Lihat ke Halaman Asli

Iwan Murtiono

Google-YouTube project contractor

Mahasiswa Amerika Pembela Utama Korban Gaza

Diperbarui: 26 Mei 2024   05:24

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pengamatan semua orang dari berita di TV, koran, radio, podcast dan media lainnya yang beredar di USA sepertinya tidak bisa dipungkiri lagi kekejaman perang dan banyaknya korban dumb bombs atau bom bego adalah suatu pelanggaran HAM berat yang memprihatinkan semua saksi dari streamline yang real time atau siaran live stream. 

Bentuk kekerasan macam apa ini, yang tidak pernah berhenti dilakukan oleh tentara atas perintah Netanyahu, PM Israel. Begitu dahsyatnya bom bego yang gagal menyasar target Hamas dan malah memusnahkan kehidupan masyarakat sipil Gaza, manuai hujan kritikan dan pelaknatan diseluruh dunia, terutama di negara pengkonsumsi media sosial terbesar yaitu Amerika. 

Exposure orang Amerika terhadap media sosial yang berlebihan membuat mereka semua dengan sadar menyaksikan di layar handphone mereka secara 1080, 4K hingga 8K, jadi jelas sekali bukti kesadisan terhadap orang sipil di gaza dalam skala per pixel, tanpa pengaburan atau usaha pengeditan atau rekayasa. Pertama, memang banyak yang ragu dan bimbang, apakah semuanya itu direkayasa oleh Rusia, Korut, Iran atau China? Mengingat mereka selalu mencoba memprovokasi dan mempropagandakan kekacauan dunia dan berharap keadaan ikut menjadi kacau seperti di negara mereka sendiri. 

Mereka menjadi iri terhadap kemajuan dan demokrasi di Amerika yang sangat menjamin free speech atau bebas bicara, tidak seperti di negara mereka yang serba tidak boleh, serba ditangkap, dihilangkan, dipenjara dan dibunuh. Bukan berarti di Amerika demokrasi adalah harga mati, karena mereka yang suka menjadi diktator, fascist, oligarki atau otoriter juga sama sama menggunakan pengeras suara demokrasi supaya paham anti demokrasi ini bisa menang dan merubahnya menjadi anti demokrasi. Para penggagas dan penikmat demokrasi juga selalu berjuang mati matian untuk mempertahankan kebebasan bicara ini tidak dirampas, sampai bahkan perjuangan mereka habis habisan. Atau demokrasi hanya bisa diperjuangkan atau kalau tidak akan lenyap seketika.

Bagaimana sebagai eks mahasiswa yang menyaksikan protes dan demo di setiap kampus di USA adalah sangat mengejutkan. Kita mau berpikir bahwa mahasiswa internasional di USA adalah kaum next kolonialis atau pembela Super Power atau polisi dunia. T

ernyata salah, gerakan mahasiswa ini adalah sangan massal dengan militansi tinggi setara dengan protes demo anti perang Vietnam dengan segala macam alat bertahan dan konter aksi dari kepolisian, dimanapun kampus mereka berada, bahkan sebagian besar juga berasal dari kampus di negara bagian Republican yang terkenal lebih condong ke pergerakan evangelist yang sangat anti minoritas, anti imigran, anti hak tubuh atau perut wanita. 

Berita demo massal mahasiswa se-Amerika ini kelihatan begitu sangat militan, karena bisa bertahan sampai sekarang sejak Maret kemarin. Bagi kita, langsung berfikir, siapakah cukong nasi bungkusnya? Rupanya mereka demo murni dan publik di USA tidak ada satupun yang nuduh siapa yang bikin proyek demo ini? 

Yang mengejutkan dalam semua event Graduation atau upacara wisuda Sarjana selalu ada beberapa dari mereka yang membentangkan bendera Palestina, bahkan seperti pada graduation dari University of Texas di Austin ada momen pembentangan bendera Palestina tiap 30 minit satu dari mereka membawa bendera yang dikeluarkan dari dalam baju wisuda yang hitam warnanya, sangat kreatif. Bahkan mereka bisa mengatur strategi dan mengakali sampai di akhir wisudaan, "ditutup dengan pembentangan bendera Palestina. Ternyata dia adalah orang kulit putih dari fakultas Computer Science. 

Banyak sekali para mahasiswa kulit putih yang tidak terkena polusi oleh faham atau partai afiliasi para orang tua mereka. Mereka semua dari generasi handphone atau generasi transisi menuju quantum leap era, yang tidak bisa lepas dari handphone atau media swipe. Sangat mengejutkan dan tidak terpikir untuk saya yang pernah kuliah di UGM, kalau saya atau ada satu dari kita berbuat yang sama waktu pada saat upacara wisuda? Apakah kita dulu masih sangat selfish, atau ego kita sangat tinggi dan hanya mau wisudaan saja tanpa multitasking atau mengorbankan surat kesarjanaan kita, atau sekarang masih demikianlah adanya? 

Di Amerika sangat kelihatan cara mengutamakan freedom of expression yang tidak dilarang sama sekali, bahkan ada kurang lebih 6 kali dipertontonkan kesungguhan membela korban perang di Gaza, atau sekali pembentangan bendera setiap 20 menit sekali. Dan pembentangan bendera Palestina diusahakan pada saat penutupan, atau terakhir. 

Bahkan menjadi berlebihan sampai waktu pembentangan bendera sudah melebihi batas toleransi free speech yang dijamin dari the First Amendment. Atau begitu lamanya ditunggu atau melebihi 5 menit pembentangan benderanyai, baru security mulai mengajak mahasiswa kulit putih itu pergi tanpa kekerasan. 

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline