Konflik batin secara individual karena pemahaman agama yang salah bisa menjurus ke kegilaan. Sementara kalau secara kolektif, konflik keberagamaan biasa disebut konflik SARA. Konflik SARA, kebanyakan disebabkan ada yang tak beres dengan din (kepribadian) individunya. Dalam berbagai terminologi bahasa, istilah din diartikan sebagai agama, sehingga ayat, "Innadinna indallahil islam," umum diartikan "Sesungguhnya agama yang diterima di sisih Allah hanya islam". Sehingga nama Agama Allah di negeri ini disebut Islam. Tetapi tidak tepat sebenarnya hal itu menurut pengertian Al Quran secara keseluruhan. Menurut Al Quran, agama Allah disebut Allah sendiri sebagai Muslim sejak dari jaman Nabi Ibrahim.
Arti Muslim bukan orang islam, tetapi berserah diri yang biasanya disebut hanifam musliman atau tunduk dan berserah diri. Sedang yang disebut din artinya yang tepat adalah kepribadian. Jadi, makna innadinna indallahil islam yang sesungguhnya ialah orang yang diterima di sisih Allah adalah orang yang kepribadian atau ahlaknya selamat. Arti selamat adalah banyak kebaikannya, bersih dari dosa. Karena itu, di ayat Al Quran yang lain disebutkan, "Sesungguhnya orang terbaik di Mata Allah adalah orang yang paling bertakwa". "Yang membedakan satu orang dengan orang lain adalah ketakwaannya". Termasuk dalam kategori takwa kepada Allah adalah beriman benar dan lurus semata kepada Allah dan meneladani Rasulullah dalam menerapkan Al Quran. Kalau orang tak beriman pada Allah semata dan tak mau mengikuti teladan Rasulullah, cukup dianggap sebagai orang yang tak sempurna kemuslimannya, tanpa perlu merendahkan apalagi mengolok mereka, karena merendahkan dan mengolok malah menghilangkan ketakwaan seorang Muslim.
Kembali ke topik, konflik SARA, khususnya di negeri ini, kian hari kian memanas dan telah menelan begitu banyak korban di mana-mana. Setan menginginkan perpecahan, pertikaian, dan permusuhan, sementara Allah Yang Maha Esa Menginginkan persatuan dan kedamaian.Tetapi Ajaran Al Quran, yang seharusnya bisa menuntaskan persoalan, malah jadi sumber persoalan, karena telah mengandung kesalahan fatal dalam tafsir dan penerjemahannya seperti pada kata din, Muslim, auliya', dll. Namun patut dicamkan baik-baik, yang salah adalah penafsir dan penerjemahnya, bukan Ayat-ayatNya/agamaNya. Untuk itu yang perlu diperbaiki tafsir dan terjemahannya, bukan menyalahkan Al Quran/agama secara keseluruhan. Jika umat mau berbesar hati memperbaiki kesalahan itu berarti sanggup menerima perubahan yang lebih baik ke depannya. Tapi jika memilih sempit pikir dan membiarkan kesalahan itu, berarti berusaha meletakkan dasar kehancuran yang lebih besar di kemudian hari.
Patut disadari, Kementerian dan Departmen Agama merupakan Kementerian dan Departemen terkorup di negeri ini. Sumber pokok masalah agama di negeri ini adalah dari situ sejak jaman Orde Baru. Yaitu dengan banyaknya kesalahan dalam terjemahan dan tafsir Al Quran yang beredar luas di masyarakat. Maka jika masalah tafsir dan terjemahan tak segera diperbaiki, jangan heran kalau label Kementerian dan Departemen terkorup bakal terus disandang Kementerian dan Departemen Agama. Al Quran saja berani dikorup dan dimanipulasi, apalagi sekedar uang rakyat? Allah saja ditipu, apalagi cuma rakyat?
Tetapi patut dicamkan, jangan sampai iman dan keteguhan Umat Muslim menjalankan Perintah PokokNya secara ihlas sampai goyah karena itu. Jika iman dan keteguhan Umat Muslim dalam menjalankan Perintah PokokNya secara ihlas goyah, berarti Umat Muslim termakan tipu daya atau membiarkan usaha iblis dan setan berhasil. Di dalam terjemahan Al Quran yang dipegang umat sampai saat ini, memang ada banyak kesalahan di mana-mana, tetapi tidak mungkin kesalahan itu diselipkan iblis dan setan pada hal yang sudah jelas, karena Umat Muslim tidak bodoh-bodoh amat. Bila ada yang tertipu dan tersesat dengan penipuan dan penyesatan setan pada yang sudah jelas, berarti orang itu memang bodoh amit-amit.
Sebenarnya tak ada orang yang bodoh. Yang ada hanya orang yang tak mau, malas, atau tidak peduli untuk belajar. Ketiga hal itu yang membuat orang jadi jahiliyah atau bodoh amit-amit. Karena itu, sementara tidak usah dipedulikan yang bodoh amit-amit. Umat Muslim punya tugas besar memperkokoh diri dengan yang jelas secara ihlas dan memperbaiki yang disisipi penyesatan oleh iblis dan setan.
Perang melawan nafsu, iblis, dan setan adalah perang yang akan berlangsung hingga akhir jaman. Siapakah ketiganya itu? Nafsu adalah diri sendiri yang cenderung berbuat buruk, lalai, dan jahat. Iblis adalah jin dan manusia tersesat (yang amat buruk dan jahat). Sedang setan adalah jin dan manusia yang mengerjakan hal buruk dan jahat, terutama yang coba menggoda dan mengiming-iming orang lain. Hanya orang-orang yang ihlas dan mau mengikuti PetunjukNya lah yang bakal selamat dari penyesatan iblis dan setan. Untuk PetunjukNya yang telah lengkap dan telah DisempurnakanNya adalah Al Quran. Tapi sayangnya untuk terjemahannya begitu banyak kesalahannya.
Namun dalam terjemahan dan tafsir itu tidaklah salah sepenuhnya, tetapi perlu dikoreksi dan disempurnakan dengan lebih teliti. Seperti terpampang di dalam Surat Al Bayyinah yang ditampilkan dalam artikle sebelumnya, kesalahannya hanya beberapa persen, tetapi memang pada pokok yang menimbulkan dilema, kebingungan, dan usaha setan memecah-belah dan menghembuskan permusuhan. Karena itu, jika tidak segera diperbaiki dan disempurnakan dengan benar, akibatnya konflik dan jatuhnya korban akan terus berkepanjangan, karena pemahaman yang salah dan kacau dari dasar.
Patut diingat bahwa, kalau orang selalu berkonflik, bercerai-berai, apalagi bermusuhan, pasti sulit makmur dan sejahtera. Karena itu, orang dulu selalu menasehatkan untuk selalu hidup rukun dan hindari pertengkaran, bila menginginkan rumah tangga ayem, tenteram, makmur, dan sejahtera. Jika dalam keluarga selalu tidak rukun dan selalu bertengkar, mengikuti bisikan setan, rejeki pasti menjauh. Demikian halnya untuk negeri ini, jika tidak selalu rukun dan selalu menjaga kedamaian, seterusnya negeri ini akan jadi negeri besar yang chaos dan terbelakang. Karena itu, biar apapun yang terjadi kerukunan dan perdamaian harus selalu terjaga. Termasuk dengan adanya tulisan ini, tidak perlu ribut, sebaiknya kita koreksi bersama dengan seksama.
Sekedar penyemangat dan pelajaran, di negeri ini, sebuah perubahan menuju jaman baru selalu ditandai dengan berkuasanya orang bermata sipit. Di jaman Demak, Panembahan Jimbun (Raden Fatah) dan Sunan Ampel adalah keturunan Tiongkok dari Campa. Lalu di jaman Proklamasi, sebelumnya orang Jepang yang berkuasa. Sekarang, ada Pak Ahok yang berkuasa di Jakarta. Kekuasaan orang bermata sipit tidak harus meliputi seluruh Indonesia. Di jaman Demak, kekuasaan kerajaan hanya meliputi Pulau Jawa. Tapi intinya, itu adalah penanda dari Yang Maha Kuasa.
Sejak jaman Demak, negeri ini terus mengalami kemunduran, hingga jadi kecil, dan dikuasai bangsa asing. Hal itu disebabkan agama Muslim yang benar mengalami penyimpangan dan kalah oleh pihak yang berkuasa. Di jaman Jepang, agama Muslim menang, tetapi masih belum mengalami pelurusan, karena penganut Muslim yang benar memilih berpaham kebangsaan daripada disebut penganut Muslim. Sementara yang mengaku berpaham Muslim malah tidak menunjukkan jiwa Muslim yang sesungguhnya seperti yang ditunjukkan oleh orang-orang yang berpaham kebangsaan, sehingga melahirkan berbagai pemberontakan. Tapi yang jadi persoalan pokoknya sekang adalah bangsa Indonesia saat ini mau seperti Demak yang terus mengalami kemunduran hingga dikuasai orang asing atau meneruskan hasil yang telah dicapai sesudah proklamasi dengan meluruskan pemahaman Muslim yang benar, agar bisa terus mengawal perkembangan dan kemajuan bangsa dan negara ini.