Pertanyaan tentang realitas kejahatan di dunia bukanlah pertanyaan yang baru muncul di dunia post modern. Pertanyaan ini pertama kali ditanyakan oleh Filosof Epikuros (341-270 Sm). Pertanyaan Epikuros, Jika Tuhan itu Mahakuasa dan Mahabaik, mengapa Ia tidak menghilangkan kejahatan dari muka bumi?
Epikuros memberi jawaban problematis, Jika Allah tidak dapat mencegah kejahatan, maka Ia tidak sepenuhnya berkuasa. Jika Allah tidak mau mencegah kejahatan, maka Ia tidak sepenuhnya baik. Jika Allah mau dan mampu mencegah kejahatan, maka kenapa kejahatan ada? Tidak ada jawaban atas pertanyaan terakhir. Mengapa Allah yang bisa dan mampu mencegah kejahatan tidak melakukannya.
Jika pertanyaan ini diajukan dalam situasi yang sedang dilanda oleh bencana pandemi covid 19, maka mungkin kita pun bingung untuk memberi jawab. Atau mungkin kita punya jawaban yang berbeda-beda. Tetapi jika sekiranya pertanyaan ini diajukan pada Agustinus dan Thomas Aquinas (di abad pertengahan), maka mereka akan menjawab; kejahatan bukanlah sesuatu (a thing), melainkan tiadanya sesuatu (nothing).
Dengan kata lain Tuhan sebagai pencipta pengada tidak dapat menjadi penyebab kejahatan. Kejahatan hadir bukan karena Tuhan, tetapi karena ketidak hadiran kebaikan. Seperti halnya gelap ada karena tidak adanya terang. Demikianlah kejahatan bukanlah pengada (being) melainkan merupakan tiadanya kebaikan.
Pandemi covid 19 adalah bencana (malum Physicum bukan malum Morale) yang tidak dikehendaki oleh siapapun. Apakah Tuhan menghendakinya? Melihat pandangan Agustinus dan Aquinas, maka nampaknya Tuhan pun tidak menghendakinya. Untuk masuk lebih dalam, maka kita akan melihat bagaimana Leibniz filsuf abad pencerahan, yang bergulat dengan konsep teodise mengurai hal ini.
Memahami Teodise Leibniz di Masa Pandemi
Leibniz sendiri membagi kejahatan dalam tiga bagian, kejahatan metafisis, kejahatan fisik, dan kejahatan moral. Kejahatan metafisis yang terlihat pada ketidak sempurnaan dunia, mengakibatkan adanya kejahatan dan penderitaan dalam dunia. Kejahatan fisik dilihat pada bencana alam, penderitaan manusia serta penyakit yang mematikan. Sedangkan kejahatan moral, dilihat pada kejahatan manusia yang dilakukan atas kehendak bebasnya.
Pertama, kejahatan metafisis. Leibniz terkenal dengan ungkapannya bahwa, Dunia yang ada sekarang ini adalah dunia terbaik dari semua kemungkinan dunia yang lain. Tetapi Leibniz sama sekali tidak ingin mengatakan bahwa dunia ini sudah sedemikian sempurna. Dunia ini tidak mungkin sempurna sebagai ciptaan, karena hanya Allah yang sempurna.
Dunia itu bukan Tuhan seperti dalam panteisme, karena itu dia tidak sempurna. Ketidak sempurnaan inilah yang menyebabkan terjadinya keburukan dan penderitaan. Franz Magnis menyebut, "karena itu sudah jelas bahwa kemungkinan untuk menderita termasuk kodrat manusia." Kedua, kejahatan fisik. Kejahatan fisik akan mewujud dalam penderitaan, kemalangan, dan dukacita. Penderitaan tersebut bisa disebabkan oleh bencana alam atau wabah penyakit seperti covid 19.
"Leibniz berpendapat bahwa penyebab utama kejahatan fisik adalah kejahatan moral. Yang disebut kejahatan moral adalah dosa, yaitu kesalahan yang dilakukan manusia atas dasar kehendaknya sendiri" (Vicentius Damar, Kejahatan Dalam Dunia Yang Terbaik). Penderitaan manusia hari ini, jika ditanyakan pada Leibniz, maka dia akan menjawab bahwa, pandemi covid 19 sesungguhnya disebabkan oleh adanya kejahatan moral manusia.
Ketiga, Kejahatan moral. Dalam kejahatan moral, unsur kebebasan dari subjek pelaku menjadi sangat penting. Tanpa kebebasan tidak ada kejahatan moral, tidak ada dosa. Kejahatan moral adalah sesuatu yang secara sadar dan sengaja melawan apa yang benar dan baik. Tindakan ini akan menyebabkan penderitaan bagi orang lain pun bagi pelaku. Kehendak bebas ini menjadi gerbang kejahatan manusia. "kehendak bebas manusialah yang merupakan celah bagi masuknya kejahatan di dunia ini, khususnya kejahatan moral yang lalu menyebabkan penderitaan makhluk rasional" (Vicentius Damar).