Lihat ke Halaman Asli

Tanah Rakyat Bukan Tanah Taklukkan

Diperbarui: 24 Juni 2015   00:10

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pendahuluan

Dalam sejarah tanah di Indonesia tidak dikenal istilah Tanah Taklukkan (Agri Limitati/Lat), melainkan tanah adat atau tanah ulayat, tanah desa dan tanah yang diperoleh dari hibah dan tanah wakaf. Berbeda halnya dengan sejarah Romawi. Pada masa Romawi terjadi persaingan dan permusuhan antara kerajaan-kerajaan Romawi dengan kerajaan Yunani kuno. Sejarah Penaklukan ini sekaligus merubah sejarah hukum, sistem hukum dan hubungan negara dan warga negara di seluruh kekuasaan kekaisaran Romawi.Keberhasilan tentara Romawi menaklukkan kota-kota diluar Roma maka dibangunlan barak tentara, benteng hingga markas militer yang berfungsi untuk perlindungan keamanan dari serangan musuh. Tanah taklukkan inilah yang diadopsi dalam sistem hukum pertanahan di Eropatermasuk tentara Inggris (England) yang juga berhasil menaklukkan tanah-tanah diwilayah kekuasaan kerajaan Denmark dimasa lalu. Kini tanah-tanah Britania Raya hingga kewilayah Irlandia disebut sebagai tanah Taklukkan sehingga menggunakan sistem hukum yang sama dengan Roma.

Berbeda halnya dengan Indonesia karena ketika penjajahan Belanda khususnya VOC masuk ke Indonesia tidak ada pengakuan atas penaklukkan oleh VOC khususnya JP Coen saat menaklukkan Jakarta abad 17 tahun 1619. Proses peperangan dan perlawanan terus berlangsung sehingga kita mengenal sejumlah pahlawan yang gugur melawan Belanda sejak tahun 1619 saat JP Coen menguasai Jakarta. Klimaks perjuangan pahlawan kita akhirnya berbuah pada tanggal 17 Agustus 1945 ketika Proklamasi Kemerdekaan Negara Republik Indonesia dibacakan oleh Soekarno-Hatta.

Prosespembentukan Bangsa (nation building) dan konstruksi negara (state building) berlangsung dinamis dan belum selesai. Sejarah Rakyat Indonesia berjuang merebut kembali kedaulatan dan kemerdekaan sejatinya atas kesadaran kebangsaan dan keIndonesiaan. Jadi, Tanah Rakyatkembali kepangkuan Ibu Pertiwi atau Ibu Bumi. Dalam perkembangan selanjutnya laskar-laskar pejuang berubah peran dan tugas, maka diperlukan angkatan perang yang lebih kuat. Perkembangan sejarah dan pertarungan politik inilah maka lahirlah Tentara Rakyat Indonesia sebagai reformasi pertama angkatan bersenjata yang kemudian di era orde baru Soeharto dirubah kembali (reformasi) menjadi Angkatan Bersenjata Republik Indonesia (ABRI). Masa-masa kelam hubungan sipil-militer terjadi 32 tahun diera Soeharto karena setiap tuntutan pengembalian “tanah rakyat” selalu dituduh PKI atau onderbow komunis. Situasi dan kondisi inilah yang dimanfaatkan militer (ABRI) untuk merampas dan mencaplok tanah-tanah rakyat yang luasnya mencapai ratusan ribu hektar diseluruh Indonesia.

Tanah rakyat yang dirampas negara secara represif (otoriter) kemudian diperjualbelikan kepada pengusaha atau oknum tertentu yang memiliki kepentingan pribadi saat berkuasa. Contohnya, di kabupaten Bogor ratusan hektar tanah rakyat diambil paksa oleh perusahaan pengelola Kebun Binatang Taman Safari di Cibeureum Puncak Bogor. Ratusan hektar lainnya di Sukabumi (Taman Nasional Halimun), Cimacan-Cianjur (lapangan golf dan villa), Bandung, Purwakarta dan daerah strategis lainnya. Tanah-tanah ini juga banyak yang ditelantarkan, tidak produktif. Anehnya tanah-tanah yang telah menjadi milik negara sepertihutan konservasi, hutan lindung, hutan alam juga banyak diperjualbelikan dan disalahgunakan. Contohnya, sejumlah vila dan rumah mewah di Puncak, di Sukabumi adalah hutan lindung yang dicaplok menjadi vila. Setelah 32 tahun berkuasa, tepatnya 28 Mei 1998 kekuasaan Soeharto tumbang bersama seluruh kroni-kroninya.

Namun kekuasaan atas modal, uang dan pengalihan asset masih berlangsung hingga hari ini. Setelah 14 tahun reformasi seharusnya pemerintah pusat dan pemerintah daerah mewujudkan pemihakannya pada rakyat dan kepentingan rakyat. Salah satu wujud mendesak dan memiliki urgensi tinggi adalah segera keluarkan surat-surat Sertifikat tanah Rakyat yang tertahan oleh kepentingan tentara maupun korporasi dimasa lalu sehingga hubungan rakyat dengan tentara menjadi baik dan damai. Sesuai dengan semangat TNI manunggal dengan rakyat, maka sesungguhnya tidak ada persoalan yang tidak bisa diselesaikan jika ada kemauan yang tulus. Hubungan rakyat (sipil) dan tentara (militer) telah mewarnai hitam putihnya sejarah Indonesia. Saatnya kita bersatu untuk menjadi semakin kukuh dan kuat. Tentara berasal dari Rakyat, jadi Tentara Manuggal dengan Rakyat adalah Doktrin Sejatinya Tentara Indonesia.

Dimasa depan bentuk ancaman lebih banyak bersifat multidimensional, sementara fenomena perang modern berbasis teknologi canggih dan mengandalkan kekuatan armada udara (pesawat tempur) yang canggih. Jadi fokus reformasi TNI adalah pada kekuatan alat utama sistem pertahanan, perubahan doktrin, modernisasi moral prajurit menuju tentara professional. Fokus pada pertahanan akan membuat TNI berwibawa dan disegani musuh serta dicintai rakyat.

Terima kasih, bersambung...............................

Iwan Febryanto (Pengajar dan Konsultan)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline