Lihat ke Halaman Asli

Iwan Setiawan

Menulis untuk Indonesia

Bendera Pink

Diperbarui: 26 Juni 2020   19:26

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Source: SexualAlpha

Istriku wanita paling hebat sedunia. Ia tak pernah mengeluh soal kerjaan di rumah yang menumpuk, atau soal lemari persediaan makanan yang kosong melompong di dapur.

Baginya, kehadiranku di tengah keluarga melebihi apa pun. Asal aku berada di sisinya, ia seperti telah menggenggam dunia dan seisinya. Betul-betul istri ideal.

Pernah suatu hari, istriku menyiangi tanaman yang tumbuh di halaman depan rumah. Ia membabat rumput liar, memotong dahan pohon jambu air, dan mencukur habis pohon anak nakal hingga tinggal separuh. Ia melakukannya seorang diri.

Di hari lain, ia rela tangannya kotor dan bau oleh kotoran ayam kate peliharaanku. Ia tak sabar menungguku untuk membersihkan kandang ayam-ayam kerdil itu. Saat kutanya mengapa ia mengerjakan tugasku, ia hanya memberi isyarat. Satu gerakan jari tangan yang hanya kami berdua yang tahu artinya.

Hal-hal simbolik seperti itu telah menjadi hal yang biasa. Tidak hanya aku dan istriku, semua pasangan suami istri sepertinya melakukan hal yang sama. Setiap pasangan memiliki sandi-sandi tersendiri dalam berkomunikasi. Satu jenis sandi yang tak dapat dipecahkan oleh orang sehebat Albert Einstein sekalipun.

Aku memiliki isyarat untuk mengungkapkan beragam hal, terlebih hal yang berkaitan dengan urusan kamar tidur. Aku biasa menyilangkan telunjuk dan ibu jari sebagai tanda cinta. Gerak simbolik ini berjenis generik. Umat manusia sedunia memahami artinya. Namun bila tanda ini kutujukan pada istriku, dia mengerti apa yang kumau.

Dalam derajat yang lebih tinggi, ungkapan simbolik yang kukirim pun berbeda. Saat ingin menumpahkan kerinduan yang menggebu setelah berhari-hari tak bertemu, aku mengirim isyarat tangan yang terkepal, dengan ibu jari menyusup masuk ke dalam celah antara telunjuk dan jari tengah. Istriku mengerling manja dengan gerakan bibir menirukan kuda betina sedang tersenyum.

Satu lagi bahasa simbol yang kami amalkan adalah bahasa handuk. Biasanya kami pakai bahasa ini saat hasrat di dada sudah menggebu dan genderang perang sudah dipukul. Kami telah siap bertempur di atas kasur. Tidur bersama, beralas seprai wangi melati dan berlindung di bawah selimut. Handuk kecil berwarna pink laksana bendera perang yang kami kibarkan.

***

Di laci meja kerjaku tersimpan buku putih dengan tulisan bertinta biru. Aku tak pernah melewatkan membacanya, utamanaya di hari-hari khusus. Hari saat aku hendak menunaikan tugas sebagai suami. Hari saat bendera perangku, handuk pink, kukibarkan.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline