaga subscriber dan followernya? Dikalangan kreator konten kita cenderung ikuti aturan dan policy yang didiktekan oleh otoritas platform dan pengertian pegawai penilai platform. Misalnya ada konten yang disalah mengertikan karena ada di grey area sehingga kena blocked, sialnya jadi kreator konten yang "at the mercy of the platform worker", jadi kalau pegawai kantor platformnya pintar pasti tidak banyak blokiran, apalagi bahasanya asing, misalnya konten bahasa Indonesia dikerjakan oleh pegawai platform dari Malaysia yang fasihnya bahasa Hokkian yang dipakai di Malaysia atau di Medan Chinatown saja. Salah mengerti dan salah arti, bisa saja sembarang konten kena blocked. Lain dengan Trump, Putin dan Xi yang harus dipatuhi oleh Truth Social, Tiktok apapun konten tipu tipu nina bobo yang diungkapkan harus menjadi suatu kebenaran baru. Begitu juga dengan Twitter atau X yang selalu berusaha menggelorakan Elon Musk dan menutup kritik yang mungkin akan menyerangnya.  Jadi menurut kita tindakan aneh menyerang Indonesia di Natuna atau Taiwan dan Jepang adalah melanggar hukum internasional dan sepertinya melawan semua rakyat Indonesia?

Salah, tidak kalau dikatakan semua rakyat Indonesia, Filipina, Jepang, India atau Taiwan marah pada Xi. Mengapa tidak marah bahkan presidennya lucu, tidak mengungkapkan kemarahannya, cuma menghimbau janganlah mengeskalasi serangan lagi. Padahal sebagian kecil rakyat Indonesia sudah mulai berani maju dan berdiri di atas pulau Natuna, atau sebagian kecil nelayan sipil Vietnam, Filipina atau Jepang menghalangi kapal perang China dan kadang dikawal kapal perang pertahanan negara tersebut, lalu apa yang kemudian terjadi? Tidak ada apa apa atau menunggu insiden selanjutnya sajalah. Pernah Indonesia melawan dengan tindakan sepadan, menenggelamkan kapal kapal China drngan tidak pandang bulu, bak ratu Shima dari Kalingga yang membakar dan menenggelamkan semua pelanggar, dan hasilnya mentri ikan lautnya dicopot, pada hal sempat pula viral, tetapi ada konter dari menteri penerangan dan presiden yang memilih tidak membuat ulah terhadap negara investor dan pengirim tenaga kerja tukang sekop nikel dan paling berani hanya pura pura protes. Isyarat seperti ini semua sangat diketahui dan dimengerti dengan baik oleh Xi Jinping, dan pura pura bermain drama ekspansi pun diteruskan, siapa tahu benar benar akan diberi 1 atau 2 pulau oleh para presiden sebelah perbatasan.

China telah terlibat dalam sengketa teritorial dengan Filipina atas pulau-pulau di Laut China Selatan. Salah satu contoh penting adalah Pulau Thitu, yang oleh Filipina disebut sebagai Pag-asa, sementara Cina menyebutnya Zhongye. Pulau Thitu adalah bagian dari Kepulauan Spratly, sekelompok fitur daratan kecil di Laut Cina Selatan. Meskipun ukurannya kecil, Thitu memiliki kepentingan strategis karena lokasinya yang dekat dengan daerah penangkapan ikan yang kaya dan rute perdagangan maritim yang penting. Penggugat lain untuk Spratly termasuk Vietnam, Taiwan, dan Malaysia. Diantara semua negara itu hanya China yang menjadi pesaing teritorial utama. Klaim luas Beijing atas hampir semua Laut Cina Selatan dibatalkan oleh pengadilan yang didukung PBB di Den Haag pada tahun 2016, tetapi itu tidak menghentikan kapal-kapal Tiongkok menembakkan laser dan meriam air atau melakukan manuver jarak dekat dan blokade armada untuk menegaskan dominasi teritorial. 

Xi berekspansi hanya untuk mendapat dukungan penuh atau dapat jempol dari semua follower, seperti mengikuti cara Rusia berekspansi. Walau sepertinya China sedang memancing mancing reaksi militer musuh, bagaimana cara defensif  negara-negara yang berbatasan darat maupun laut dengan China. Ini juga untuk melihat adakah penentang yang setimpal yang mampu menahan ekspansinya di perbatasannya, seperti di Laut China Selatan. 

Bahkan berani menguji diri bagaimana militansi kekuatan militer dan kapal sipil nelayan China. Dalam rangka "testing the water" ini juga tidak segan segan sengaja menggunakan kekerasan sipil maupun  militer, jadi testing ini tidak hanya ngetes kecanggihan dan kedigdayaan pertahanan laut tetapi juga uji nyali seberapa jauh eskalasi dari kreativitas yang dilakukan nelayan dan angkatan lautnya. Juga selalu mencari kesempatan setiap saat kalau perlu ditingkatkan lagi tensinya setinggi mungkin, sampai mencapai tingkat sangat berbahaya sekalipun. Demikianpun masih tetap selalu diupayakan pembenarannya atau dapat dibenarkan secara hukum China. 

Walaupun sejauh ini tidak ada negara yang terlibat secara militer secara resmi melawan China, kecuali baku hantam antara pasukan perbatasan China dengan India. Atas masalah ini. Filipina sudah berulang kali menempuh jalur diplomatik untuk mengajukan nota keberatannya, termasuk memanggil duta besar China atas insiden tersebut (27/5/24). Pada hari Selasa ini (28/5/24) angkatan laut China bahkan mondar mandir mengelilingi pulau negara Taiwan yang dianggap sebagai the 10th dash line secara sepihak dalam rangka latihan perang militer untuk merebut kekuasaan, secara terang terangan. Bahkan disamping itu juga dikatakan alasannya sebagai hukuman karena melakukan pemilu presiden. 

Adakah negara yang benar benar tidak terima atas perlakuan sepihak yang jelas melanggar batas negara lain? Tidak ada, semuanya diam takut , kecuali hanya Amerika sendiri yang dengan tegas akan mempertahankan Taiwan kalau diserang. Ada yang tidak konsisten dengan pernyataan Kemenlu Indonesia tentang diplomasi dan kerjasama internasional, "Indonesia berperan dalam menjaga perdamaian dunia dengan berpartisipasi dalam operasi perdamaian PBB. Sebagai negara yang menganut prinsip netralitas, Indonesia telah mengirimkan pasukan perdamaian ke berbagai negara yang sedang dilanda konflik, seperti Lebanon, Sudan, dan Timor Leste. 

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline