Lihat ke Halaman Asli

Iwan Wibowo

Membaca Alkitab Membaca Dunia

Raport Kebangkitan Nasional Kita Hari ini

Diperbarui: 20 Mei 2017   09:40

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pesta demokrasi terjadi hampir tiap hari; di dunia bisnis ada Rapat Umum Pemegang Saham. Di ranah politik ada pembahasan dan pengesahan Undang-undang di gedung dewan; di lingkungan kita ada rapat warga, dll. Bersyukur di seminariku dulu ada RUA, Rapat Umum Anggota Senat Mahasiswa.  Di gereja? Ada rapat majelis, rapat komisi, dll.

Semua itu ada berawal pada peristiwa Kebangkitan Nasional, kawan. Ya, pada lahirnya Boedi Oetomo, tahun 1908 itu, kita berhutang. Kita bisa lakukan acara-acara hari ini merupakan buah dari peristiwa-peristiwa yang memuncak tgl 20 Mei seratus sembilan tahun yang lalu itu. Tahun itulah momentumnya, tertancapnya tonggak kebangkitan, benih kebebasan berorganisasi dan berdemokrasi di Republik ini, juga benih sinergi perjuangan segenap komponen anak bangsa yang sebelumnya berperang sendiri-sendiri. Mr. Oetomo telah melapangkan jalan demokrasi bagi kita. Kuharap dan kudoa yang sedang kita lakukan hari ini akan meratakan jalan yang lebih baik bagi generasi penerus negeri ini.

Layak kita terharu mengenang peristiwa itu, kawan. Betapa tidak, bisa dibilang itu moment peralihan bangsa kita masuki era yang lebih beradab; dari era perlawanan senjata ke era perlawanan politis, dari kultur adu otot ke kultur adu nalar. Tak ada alasan untuk tidak merasa berhutang dan bersyukur atas angkatan, atas pemimpin, dan atas tahun 1908 itu.

Seiring itu, pantas juga aku, kita, prihatin melihat bayi demokrasi di 1908 itu kini telah lewati masa usia kakek-kakek (109 th !) namun perilakunya bagai kakek yang childish, bahkan autis!. Pikirlah, masakan hari gini keputusan-keputusan (hukum, politik, ekonomi, sosial) penting bangsa ini masih saja sering hasil pemaksaan oleh individu/ kelompok/ ormas tertentu yang masih saja berjuang pake otot, pake batu, pake gebuk dan bakar. Masakah hari gini masih saja pemimpin dan tokoh massa yang malas berpikir, hanya suka mencapai tujuan pakai cara-cara tidak beradab: money-abuse , power abuse, bahkan [religion] spiritual abuse!

[Thanks to social media, kekanak-kanakan dan keautisan kita dalam berjuang memilih dan bermusyawarah ini dipertontonkan dengan vulgar ke seluruh pelosok negeri bahkan segenap penjuru bumi].

So, berapa grade , nilai kualitas demokrasi bangsa kita hari ini, level berapa sekarang kita ini dalam berjuang pakai otak, bukan pakai otot? Tetap di level elementary, intermediate atau sudah advanced? Kurasa jawabannya kita tahu sendiri!

Yang jelas aku tetap puas akan prosesnya, ada banyak suara, ada pro dan kontra, ada ide waras ada gagasan gila, setidaknya itu tanda minimal yang bisa kita pegang, bukti proses berkeputusan hari ini tak seperti lembaga yudikatif dan legislatif era Soeharto yang cuma seperti Paduan Suara. Terdengar dan tampak indah harmoni, namun faktanya secara de facto hukum dipasung dan demokrasi dikebiri.

Well, mari kita serius doakan dan terus nantikan membaiknya kualitas (baik secara teknik maupun etik) demokrasi bangsa kita ini, kawan.

Selamat buat para pejuang sejati demokrasi kita !!!

Makassar, Harkitnas 20 Mei 2017

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline