Sepekan belakangan ini, publik Indonesia umumnya dan Nusa Tenggara Timur (NTT) khususnya terlebih masyarakat Sabu Raijua dihebohkan dengan sebuah kabar mengejutkan (di luar dugaan) soal status kewarganegaraan ganda Bupati Sabu Raijua terpilih, Drs. Orient Patriot Riwu Kore. Pasalnya selain sebagai Warga Negara Indonesia, yang bersangkutan juga berstatus Warga Negara Amerika Serikat (AS).
Kasus ini terkuak menyusul diterimanya surat balasan dari Kedutaan Besar (Kedubes) Amerika Serikat di Jakarta atas surat dari Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Sabu Raijua yang mempertanyakan status kewarganegaraan Tuan Orient. Surat balasan dimaksud ditandatangani oleh Kepala Bagian Konsuler Kedubes AS, Eric M Alexander. Cuplikan surat elektronik tersebut berbunyi, "We would like to inform you that Mr Orient Patriot Riwukore is holding a US Citizenship (kami ingin memberi tahu Anda bahwa Tuan Orient Patriot Riwukore memegang Kewarganegaraan AS)". Meskipun bukan satu-satunya bukti yang menegaskan kewarganegaraan AS dari Bapak Orient, namun surat tersebut bisa menjadi petunjuk bagi pemerintah untuk menentukan langkah-langkah selanjutnya terhadap status kewarganegaraan ganda Pak Orient.
Ya mau bagaimana lagi, semua proses sudah dilalui termasuk pleno penetapan bupati dan wakil bupati terpilih. Kuncinya sekarang ada pada pemerintah dalam hal ini Kemendagri, apakah melanjutkan ke tahapan pelantikan atau ditunda atau batal demi hukum? Silahkan, itu ranahnya Kemendagri karena proses di KPU sudah selesai pada penetapan bupati dan wakil bupati terpilih. Yang penting dikaji dan diputuskan secara bijak sehingga tidak menimbulkan gesekan horisontal yang merugikan masyakat Sabu Raijua.
Namun yang menjadi tanda tanya publik pada umumnya adalah Kok bisa ya kecolongan semacam ini terjadi, apalagi di zaman yang serba online. Konon, di zaman serba online seperti saat ini, dunia terasa sempit, semua menjadi terang benderang dan tidak ada yang dapat disembunyikan apalagi soal data kewarganegaraan dan data kependudukan. Ataukah aplikasi online bisa diajak kompromi? Ataukah aplikasi data online hanya bisa transparan bila berhadapan dengan masyarakat biasa yang jauh dengan akses kekuasaan? Saya kira tidak, tapi kok faktanya?
Ada beberapa pihak yang mesti bertanggung jawab dalam polemik ini :
Pertama, Mr. Orient Patriot Riwu Kore sendiri
Dalam kasus ini Mr. Orient mengaku masih sebagai WNI namun tidak menyangkal dirinya sebagai WNA pula. Hal ini sebagaimana diungkapkan Dirjen Dukcapil Kemendagri, Zudan Arif Fakrulloh menanggapi kasus kewarganegaraan ganda Orient Patriot Riwu Kore. Dia mengaku telah meminta keterangan kepada Orient Riwu Kore pada Rabu 3 Februari 2021.
"Saya menelepon Pak Orient dan menanyakan apakah betul bapak memiliki paspor Amerika Serikat? Beliau menjawab betul," kata Zudan menirukan pembicaraannya dengan Orient sebagaimana dalam keterangan video yang diterima Kompas TV, Rabu (Kompas TV, Kamis, 04 Februari 2021). Artinya yang bersangkutan sadar benar bahwa dia memiliki kewarganegaraan ganda. Boleh dikatakan bahwa Tuan Orient secara sadar atau secara sengaja melakukan perbuatan melawan hukum dan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Semoga saja tidak muncul pernyataan “Maaf, saya tidak tahu kalau perbuatan itu melanggar hukum dan peraturan perundangan-undangan yang berlaku”.
Lalu, mengapa harus mencalonkan diri sebagai calon bupati hingga memenangkan pesta demokrasi di Kab. Sabu Raijua, yang pada akhirnya menimbulkan kegaduhan di tanah air. Bahkan menimbulkan kerugian bagi diri sendiri, pasangan wakil bupati dan masyarakat Sabu Raijua pada umumnya. Harusnya sejak awal Tuan Orient jujur mengatakan yang sebenarnya soal status WNA-nya sehingga tidak menimbulkan masalah di kemudian hari. Saya yakin, Pak Orient juga sedang pusing tujuh keliling. Meskipun perlu diakui bahwa Tuan Orient memiliki maksud dan tujuan yang mulia, rela meninggalkan negri Paman Sam untuk membaktikan dirinya bagi daerah tercinta Sabu Raijua. Namun harus ditempuh melalui cara-cara yang konstitusional.
Kedua, Partai Politik dalam hal ini PDIP, Partai Demokrat (PD) dan Partai Gerindra
Publik tentu tahu sepak terjang ketiga partai besar ini. Ketiganya bukan partai kacangan. PDIP saat ini sebagai partai penguasa sedangkan PD pernah berada di puncak kekuasaan semasa Pak SBY menjabat sebagai Presiden RI. Begitu juga Partai Gerindra yang merupakan pemilik kursi terbanyak ketiga di Senayan saat ini setelah PDIP dan Golkar. Ketiganya sudah cukup makan asam garam dalam kancah perpolitikan Indonesia. Heran, bisa kecolongan seperti yang dikatakan Ketua DPP PDI Perjuangan, Djarot Saiful Hidayat : "Kalau info tersebut benar, partai jelas kecolongan," kata Djarot kepada Tempo, Rabu, 3 Februari 2021. Lebih lanjut Djarot mengatakan, Orient baru mendaftar sebagai kader PDIP ketika mau maju dalam Pilkada 2020.