Lihat ke Halaman Asli

iva umu maghfiroh

Mahasiswa Universitas Terbuka

Percobaan Bunuh Diri dan Covid-19

Diperbarui: 5 Juni 2024   11:59

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

 Covid 19 rasanya telah menjadi tragedi terbesar abad ini, bahkan menurut WHO sekitar 15 Juta orang tewas karena pandemic ini. Tidak bisa keluar rumah, tidak bisa bekerja, terpisah dengan keluarga saat hari besar seperti idulfitri dan natal, kehilangan orang tersayang dan harus mengisolasi diri ternyata membuat banyak orang terkena depresi dan bahkan berniat mengakhiri hidupnya sendiri.

Jika kita mengacu pada tafsir gangguan psikologis, tentu ini sesuai dengan pernyataan di mana bunuh diri terjadi karena individu yang mengalaminya sedang mengalami depresi. Namun, menurut Durkheim, meskipun bunuh diri adalah tindakan individu tetapi secara keseluruhan hal ini tidak bisa dimata dianggap sebagai penjumlahan data individual. Menurutnya ini adalah gejala sosial yang merupakan bagian dari fakta sosial.

Masih mengambil dari pandangan Durkheim, ada tiga tipe utama yang melandasi seseorang melakukan aksi bunuh diri yaitu tipe egoistik (yang disebabkan oleh lemahnya tingkat integrasi sosial di masyarakat), altruistic (yang justru disebabkan oleh terlalu kuatnya tingkat integrasi sosial di masyarakat), serta anomic (yang disebabkan oleh ketidakjelasan / perubahan norma atau system di masyarakat, baik dalam system domestic maupun ekonomi.

Dan ini jelas cocok jika kita hubungkan dengan fenomena yang terjadi saat Covid 19 kemarin. Lingkungan sosial menjadi makin tidak karuan dan hubungan kita dengan orang terdekat menjadi semakin jauh secara fisik, meskipun masih terhubungan melalui media sosial, tapi ini tentu mengubah secara radikal banyak kebiasaan masyarakat. Ditambah berita kematian yang setiap hari meningkat, belum jika anggota keluarga menjadi korban tewas dalam pandemic, tentu ini membuat tingkat stress meningkat. Belum lagi pada masa pandemic lalu, banyak sekali aksi orang yang melakukan siaran langsung bunuh diri.

Secara ekonomi, keadaan ini juga tidak bergitu bagus karena di masa pandemic banyak usaha menjadi tutup yang tentu mengganggu perekonomian masyarakat. Namun di sisi lain, karena tidak bisa melakukan apapun, kita pun pada akhirnyaa banyak memanfaatkan waktu untuk menonnton sosial media, tapi sayangnya, terkadang apa yang kita lihat di sosial media justru membuat depresi. Tentang kehidupan selebritis yang mewah dan tidak kesusahan dan sejenisnya, justru membuat orang semakin depresi dan pada akhirnya memilih mengangkiri hidupnya sendiri.

Namun demikian, saya sendiri melihat pada masa pandemic kemarin itu banyak Lembaga Masyarakat, Organisasi Psikolog dan juga pemerintah melakukan pendampingan konseling gratis via internet (biasanya di laman web atau Instagram mereka). Dan saya sendiri pun pernah mencoba menggunakannya. 

Dengan dampingan psikologis ini diharapkan bisa meningkatkan kembali semangat hidup orang. Yang diharapkan bisa mengurangi tingkat bunuh diri, sebab bunuh diri memang Tindakan individu tapi bukan semata individu melainkan juga bagian dari kolektif yang merupakan gejala dan fakta sosial.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline