Lemari kecil di sisi belakang ruang kelas tujuh hampir saja meledak. Dipicu oleh dorongan dan pukulan keras yang berasal dari dalam. Pukulan yang tak ayal menimbulkan suara gaduh.
"Wooi buka!"
"Aku tak bisa bernafas, tahu!"
Pak Lathif yang ketika itu sedang berbicara di depan kelas terkaget-kaget. Perhatiannya seketika teralihkan. Ia bergegas menuju sumber suara.
"Ada apa ini?"
"Siapa di dalam?"
"Aku pak, Ezi. Riko tadi menyeret aku!"
Pak Lathif segera membuka pintu lemari dengan kunci yang masih menempel. Tangannya dengan cekatan mengeluarkan Ezi. Tubuh anak itu yang terbilang kecil tak menyulitkanya. Ezi tampak lemas. Tetesan keringat membasahi rambut dan kemeja putihnya.
Sejenak Ezi dibaringkan di lantai ruang kelas. Matanya terlihat berair. Tarikan nafasnya terdengar lebih kerap. Teman-temannya membantu sebisanya. Dengan menggenggam buku, mereka mengibas-ibaskannya ke tubuh Ezi. Mereka berusaha memberi udara segar. Keadaan Ezi segera pulih. Kebugaran tubuhnya perlahan telah kembali.
Ezi bangkit dari laintai tempatnya berbaring. Ia berdiri dengan sigap. Dengan langkah tergesa ia menuju bangku tempat Riko duduk. Bagai banteng terluka yang sedang memburu lawan, ia meraih kerah baju Riko.