Lahirnya Undang–Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa, membawa angin segar dan merupakan awal yang menggembirakan bagi desa untuk melaksanakan pembangunan desa secara nyata dengan melibatkan masyarakat secara langsung. Undang–Undang Desa memberikan harapan baru bagi pemerintah dan masyarakat desa untuk membangun desanya sesuai kebutuhan dan aspirasi masyarakat dengan rantai birokrasi yang lebih singkat.
Melalui kehadiran UU Desa tersebut, sekurang–kurangnya terdapat dua hal yang perlu kita apresiasi yakni alokasi Dana Desa yang bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) dan penguatan kelembagaan pemerintahan desa.
Dana Desa pada dasarnya merupakan dana yang bersumber dari APBN yang diperuntukkan bagi desa yang ditransfer melalui Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Kabupaten (APBD) dan digunakan untuk membiayai penyelenggaraan pemerintahan, pelaksanaan pembangunan, pembinaan kemasyarakatan dan pemberdayaan masyarakat.
Kelembagaan desa itu sendiri menurut UU Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa, terdapat enam lembaga Desa yakni : Pemerintah Desa (Kepala Desa dan Perangkat Desa), Badan Permusyawaratan Desa (BPD), Lembaga Kemasyarakatan, Lembaga Adat, Kerjasama Antar Desa dan Badan Usaha Milik Desa (BUMDes). Tentunya dengan kedudukan, tugas pokok dan fungsinya masing–masing dalam peksanaan pembangunan desa.
Dalam artikel ini saya lebih fokuskan pada kelembagaan desa yang disebut Badan Permusyawaratan Desa (BPD) atau sebutan lainnya. Mungkin bagi anda masyarakat di wilayah perkotaan tentu tidak semuanya mengetahui dan memahami lembaga ini. Namun bagi masyarakat desa, lembaga ini memegang peranan yang sangat vital dalam pengelolaan pembangunan di desa.
UU Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa menggambarkan dengan jelas bahwa Badan Permusyawaratan Desa atau yang disebut dengan nama lain adalah lembaga yang melaksanakan fungsi pemerintahan yang anggotanya merupakan wakil dari penduduk Desa berdasarkan keterwakilan wilayah dan ditetapkan secara demokratis.
Boleh dibilang bahwa BPD merupakan lembaga legislatif tingkat desa. Ini berarti Badan Permusyawaratan Desa merupakan perwujudan demokrasi di desa, yang dimaksudkan agar dalam penyelenggaraan pemerintahan harus memperhatikan aspirasi dari masyarakat desa.
Adapun fungsi BPD menurut UU Desa adalah membahas dan menyepakati Rancangan Peraturan Desa bersama Kepala Desa, menampung dan menyalurkan aspirasi masyarakat Desa dan melakukan pengawasan kinerja Kepala Desa.
Lembaga ini pada hakikatnya adalah mitra kerja Pemerintah Desa yang memiliki kedudukan yang sejajar dalam menyelenggarakan urusan pemerintahan, pembangunan dan pemberdayaan masyarakat.
Selain fungsi di atas BPD juga mempunyai tugas sebagai berikut : 1). menggali aspirasi masyarakat; 2). menampung aspirasi masyarakat; 3). mengelola aspirasi masyarakat; 4). menyalurkan aspirasi masyarakat; 5). menyelenggarakan musyawarah BPD; 6). menyelenggarakan musyawarah Desa; 7). membentuk panitia pemilihan Kepala Desa; 8). menyelenggarakan musyawarah Desa khusus untuk pemilihan Kepala Desa antarwaktu; 9). membahas dan menyepakati rancangan Peraturan Desa bersama Kepala Desa; 10). melaksanakan pengawasan terhadap kinerja Kepala Desa; 11). melakukan evaluasi laporan keterangan penyelenggaraan Pemerintahan Desa; 12). menciptakan hubungan kerja yang harmonis dengan Pemerintah Desa dan lembaga Desa lainnya; 13). melaksanakan tugas lain yang diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan.
Tugas dan fungsi BPD di atas merupakan amanat undang–undang yang harus dipahami dan dilaksanakan oleh setiap anggota BPD. Sejak tahun 2019 hingga 2020, banyak desa di Kabupaten Timor Tengah Utara (TTU), Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) melaksanakan agenda politik dan pemerintahan sehubungan dengan kelembagaan BPD.