Tulisan ini telah tayang di blog pribadi penulis
"Allah telah mati dan kitalah pembunuhnya,
aku dan kamu adalah pembunuhnya"
Ini adalah pernyataan Nietzsche yang sangat terkenal. Sebuah deklarasi akan posisinya sebagai seorang ateis. Nietzsche adalah seorang ateis, tetapi dia pun seorang yang selalu mengolok-olok kaum ateis sebagai orang-orang yang masih saja mempunyai kebutuhan untuk percaya. Apakah percaya pada Science, percaya pada ideology, atau percaya pada ketidak percayaan.Nietzsche menyebut orang-orang tersebut sebagai manusia yang belum dapat melepaskan sebuah kebutuhan untuk percaya. Pertanyaannya adalah, apakah Nietzsche sendiri telah melapaskan diri dari semua kebutuhan untuk percaya?
Apakah Nietzsche benar-benar seorang bebas yang tidak lagi terikat pada apapun? Sebagai seorang nihilistik, maka Nietzsche berusaha membebaskan dirinya dari semua paham. Bahkan dalam Sabda Zarathustra Nietzsche menyebut dirinya sebagai orang yang dapat menentukan hidup dan matinya. Tidak heran jika suatu ketika Nietzsche pernah mencoba untuk bunuh diri sebagai ekspresi kebebasan untuk menentukan kematiannya, tetapi tindakan itu dicegah oleh saudaranya.
Dalam Sabda Zarathustra, Nietzsche menyebut bahwa "Kematianku, aku memuji engkau, kematian yang bebas, yang datang kepadaku karena aku menginginkannya".[1]Menentukan hidup dan kematian disebut oleh Romo Valentinus sebagai puncak dari ateisme. Puncak kebebasan! Karena di sana manusia benar-benar mengespresikan kebebasan dirinya, bahkan dapat menentukan kapan dia harus mati.Itulah puncak dari kebebasan manusia, yang tidak lagi terikat pada apapun, termasuk Tuhan. Ketidak percayaan pada Tuhan, telah membuat manusia menjadi orang-orang bebas.
Sartre lebih radikal dengan menyebut bahwa, "Jika Tuhan ada maka manusia tidak bebas, karena itu Tuhan harus tidak ada, supaya manusia bebas". Konsep ini jelas memperlihatkan bagaimana kaum ateis menginginkan kebebasan absolut sebagai seorang manusia. Apakah manusia benar-benar dapat bebas? Nietzsche akan menyebut bahwa hanya ubermensch yang dapat menjadi manusia bebas. Manusia yang bermental budak tidak akan mungkin menjadi manusia bebas.
Siapakah Nietzsche
Sebelum kita melihat pemikiran Nietzsche tentang kematian Tuhan, ada baiknya kita mengenal siapa Nietzsche. Friedrich Nietzsche adalah seorang keturunan pendeta dari Jerman. Ayahnya adalah pendeta protestan yang sangat saleh dan ibunya adalah keturunan keluarga pendeta. Nietzsche dididik dalam pendidikan protestan yang taat dan saleh.Lahir di Rocke, Jerman Timur pada 15 oktober 1844 sama dengan kelahiran Raja Prusia Friedrich Wilhelm.
Karena ayahnya adalah pengagum raja tersebut, maka dia pun memberi nama baptis kepada anaknya Friedrich. Ayah Nietzsche sakit keras dan pada tahun 1849 ayahnya meninggal. Praktis Nietzsche hanya bersama dengan ayahnya selama lima tahun. Setahun kemudian Joseph adik Nietzsche meninggal dunia. Ibu Nietzsche memutuskan untuk meninggalkan Rochen dan kemudian menetap di Naumber bersama nenek dari Nietzsche.
Di sana Nietzsche dididik dalam pengaruh protestan yang sangat kuat dari orang-orang sekitarnya. Di mana gereja protestan memahami manusia sebagai yang telah rusak secara kodrati, karena itu membutuhkan pertolongan dari Tuhan. Doktrin yang tentu saja akan dibantah oleh Nietzsche.