Lihat ke Halaman Asli

Solusi Gonjang-ganjing Rupiah

Diperbarui: 15 Agustus 2018   14:11

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Akurat.co

ISIS - Situasi gonjang-ganjing Rupiah tentu harus diatasi jaman now dan selamanya. Solusi gonjang-ganjing Rupiahpun harus hadir sebagai jalan taktis sekarang dan strategik sesuai dengan kepentingan Proklamasi Kemerdekaan 17 Agustus 1945. 

Solusi tersebut haruslah solusi kemerdekaan bagi Rupiah atas penjajahan, bak Patung Dimara di Lapangan Banteng. Satu solusi Rupiah yang berdaulat. Stabilitas Rupiah sangat membantu Presiden Joko Widodo tetap konsentrasi fokus kerja sehingga kena semua target pembangunan dalam masa tugasnya yang selesai Oktober 2019. 

Jokowi tentu tak akan biarkan cadangan devisa negara tergerus-gerus karena naik-turun Rupiah. Devisa adalah sejumlah emas atau valuta asing yang bisa digunakan untuk transaksi pembayaran dengan luar negeri yang diterima dan diakui luas oleh dunia internasional. 

Instabilitas Rupiah, sebagai akibat adopsi sistem nilai tukar mengambang bebas, juga disebabkan oleh sistem pembayaran yang diterapkan. Misalnya, dalam ekspor dan impor. 

Pemerintah Indonesia belum sadar bahwa teknik-teknik sistem pembayaran yang sedang diterapkan kurang maksimal bahkan merugikan negara puluh-puluhan tahun. Sistem pembayaran ekspor Indonesia harus dalam mata uang Rupiah. Tulisan ini adalah pengalaman praktis seorang pensiunan pegawai Bank Indonesia yang ingin melakukan sesuatu untuk kepentingan nasional sebelum ajal menjemputnya. 

Berikut adalah beberapa ilustrasi tentang sistem pembayaran, seperti Letter of Credit (L/C). L/C adalah sebuah cara pembayaran internasional yang memungkinkan eksportir menerima pembayaran tanpa menunggu berita dari luar negeri setelah barang dan berkas dokumen dikirimkan keluar negeri (kepada pemesan/importir). 

Pertama, tentang sistem pembayaran dalam mata uang asing (US$) -- yang dilakukan bank-bank Indonesia saat ini atau ekspor barang dari Indonesia ke luar negeri. Misalnya, Pertamina akan menjual minyak ke luar negeri senilai US$ 300 juta, maka ketika L/C dibuka oleh bank di luar negeri, Bank Luar Negeri akan meminta Importir Luar Negeri untuk menyerahkan uang US$ 300 juta ke rekeningnya di Bank Luar Negeri.

 Pengiriman minyak atau barang akan dilakukan beberapa tahap misalnya dalam tiga bulan -- pengiriman barang tahap l misalnya US$ 100 juta, makan Bank Luar Negeri akan transfer ke Bank Indonesia US$ 100 juta, dan seterusnya sampai selesai, dan Indonesia menerima devisa US$ 300 juta, Untuk hasil ekspor Indonesia dalam setahun, Indonesia menerima US$ 300 juta. Contoh kedua, bila pembayaran dilakukan dalam mata uang Rupiah atas barang ekspor dari Indonesia ke luar negeri. 

Pertamina akan menjual minyak ke luar negeri senilai US$ 300 juta, mala sewaktu L/C dibuka oleh bank di luar negeri, Bank Luar Negeri akan meminta kepada importir di luar negeri untuk menyetorkan mata uang Rupiah ke bank senilai US$ 300 juta x Rp 14.500 = Rp 4.350 miliar (kurs 1 US$ = Rp 14.500). 

Pada saat situasi di atas, importir harus membeli Rupiah melalui banknya untuk kebutuhan impornya dan pada saat kejadian ini, Indonesia menerima devisa US$ 300 juta. Pada saat pengiriman barang selesai, maka Indonesia akan menerima US$ 300 juta ditambah uang Rupiah sebesar Rp 4.350 miliar. 

Dalam situasi contoh kedua terdapat beberapa kejadian, Devis alebih cepat masuk ke Indonesia melalui L/C. Uang Rupiah yang dibeli sebelumnya, ketika membayar, masuk lagi ke Indonesia sebesar Rp 14.500. Namun, dalam praktik sekarang ini jumlah seluruh penerimaan hanya sebesar US$ 300 juta, sehingga terdapat kehilangan penerimaan Rp 4.350 miliar. 

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline