Lihat ke Halaman Asli

Tragisnya Kematian sang "Nabi" Palsu

Diperbarui: 24 Juni 2015   10:07

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Filsafat. Sumber ilustrasi: PEXELS/Wirestock

Mubahalah antara Mirza
dan Syekh Tsanaulloh
Mubahalah artinya: Memohon
keputusan Allah diantara dua orang
yang berseteru, biarlah Allah yang
MENGHUKUM LANGSUNG siapa
diantara mereka yang berdusta. Nabi
Muhammad pernah menantang para
Ahlul Kitab untuk ber MUBAHALAH,
namun mereka tidak berani
memenuhinya, sesuai firman Allah:
“…….Tsumma Nabtahil Fanaj’al
La’natallahi ‘Alal Kaadzibiin”=
“….kemudian mari kita ber
MUBAHALAH, biarlah Allah
menentukan Laknatnya agar
dijatuhkan pada mereka yang
berdusta” (Ali.Imron 61).
Adalah Asy-Syaikh Tsana`ullah Al-
Amru Tasri seorang ulama muslim
dari negeri India yang mengetahui
cerita dari Mirza Ghulam Ahmad.
Beliau termasuk salah seorang ulama’
yang paling menentang tegas dan
keras tentang keberadan nabi palsu
ini. Penolakan ini kemudian terdengar
di telinga sang nabi palsu tersebut.
Maka karena geram, Ghulam Ahmad
akhirnya mengeluarkan pernyataan
pada tanggal 15 April 1907 yang
ditujukan kepada Asy-Syaikh
Tsana`ullah.
Pernyataan tegas Ghulam
Ahmad tersebut berbunyi:
”Engkau selalu menyebutku di
majalahmu (‘Ahlu Hadits’) ini sebagai
orang terlaknat, pendusta,
pembohong, perusak… Maka aku
banyak tersakiti olehmu… Maka aku
berdoa, jika aku memang pendusta
dan pembohong sebagaimana engkau
sebutkan tentang aku di majalahmu,
maka aku akan binasa di masa
hidupmu. Karena aku tahu bahwa
umur pendusta dan perusak itu tidak
akan panjang… Tapi bila aku bukan
pendusta dan pembohong bahkan aku
mendapat kemuliaan dalam bentuk
bercakap dengan Allah, serta aku
adalah Al-Masih yang dijanjikan maka
aku berdoa agar kamu tidak selamat
dari akibat orang-orang pendusta
sesuai dengan sunnatullah.”
”Aku umumkan bahwa jika engkau
tidak mati dan tidak diadzab oleh
Allah semasa aku hidup, maka
berarti AKU BUKAN RASUL DARI
ALLAH…
”Aku berdoa kepada Allah, wahai
penolongku Yang Maha Melihat, Yang
Maha Kuasa, Yang Maha Berilmu,
Yang mengetahui rahasia qalbu, bila
aku ini adalah pendusta dan perusak
dalam pandangan-Mu dan aku
berdusta atas diri-Mu malam dan
siang hari, ya Allah, maka matikan aku
di masa hidup Ustadz Tsana`ullah.
Bahagiakan jamaahnya dengan
kematianku –Amin–. Wahai Allah, jika
aku benar dan Tsana`ullah di atas
kesalahan serta berdusta dalam
tuduhannya terhadapku, maka
matikan dia di masa hidupku dengan
penyakit-penyakit yang membinasakan
seperti tha’un dan kolera atau
penyakit-penyakit
selainnya….Akhirnya, aku berharap
dari Ustadz Tsana`ullah untuk
menyebarkan pernyataan ini di
majalahnya. Kemudian berilah catatan
kaki sekehendaknya. Keputusannya
sekarang di tangan Allah.”
(kutipan ini dicatat oleh Ash Shamad
al Mau’ud pada Tabligh Risalat juz 10
hal. 120)
Apa yang terjadi? Setelah berlalu
13 bulan 10 hari dari waktu itu,
justru Ghulam Ahmad yang
diserang ajal. Doanya menimpa
dirinya sendiri .
Anak Mirza Gulam Ahmad
yaitu Basyir Ahmad
menceritakan:
Ibuku mengabarkan kepadaku bahwa
Ghulam Ahmad pergi ke WC langsung
setelah makan, lalu tidur sejenak.
Setelah itu dia ke WC lagi. Maka dia
pergi ke sana 2 atau 3 kali tanpa
memberitahu aku. Kemudian dia
bangunkan aku, maka aku melihatnya
lemah sekali dan tidak mampu untuk
pergi ke ranjangnya. Oleh karenanya,
dia duduk di tempat tidurku. Mulailah
aku mengusapnya dan memijatnya.
Tak lama kemudian, ia pergi lagi ke
WC. Namun sekarang ia tidak dapat
pergi ke WC, karena itu dia buang
hajat di sisi tempat tidur dan ia
berbaring sejenak setelah buang
hajat. Kelemahan sudah mencapai
puncaknya, tapi masih saja hendak
buang air besar. Diapun buang
hajatnya, lalu dia muntah. Setelah
muntah, dia terlentang di atas
punggungnya, dan kepalanya
menimpa kayu dipan, maka
berubahlah keadaannya.”
(termaktub dalam risalah Siratul
Mahdi hal. 109 karya Basyir Ahmad)
Mertuanya juga
menerangkan:
“Malam ketika sakitnya Mirza Ghulam
Ahmad, aku tidur di kamarku. Ketika
sakitnya semakin parah, mereka
membangunkan aku dan aku melihat
rasa sakit yang dia derita. Dia katakan
kepadaku, ‘Aku terkena kolera.’
Kemudian tidak bicara lagi setelah itu
dengan kata yang jelas, sampai mati
pada hari berikutnya setelah jam 10
pagi.”
(termaktub dalam risalah Hayat
Nashir Rahim Ghulam Al-Qadiyani hal.
14)
Akhirnya Mirza Ghulam Ahmad, sang
nabi palsu, mati tanggal 26 Mei 1908
terkena wabah Kolera…….
Sementara Asy-Syaikh Tsana`ullah
tetap hidup setelah kematian Mirza
Ghulam Ahmad selama hampir 40
tahun. Allah Ta’ala Yang Maha
Berkuasa di atas segalanya. Maka
terkuak sudah tirai palsu sang
pendusta… ………….Subhanalloh!

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline