Lihat ke Halaman Asli

Resolusi Togog

Diperbarui: 11 Januari 2018   14:51

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Fiksiana. Sumber ilustrasi: PEXELS/Dzenina Lukac

Ada beberapa hal yang menjadi wajar bagi makhluk seperti Togog, tetapi tidak bagi makhluk kebanyakan lainnya. Beberapa diantaranya adalah kebiasaan tidak merayakan pergantian tahun dengan rencana-rencana yang baru. Bagi makhluk sedower Togog, resolusi selalu ada sebelum mata melototnya merem setiap malam. Kepalanya kadang dipenuhi ke-iri-an dengan adiknya yang bernasib baik; Semar yang menjadi pengasuh Ksatria, dan Bathara Guru yang tetap tinggal di Kayangan. Kadang kepalanya diisi semangat yang jika disuarakan mungkin lebih menakutkan dari genderang perang Kurawa yang sempat membikin gentar Pandhawa.

"Kang Gog, kalo njenengan ditawari hidup sekali lagi, kamu mau tetap kaya sekarang, atau milih jadi kaya adek-adek njenengan?". Tanya Prabu Duryudana dalam pertemuan di Balairung Astina.

"Ndak bakalan ada habisnya, mesti kalopun aku dikasih sembilan nyawa, aku bakal tetap minta satu lagi untuk kehidupan yang lebih baik dari sebelumnya". Ucap Togog sambil menghadap kaca, njungkati rambutnya.

"Tapi Kang, kalo hidupmu adem ayem nrimo ing pangdum gitu terus, kamu bakal diinjek-injek sama orang yang kamu merasa butuh kepadanya. Njenengan bakal bahaya kalo jadi pemimpin, gampang di stir". Dursasana, adik Duryudana menimpali. Ia tidak terima guru spiritualnya hanya dipermainkan takdir.

"Nah makanya itu aku tidak ikut perang bareng kalian, aku cuma nonton, dan memberi motivasi. Nek koe jadi baik, ya kebaikanmu buat kamu sendiri, aku ndak minta. Tapi dieling-eling le, semua orang punya sangkan paraning dumadi nya sendiri-sendiri. Tugasmu ya nyari itu, kamu itu datang darimana, mau kemana, dan untuk apa. Nashab bapak ibumu cuma lantaran, kamu sendiri yang nentuin arahnya. Dong ra?". Imbuh Togog, Dia duduk bersila, tapi pahanya yang besar terbebani oleh perutnya sehingga akhirnya ia selonjor diantara para petinggi Kurawa itu.

Astina sebenarnya sejuk, pohonnya rindang melebihi rencana tatakota Meikarta. Tetapi suasana disana sedang panas-panasnya menjelang muncul sengketa dengan Pandhawa. Kedua kubu punya backing dari Kayangan. Kalo di Pandhawa dibotohi Semar a.k.a Bathara Ismaya, Kurawa punya botoh Bathara Anthaga alias Togog. HAHA Togog kok jadi Botoh.

"Ora pathek dong kulo Kang Gog". Singkat Prabu Duryudana

"Aku yo ra dong ki kang mas". Lanjut Dursasana sambil melirik ke kakaknya Prabu Duryudana.

"Ngene le, kamu tau kenapa Banowati akhirnya milih Arjuna ketimbang kamu? Karena sejatinya semua orang punya persona. Kamu punya Mayangkara, kalo Banowati punya Mayangsarkara. Semua punya sinarnya masing-masing, tapi pada akhirnya semua akan kembali pada Mayanggasetanya Tuhan. Apalah 'kara' laki-laki dan 'sarkara' perempuan dihadapan 'Gaseta'nya Sang Hyang Gusti Pencipta. Saiki le paling penting, oleh karena kita ndak bisa mengendalikan keadaan, setidaknya kita bisa mengendalikan pikiran kita le". Togog berbicara tanpa koma. Kalo udah gini, sinar ke-Sang Hyang-annya makin menjadi-jadi.

"Yowes aku tak berkelana sik le, aku ndak mau ikut campur sama strategi kalian lawan Pandhawa. Nanti nek butuh apa-apa WA aja". Ucap Togog singkat sambil mengemas barang.

Duryudana dan Dursasana pun salim setelah membantu Togog bangun dari selonjor-nya. Togog melanjutkan perjalanannya ke timur. Dia tidak bilang bakal ke Indraprastra yang notabene basis kekuatan Pandhawa untuk menemui adiknya, Semar.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline