Lihat ke Halaman Asli

Pemkot Bandarlampung Abaikan Surat Edaran Mendagri

Diperbarui: 24 Juni 2015   02:53

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pemerintah Kota Bandarlampung seharusnya tidak bisa semena-mena  dalam menerapkan aturan kepada masyarakatnya, terutama dalam mencari pendapatan asli daerah (PAD). Pemkot harusnya juga mempertimbangkan beberapa aspek lainnya agar aturan yang diterapkan tidak menyakiti hati rakyatnya.

Selama ini pemerintahan yang dipimpin oleh Walikota Bandarlampung, Herman HN, menggunakan Peraturan Walikota (Perwali) Nomor 96 A Tahun 2012 tentang Tata Cara dan Persyaratan Penetapan Kewajiban atas Pemegang HGB di Atas Tanah Pengelolaan Lahan Pemerintah Kota Bandarlampung sebagai landasan hukum dalam menarik retribusi kepada pemilik Hak Guna Bangunan (HGB) di atas tanah Hak Pengelolaan Lahan (HPL) yang masa berlakunya sudah habis. Dengan keluarnya Surat Edaran (SE) Mendari No: 188.34/8880/ SJ, tentang Tertib Perancangan dan Penetapan Peraturan Daerah yang membatalkan Perwali tersebut, seharusnya pemkot menghentikan penarikan retribusi kepada pemilik HGB dan HPL yang habis masa berlakunya.

Akan tetapi, Pemkot Bandarlampung tidak peduli peningkatan pendapatan asli daerah (PAD menabrak aturan yang lebih tinggi. Pemkot tetap akan menarik retribusi HGB dan HPL meskipun dasar hukumnya telah dianulir oleh Mendagri.

Kepala Bagian (Kabag) Pemerintah Kota Bandarlampung, Sahriwansyah mengatakan, meskipun Surat Edaran (SE) Mendari No: 188.34/8880/ SJ, tentang Tertib Perancangan dan Penetapan Peraturan Daerah membatalkan Peraturan Walikota (Perwali) No: 96 A Tahun 2012 tentang Tata Cara dan Persyaratan Penetapan Kewajiban atas Pemegang HGB di Atas Tanah Pengelolaan Lahan Pemerintah Kota Bandarlampung, Pemkot tetap akan memberlakukan penarikan retribusi Hak Guna Bangunan (HGB) diatas Hak Penglolaan (HPL) yang habis masa berlakunya. "Kalau masa berlaku HGB-nya habis, ruko itu beralih milik Pemkot. Jadi kalau pemilik ruko mau mengajukan perpanjangan HGB, mereka harus membayar kewajiban yang sudah ditentukan oleh Pemkot," kata Sahriwansyah kepada sejumlah wartawan di ruang Pers Room Pemkot Bandarlampung, Minggu (12/1).

Sahriwanysah menambahkan, dasar hukum kewajiban membayar HGB, tertuang dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 40 Tahun 1996 tentang Hak Pakai, Hak guna dan Hak Bangunan. Dalam Pasal 35 disebutkan, bahwa terdapat 3 jenis yang menyebabkan hapusnya HGB, yakni berakhir jangka waktu sesuai dengan keputusannya, dibatalkan oleh pemegang pejabat yang berwenang tanpa proses pengadilan, dan dibatalkan karena tidak dipenuhinya kewajiban. "Karena HGB mereka telah habis dan mereka tidak memenuhi kewajiban sesuai dengan PP tersebut, maka kami mengajukan surat peringatan supaya mereka memperpanjang HGB-nya. Itu yang menjadi dasar kami menarik kewajiban HGB," ujar dia.

Anggota DPRD Provinsi Lampung, Hartarto Lojaya di situs resminya mengatakan, SE Mendagri No: 188.34/8880/ SJ tertanggal 20 Desember 2013 telah membatalkan Perwali tersebut. Seharusnya, pemkot segera menindaklanjuti pembatalan perwali tersebut. “Dasar pemkot menarik HGB diatas HPL apa? Sedangkan Perwali No. 98A/2012 sudah dibatalkan oleh Mendagri. Jadi, tidak ada aturan yang mengatakan penarikan HGB diatas HPL!” kata Hartarto Lojaya.

Menurut Hartarto, berdasarkan hasil kajian tim Kemendagri, Perwali No.96A/2012 pasal 3 dan 4 ayat 1 bertentangan dengan perundang-undangan yang lebih tinggi, yaitu Pasal 33 ayat (5) Permendagri No: 17/2007 tentang Pedoman Teknis Pengelolaan Barang Milik Daerah. "Dalam upaya mengingatkan PAD, daerah dilarang menetapkan peraturan tentang pendapatan yang menyebabkan ekonomi biaya tinggi. Hasil penarikan retribusi oleh Pemkot harus segera dikembalikan pemilik ruko karena peraturan walikota sudah dibatalkan Mendagri dan tidak mendasar,“ ujar dia.

Selain itu kata dia, Pasal 3 dan 4 ayat (1) perwali itu juga bertentangan dengan Pasal 7 huruf a UU No: 33/2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah. Dalam upaya meningkatkan PAD daerah daerah dilarang menetapkan perda tentang pendapatan yang menyebabkan ekonomi biaya tinggi. “Surat Mendagri itu meminta kepada kepala daerah untuk menyesuaikan perwali yang dimaksud dengan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi. Surat itu langsung ditandatangani Mendagri, Gamawan Fauzi, “ tandasnya.




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline