Lihat ke Halaman Asli

Pulang

Diperbarui: 1 Maret 2016   20:18

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption caption="Beberapa tahun lalu pulang adalah hal berharga"][/caption]Gini, dari jutaan kata, menurut saya kata pulang adalah salah satu kata paling magis. Dan apa yang lebih identik dengan pulang selain rumah, rindu, keluarga, dan cerita?

Disaat kita menjalani hari yang melelahkan dan penuh rintangan, pulang adalah oasenya. Disaat tak satupun orang peduli dengan yang kita rasakan, maka pulang menjadi tempat berbagi kisah terbaik. Disaat orang mencemooh karena kelemahan kita, pulang adalah tempat mengisi ulang kepercayaan diri terbaik. Dan disaat kita hidup penuh tandatanya, maka pulangah, disana kita bisa temukan jawabannya. Bisa dikatakan pulang adalah hal yang paling dinanti dalam sebuah kepergian.

Masih ingat saat kita mengenyam pendidikan dulu? Bel pulang sekolah, pulang lebih awal dari jadwal, bahkan berlomba saling mendahului keluar dari pintu kelas, adalah hal paling membahagiakan. Pernahkah kita bertanya mengapa kita begitu bahagia untuk pulang bahkan diusia itu? Apa mungkin karena pulang berarti kebebasan diri dari belenggu aturan? Entahlah. Yang jelas dulu saya rela anteng-antengan (berlomba untuk tidak berisik) dikelas sebelum pulang demi mendapat hak lebih awal.

Ato dulu waktu kecil, pasti kita selalu dicari orangtua kita saat adzan maghrib ketika bermain dengan anak tetangga kan? Katanya ora ilok (pamali) lah, tar digendoli setan lah karena maghrib dsb dsb, yang penting kita harus pulang saat maghrib dengan alasan yang intinya berbahaya diluar sana jam segitu. Mengapa? Karena pulang dan rumah adalah tempat paling aman dan nyaman di muka bumi.

Eum, suatu waktu, ayah saya yang mendapat promosi jabatan, terpaksa pindah dari Jogja ke Kendari di Sulawesi Tenggara hingga akhirnya beberapa waktu lalu pindah lagi ke Semarang. Apa yang sama diantara keduanya? Berapapun harga tiketnya (entah pesawat dari Kendari ato bis dari Semarang), kapanpun waktu dan harinya, resiko apapun yang mungkin terjadi dijalan, beliau tetap berusaha sebisa mungkin untuk pulang. Lagipula apa yang paling mungkin bisa dilakukan orang yang jarang bertemu keluarganya selain pulang? Apalah artinya uang kalau hati ingin pulang. Kurang lebih begitu kira-kira.

Oiya, saya juga punya seorang teman dekat di Jogja yang berasal dari Sumatera Selatan. Ketika bertemu dan membicarakan banyak hal, pasti ada saja hal yang ia bagi yang bernuansa rumah. Kebiasaan-kebiasaan lucu orangtuanya yang hakimlah, adik laki-lakinya yang mulai masuk kelas 3 dan adik perempuannya yang mulai pacaranlah, keadaan rumahnyalah, kucing2 pungutnyalah, teman2 di asrama SMAnya lah. Semua. Dan satu hal yang saya tangkap, jelas sekali corak ceritanya mengisyaratkan kerinduannya untuk pulang. Tempat yang baru di Jogja, ditempat yang ia sebut kontrakan, menurut saya tampak bukanlah tempat pulang untuknya seramai apapun kondisinya. Pulang memiliki nuansa kebahagian yang berbeda.

Wakil2 kita di kursi Senayan sana juga butuh Pulang lho. Masa reses namanya. Menemui konstituennya di daerah. Ia pulang untuk membangun dan mensejahterakan konstituennya di daerah dan mendengarkan aspirasinya (seharusnya lho ya). Dari sini kita bisa lihat, pulang, adalah cara kita berterima kasih kepada Tuhan dan semesta, disamping untuk penyadaran betapa kecilnya kita di masalalu dan sebesar apapun kita sekarang, caranya berterimakasih, ya dengan pulang.

Sekali lagi dari tulisan ini saya tekankan pentingnya kita untuk pulang. Masih inget ndak betapa kita dulu nunggu2 orangtua kita pulang didepan rumah saat sore? Sekarang yang terjadi sebaliknya. Pernah ndak to kita ingat waktu SD betapa sebisamungkin kita pulang lebih awal dan begitu bahagia karenanya?

Teruntuk sebagian dari kita yang ingin atau enggan pulang, marilah sama2 kita sadari bahwasanya pernah sebagian besar waktu hidup kita berjalan ditempat dimana kita seharusnya pulang. Kenapa 'pulang' memiliki persamaan kata 'kembali'? Karena setiap dari kita punya masalalu yang patut diterimakasihi dalam perjalanan pulang. Pulang lebih dari sekedar menyambangi rumah lama, tapi berterimakasih kepada semesta bahwa pengalaman hidup kita selama 'pergi' semua berasal dari tempat kita pulang.

Ini semua karena bepergian yang paling ringan untuk dilakukan (kalau saya jujur perjalanan pulang selalu lebih terasa cepat dibanding pergi). Semua yang pergi memang harus pulang, bukan?

Teruntuk sebagian kita yang sudah besar dalam bepergian..

Pulanglah.

Karena dari sanalah ceritamu berasal.

Salam




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline