Lihat ke Halaman Asli

Mohamad Kurniawan

Wirausahawan sosial bidang pendidikan dan pengembangan sumber daya insani.

Opshop di Darwin, Barbeku di Temanggung

Diperbarui: 16 Maret 2017   06:00

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Suasana bazaar barbeku (foto koleksi pribadi)

                                                                                                      

Masih tentang Opshop. Dalam tulisan saya sebelumnya, ceritakan Opportunity Shop atau Opshop di Australia. Bagaimana aktivitas ini digerakkan, dikelola dan betapa opshop sudah menjadi sebuah aktivitas rutin dan masif di kalangan warga Australia. Bahkan sudah menjadi tradisi. Hal penting lain adalah nilai bisnisnya yang tidak bisa dipandang sebelah mata. Selain mengajak masyarakat untuk menyumbangkan barang-barang bekas pakainya (used goods), opshop juga mampu menjadi salah satu alternatif solusi memperoleh dana untuk kepentingan sosial. Inilah yang saya sebut dengan kreativitas sosial. Sebuah upaya kreatif yang bertujuan untuk memecahkan masalah-masalah sosial di lingkungan kita.

Saya dan keluarga pun punya pengalaman terlibat dalam aktivitas opshop ini. Bukan hanya sebagai pemburu barang-barang di opshop namun sebagai penyumbang barang sekaligus membantu pelaksanaannya. Kebetulan kami juga sedang berkeinginan untuk mengurangi isi gudang. KIpas angin, organ, alat-alat pancing, sepatu, tenda, peralatan dapur adalah beberapa barang yang bisa kami berikan.  Acaranya sendiri adalah perpaduan antara konsep garage sale dan opshop. Maksudnya barang-barang yang dijual berasal dari teman-teman kami sendiri, kemudian hasil penjualan barang-barang tersebut 100% kami gunakan untuk aktivitas sosial komunitas muslim Indonesia yang tinggal di Darwin. Lapak jualannya pun cukup digelar di halaman halaman rumah salah satu rekan dan hanya berlangsung sehari.

Gagasan opshop pun menggerakkan saya dan keluarga untuk mengadakan aktivitas serupa di Indonesia. Berangkat dari kegalauan kami setelah melihat betapa banyaknya barang-barang yang kami simpan dan kami tinggal di Jogja selama kami menetap di Darwin, Australia. Pakaian dua putri kami yang sudah barang tentu tidak cukup lagi dipakai, belum lagi baju-baju saya dan istri yang meskipun masih cukup tapi sudah out of datealias gak kekinian. Pun dengan peralatan dapur dan mainan anak-anak saya yang jumlahnya tidak sedikit.

Semula – seperti biasanya – kami berencana akan memberikan barang-barang tersebut ke orang-orang lain, membuangnya ke tukang loak, atau menyimpannya lagi. Berarti kami harus mencari orang-orang yang bisa dan mau kita beri. Too much hassle! Terlalu ribet. Akhirnya, istri saya mengusulkan untuk mencoba konsep jualan ala garage sale dan  opshop seperti yang biasa kami temui dan lakukan di Darwin.

Dimulailah proyek ini dengan memilih dan memilah barang-barang yang sudah tersimpan di rumah mertua saya selama 5 tahun. Banyak aneka rupa barang yang kami pilih untuk kami jual. Total mencapai 400-an items. Yang menggembirakan adalah orang tua, mertua saya dan sahabat saya pun ikut menyumbangkan barang bekas pakainya. Dan total terkumpul lebih dari 600 barang. Mulai dari pakaian, alat rumah tangga, mainan dan buku anak-anak, hingga majalah pertanian dan memasak.

Kami pun memutuskan untuk menggelar acara tersebut di Temanggung, Jawa Tengah pada akhir Februari lalu. Kebetulan akademi keperawatan yang saya dan keluarga kelola sedang mengadakan acara bazaar dalam rangka hari jadinya. Masuklah program opshop ini menjadi bagian dari acara ini. Kami sesuaikan namanya menjadi bazaar barbeku (barang bekas berkualitas). Sesuai dengan konsep opshop, maka kami pun menyumbangkan seluruh hasil penjualan barbeku ke sebuah masjid yang kebetulan sedang melaksanakan renovasi.

Sempat ada keraguan terhadap animo masyarakat untuk membeli barang-barang bekas pakai. Akankah warga sekitar lokasi bazaar tertarik untuk membeli barang bekas pakai? Mengingat mereka termasuk dalam golongan masyarakat yang mampu membeli barang-barang baru. Namun, tekad kami sudah bulat. Kami ingin mencoba konsep opshop ini di Indonesia. Anak saya yang duduk di kelas 3 SD pun bersemangat untuk menjual boneka-boneka mainannya dan dia pun kami ajari untuk menyumbangkan sebagian (tidak semuanya) hasil penjualannya. Dari sini dia bisa belajar bagaimana berjualan sekaligus berbagi.

Hasilnya sungguh di luar dugaan kami. Sejak dibuka jam 8 pagi animo pengunjung demikian luar biasa. Mereka tidak merasa ragu untuk membeli barang-barang bekas pakai. Pakaian, mainan, peralatan rumah tangga, tas, hingga majalah bekas pun sangat diminati.  Hingga acara selesai jam 12 siang, jumlah uang hasil penjualan yang disumbangkan mencapai 11 juta rupiah!

Pelajaran penting dari aktivitas bazaar ini adalah bahwa konsep opshop ternyata bisa diterima di Indonesia dan bisa menjadi alternatif solusi untuk mengumpulkan dana-dana sosial. Meskipun secara konsep bukan hal yang benar-benar baru di Indonesia, namun kita bisa belajar bagaimana opshop dikelola oleh lembaga-lembaga sosial dan komunitas di Australia.  Mulai dari bagaimana mengajak partisipasi masyarakat untuk menyumbangkan barang-barang bekas pakainya, mengelola proses penjualannya, menarik animo masyarakat untuk membeli, serta yang tak kalah penting adalah bagaimana menciptakan program sosial yang terpercaya dimana uang hasil penjualan barang-barang tersebut akan disalurkan.  

Kini, kami pun ketagihan untuk membuat bazaar-bazaar barbeku selanjutnya. Tak hanya di satu lokasi, namun akan kami coba berpindah-pindah. Sehingga makin banyak masyarakat yang merasakan manfaatnya. Baik mereka yang menyumbangkan barang-barang bekas pakainya, mereka yang membeli, maupun mereka yang mendapatkan manfaat sosial dari hasil penjualan barang-barangnya. Tertarik berpartisipasi?

Selamat belajar dan salam kemanusiaan!




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline