Sejak virus corona menyerang Indonesia pada awal Maret 2020 lalu, berbagai cara ditempuh dan diberlakukan guna mengurangi dan menghentikan penyebaran covid-19. Di antaranya : penghentian aktivitas di luar rumah, pembatasan sosial berskala besar, pengetatan penerapan protokol kesehatan dan lain sebagainya.
Begitu pula anggaran dan biaya yang dialokasikan untuk mengatasi penyebaran covid-19, merawat pasien yang terpapar virus mematikan ini serta alokasi anggaran bagi masyarakat yang terkena dampak ekonomi akibat gempuran virus ini tentu sangat fantastis.
Walau sudah berupaya semaksimal mungkin namun rupanya virus covid tak kunjung angkat kaki dari nusantara. Solusi terbaru yang sedang dan akan dilaksanakan adalah pengadaan vaksin dan pelaksanaan vaksinasi sesuai target yang telah ditetapkan oleh pemerintah.
Landasan hukumnya adalah Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 2021 tentang Perubahan Atas Peraturan Presiden Nomor 99 Tahun 2020 tentang Pengadaan Vaksin dan Pelaksanaan Vaksinasi Dalam Rangka Penanggulangan Pandemi Corona Virus Disease 2019 (COVID-19).
Sebagai masyarakat Indonesia, kita patut berterima kasih kepada Pemerintah Republik Indonesia yang sudah mengadakan vaksin dan sedang melaksanakan vaksinasi bagi kelompok yang rentan terpapar covid-19. Dalam hal ini, pejabat publik, petugas pelaksana pelayanan publik mendapat giliran pertama untuk divaksin.
Presiden Joko Widodo adalah sasaran pertama yang divaksin disusul Panglima TNI, Kapolri, para menteri, pejabat publik, tokoh masyarakat, tokoh agama dan seterusnya. Dengan mendapat giliran pertama untuk divaksin, sebenarnya Presiden Jokowi mau menegaskan kepada publik bahwa vaksin covid-19 aman dan halal serta tidak berdampak buruk bagi keselamatan manusia.
Meskipun begitu, tetap saja beredar luas di berbagai media online tentang bahaya efek samping dari vaksin covid-19 ini. Hal inilah yang mempengaruhi sebagian masyarakat Indonesia menolak untuk divaksin. Sebagai masyarakat awam yang belum memahami vaksin ini, tentu sangat khawatir dengan keselamatannya setelah vaksinasi. Apalagi informasi di media online yang selalu dibesar-besarkan walaupun faktanya tidak seperti itu.
Untuk mengantisipasi penolakan dari masyarakat, pemerintah melalui Perpres No. 14 Tahun 2021 memuat pasal tentang sanksi bagi sasaran penerima vaksinasi covid-19 yang tidak mengikuti atau menolak untuk divaksin sebagaimana tertuang dalam pasal 13A ayat (4).
Bunyi pasal itu sebagai berikut : "Setiap orang yang telah ditetapkan sebagai sasaran penerima Vaksin COVID- 19 yang tidak mengikuti Vaksinasi COVID- 19 sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat dikenakan sanksi administratif, berupa: a. penundaan atau penghentian pemberian jaminan sosial atau bantuan sosial; b. penundaan atau penghentian layanan administrasi pemerintahan; dan/atau c. Denda".
Tak hanya vaksin yang menuai pro dan kontra. Pasal ini pun ternyata menuai pro dan kontra di tengah masyarakat. Banyak komentar miring tentang sanksi administratif bagi masyarakat yang menolak untuk divaksin. Terima divaksin khawatir efek samping terlebih bila efek sampingnya cacat seumur atau meninggal, tolak divaksin takut terkena sanksi. Bagai buah simalakama, hehehe
Memang dalam melaksanakan program kerjanya, pemerintah memiliki kewenangan untuk memaksa warganya bila terjadi penolakan terhadap program kerja dimaksud. Apalagi guna menyelamatkan nyawa banyak orang dari cengkeraman covid-19, penerapan aturan yang bersifat memaksa sangat dibutuhkan.