Lihat ke Halaman Asli

Jangan Selamatkan TKW Satinah!

Diperbarui: 23 Juni 2015   23:44

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

13973165672025377461

[caption id="attachment_331404" align="aligncenter" width="780" caption="Satinah (41, tengah), tenaga kerja Indonesia asal Desa Kalisidi, Ungaran Barat, Kabupaten Semarang, Jawa Tengah, yang terancam hukuman mati di Arab Saudi, bersama kakaknya, Paeri (43), dan anaknya, Nur Afriana (20), yang berkunjung ke penjara Buraidah. Satinah akan dihukum pancung jika pada 3 April mendatang uang darah (diyat) sebesar 7 juta riyal atau setara Rp 21 miliar tak dibayarkan."][/caption]

Judul yang cukup kejam, bukan?

Tapi jangan menghakimi saya karena judul yang kejam, saya punya alasan untuk itu. beberapa minggu yang lalu, saya sempat mengalami suatu guncangan di dalam kepala saya, saya butuh seseorang untuk share mengenai kasus Satinah. saya merasa ada suatu keganjilan dalam penggalangan dana untuk menyelamatkan kepala Satinah, bukan karena saya mencurigai kemana perginya uang-uang itu, atau bukan karena saya tidak ikut melakukan donasi, tapi karena saya bingung.

Kemudian saya berbincang santai sore hari bersama Mama saya, seorang pegawai dari kantor pemerintah yang bergerak dalam bidang hukum dan menanyakan hal ini; haruskah kita menyelamatkan satinah? sementara itu masih ada 265 TKI lainnya yang masih menunggu vonis hukuman mati dan 27 orang yang sudah divonis (sumber: http://www.tribunnews.com/nasional/2014/03/27/265-tki-menunggu-vonis-hukuman-mati-di-luar-negeri). lalu, apakah adil, apabila kita menyelamatkan kepala Satinah, sementara kita mengabaikan 27 kepala lainnya? kemudian saya membaca artikel ini (baca: http://nasional.kompas.com/read/2014/04/09/1519223/JK.Uang.Diat.Satinah.Tidak.Tepat) bahwa Pak JK tidak setuju dengan pembebasan Satinah dengan memberikan uang Diat sebesar Rp. 21 Miliar. Pak JK mengatakan bahwa uang sebesar itu, sebaiknya digunakan untuk memperbanyak lapangan kerja. Namun hasil diskusi saya dan mama saya adalah, kita relakan kepala Satinah dan memulai segalanya dari awal, dari akar atau dari sumbernya. begitu banyak Tenaga Kerja Indonesia yang masuk melalui agen-agen TKI ilegal, dengan paspor palsu, dsb. lalu petugas imigrasi yang bersekongkol dengan agen-agen TKI ilegal untuk membuat paspor dan surat-surat lainnya (baca: http://news.liputan6.com/read/2032568/komnas-ham-bayar-diyat-satinah-bukan-solusi). dalam artikel tersebut, ketua Komnas HAM, Hafid Abbas mengatakan, langkah terbaik yang dapat diambil untuk menghindari modus pemerasan ini adalah melakukan upaya-upaya preventif dengan menertibkan dan membenahi proses keberangkatan TKI ke luar negeri. Tak hanya dengan pembekalan keterampilan fungsional yang dibutuhkan negara tujuan, tapi juga pembekalan pemahaman sistem hukum yang dianut di sana. "Institusi yang paling bertanggungjawab untuk melakukan hal ini adalah BNP2TKI (Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia) dan Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi," ucapnya.

Nah, kalau sudah menuangkan hasil ngopi sore saya dengan mama di mari kan saya jadi enak.. eeetapi, bagaimana menurut anda? silahkan memberi komentar.

sumber:

http://nasional.kompas.com/read/2014/04/04/0834530/Hikmahanto.Pembayaran.Diat.Satinah.oleh.Pemerintah.Jadi.Preseden.Buruk

http://regional.kompas.com/read/2014/04/05/1606310/Bagaimana.Kelanjutan.Donasi.untuk.Satinah.

http://search.kompas.com/fq/?q=satinah&sort=time&sortime=0&siteid=0&start-date=&end-date=&lipsus=None&sort=time

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline