Lihat ke Halaman Asli

Kutunggu Kau di Jogja

Diperbarui: 17 Februari 2017   02:07

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Wisata. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Kekasih, ku tuliskan pesan ini padamu yang tak percaya bahwa Jogja adalah tempat terindah yang kelak kau kunjungi.

Kasih, pada suatu sore yang biasa, aku pernah menanyakan kabarmu dari angkringan di selatan Pasar Kotagede, di tepian jalan, persis depan mural fenomenal yang mungkin kau kenal ketika kau menonton film-film kesukaanmu. Aku tak berdusta. Kau mungkin tak akan merasakan nikmatnya beberapa hal ini ditempat lain. Sesapan teh hangat, beberapa potong gorengan, sekedar sebatang-dua batang sate usus, ataukah nasi sambal teri dengan karet merah yang berharga seribulimaratus, saat syahdu dinginnya gerimis Kotagede kala senja mengiring.

Kukira itu sudah cukup sempurna, sampai akhirnya reda hujan diluar terpal angkringan berganti dengan deras turun air mata rinduku, kekasih.

Atau pernahkah kau lupa bagaimana ceritaku perihal indahnya pasir putih pantai Indrayanti, cintaku? Sejujurnya aku berdusta. Pantai selatan ini tak benar-benar menghadap selatan. Dia menghadap condong ke barat. Aku sudah beberapa kali bertanya pada pantai ini mengapa ia menyondongkan diri kearah senja.

Dan kau tau kasih? Dengan congkak ia berkata: "Bawalah kekasihmu, biarkan aku, Indrayanti, beradu indah dengan tatap teduh Putri-mu"

Kekasih, jika kau bertanya dimana tempat paling romantis di Jogja, maka akan kujawab Lempuyangan. Kau mungkin hafal bagaimana caraku menikmati setiap denting suara panggilan ketika kereta akan tiba atau berangkat. Kau juga mungkin hafal bagaimana pejam mataku menikmati suara peluit kereta yang tiba. Tapi kau salah, kekasih. Yang aku suka dari Lempuyangan adalah karena disinilah semua cerita tentang orang yang singgah akan bermula, dan disini pula lah tempat terakhir orang memijakkan kakinya di Jogja untuk merayakan perpisahan.

Namun taukah kau yang paling membuatku gila pada tempat ini adalah khayalku melihatmu turun dari kereta melambaikan tangan padaku.

Kasih, beberapa kali kau bercerita perihal kacaunya kota lain karena perbedaan. Maka kemarilah kasih, kemarilah. Akan kubawa kau ke tengah Kotabaru, dimana Masjid Agung Syuhada dan Gereja Agung St. Antonius berbagi toleransi di tepi heningnya Kali Code, dua kilo dari hiruk pikuk magisnya Malioboro.

Dan begitulah kasih, perbedaan hanya sebuah cara Tuhan menyatukan. Jika memang perbedaan hanya sekedar perbedaan tanpa makna lantas mengapa kita saling mencinta, kekasih.

Sudah diluar kepala perihal tabiatmu yang sering terjaga menatap bulan, mengutuk jarak. Maka, kemarilah kekasih. Jogja tak pernah tidur meninggalkanmu dalam kesendirian. Kau perlu merasakan bahwa sendiri adalah omongkosong buatan orang barat yang tak mengenal cara Jogja mengasihimu. Kasih, disini kau boleh tetap terjaga sembari menikmati bagaimana hiruk pikuk babarsari yang seakan baru hidup ketika malam, pun dengan puluhan sepeda lampu yang bisa dikayuh mengitari alun-alun selatan, ketika alun-alun utara tak seramai ketika sekaten menjadi penanda bulan Mulud.

Namun apalah arti keramaian tanpamu, kekasih. Kewajaran itu kosong.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline