Lihat ke Halaman Asli

Yang Dimaksud Adalah Pemimpin Nonmuslim yang Fasiq

Diperbarui: 25 Juni 2015   01:16

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Filsafat. Sumber ilustrasi: PEXELS/Wirestock

Saya awali tulisan ini dengan firman Allah yang artinya:

"Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengambil orang-orang Yahudi dan Nasrani menjadi awliya'; sebagian mereka adalah awliya' bagi sebagian yang lain. Barangsiapa diantara kamu mengambil mereka menjadi awliya' , maka sesungguhnya orang itu termasuk golongan mereka. Sesungguhnya Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang zalim." Al-Maidah:51


Ayat ini sering dijadikan 'senjata' oleh seseorang untuk melawan lawan politiknya. Karena ayat ini kebanyakan diterjemahkan sebagai ayat 'pemerintahan'. Kata "awliya'" versi terjemahan DEPARTEMEN AGAMA adalah 'pemimpin-pemimpin'. Tentunya itu kurang tepat. Karena kata awliya jama' dari kata wali bermakna 'dekat'. Ayah sebagai wali anak perempuannya karena ayah 'dekat' padanya. Orang yang tekun ibadah dan dekat dengan Tuhan disebut 'wali'. Kalau kata awliya' disini diterjemahkan 'pemimpin' maka ia adalah pemimpin yang dekat dengan rakyatnya dan rakyat dekat dengannya. Tapi, apakah maksud ayat ini dengan kata 'pemimpin' begitu? Jika kita mau menengok ayat sebelumnya, tidak hanya potong ayat., maka kita akan mengetahui bahwa kaum Yahudi dan Nasrani yang dimaksud adalah kaum yang mengikuti hukum jahiliah, berbuat fasik, tidak mengikuti jalan Tuhan.

Akan tetapi, kebanyakan ulama’-ulama’ sekarang menerjemahkan (kalau bukan dikatakan menafsirkan) kata awliya’ dengan ‘pemimpin’. Jadi, yang dimaksud disini adalah pemimpin yang non-muslim . Maka, kemudian muncullah fatwa yang menyatakan orang Islam haram mengangkat atau memilih pemimpin yang non-muslim (mereka lebih memilih kata-kata ‘kafir’).

Jadi, jika kita mengacu pada makna sebelumnya dan membaca ayat sebelum ayat ini, maka yang dimaksud pemimpin-pemimpin (awliya’) adalah pemimpin yang berbuat fasik dan tidak mengikuti jalan Tuhan. Jika ada non-Muslim yang bersifat seperti itu, jangan dijadikan 'awliya'' atau 'teman dekat'. Jika, non-muslim memberikan kenyamanan kepada muslim, maka bisa dan boleh dijadikan 'teman dekat'(atau istilah pemerintahannya 'pemimpin') karena ada qoidah, tashoruful imam 'alal ro'iyyyah manutun bil maslahah. Kebijakan pemimpin atas rakyat adalah berdasarkan kemaslahatan. Sehingga Allah mungkasi ayat ini dengan kalimat, Sesungguhnya Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang zalim. Jadi, pemimpin yang zalim yang dimaksud dalam ayat ini.




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline