Lihat ke Halaman Asli

Ivanpat

Mahasiswa Paling Keren

Pencemaran Makna Kebaya dalam Kasus "Kebaya Merah"

Diperbarui: 26 Desember 2022   16:31

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Cibiran masyarakat berlarut panjang disaat mengamati perkembangan kasus Kebaya Merah di jagat maya. Semenjak kasus ini viral, terjadi begitu banyak problematika bagi masyarakat karena menganggap adanya ketidakadilan penanganan polisi. Apalagi, pergerakannya pun semacam gelombang tinggi menghantam trending topic dalam hitungan detik. 

Berbagai bentuk cercaan pun dilakukan oleh masyarakat agar menyadarkan polisi untuk melakukan keadilan atas penanganan kasus lainnya. Krisis kepercayaan dan pandangan negatif lainnya terhadap kinerja aparat pun semakin meningkat. Percayalah, orang Indonesia bisa dipisahkan melalui pilihan politik, akan tetapi dapat dipersatukan melalui video porno, terutama bagi para polisi. 

Membosankan sekali, setiap hari kita disuguhkan sebuah topik hangat di media sosial tidak jauh dari informasi yang 'sampah', apalagi masyarakat selalu menyukai hal tersebut. Mengesampingkan hal itu juga, bisa dirasakan perlakuan "cancel culture" oleh  masyarakat juga termasuk dalam bentuk ketidakadilan, sebuah akibat dari hasil penggiringan opini oleh suatu oknum. 

Kesempatan itu harganya mahal sekali, bahkan hampir tidak ada. Dari yang sudah-sudah, terutama dalam kasus viral video pornografi, semua orang pun turut angkat bicara dalam konten-konten di media sosial, terutama sang pelaku akan melakukan klarifikasi dengan berkedok agama. Pembahasan yang diangkat pun hanya itu-itu saja, contohnya podcast "Close The Door" milik Deddy Corbuzier dapat dijadikan sebagai tolak ukur kasus tersebut bisa viral. 

Dalam kasus Kebaya Merah, fokus masyarakat hanya menitikberatkan pada pencemaran nilai kemanusiaan dan moral, melainkan tidak ada yang memfokuskan pada pencemaran kebudayaan. Karena penggunaan unsur kebudayaan dalam aksi tidak senonoh-noh seharusnya pun menjadi kritik utama, selain isi dari konten videonya. Menurut saya, sebagai pengguna media sosial, melihat kasus ini sudah mencoreng nama baik dari unsur kebudayaan dengan penggunaan pakaian tradisional tersebut. 

Memperkenalkan Kebaya

Berbicara soal kebaya dan sejarahnya, eksistensinya pun sudah ada jauh sebelum zaman penjajahan Belanda. Tidak hanya di Indonesia, warisan kebudayaan ini juga menjadi pakaian yang mengakar pada nenek moyang kebudayaan Melayu, terutama di Indonesia dan Malaysia. Secara etimologis, kata kebaya berasal dari bahasa Arab, abaya, yang berarti pakaian. Di Arab, abaya biasanya berbentuk layaknya jubah. Persebaran kebaya diyakini berasal dari Cina setelah migrasi warga Cina ke Asia Tenggara. 

Di Indonesia, kebaya selalu dipadukan dengan kain dari daerah masing-masing. Di era sebelum penjajahan dan kemerdekaan, kebaya pun hanya dikenakan oleh keluarga kerajaan. Namun, setelah memasuki era penjajahan Belanda, pakaian ini pun dijadikan sebagai pakaian resmi. Dengan kata lain, penggunaan kebaya dipengaruhi oleh perubahan zaman dan politik. 

Didiet Maulana, perancang busana terkemuka di Indonesia, sempat menjelaskan bahwa model kebaya terbagi menjadi model kartini dan kutubaru. Jenis-jenis kebaya terbagi menjadi dua, yaitu kebaya pendek sepinggul dan kebaya panjang selutut. 

Mengutip dari Detik.com (23/5/2022), "Kebaya menurut modelnya secara garis besar dibagi menjadi dua, yaitu kebaya Kartini (berpotongan V, model ini sering dipakai oleh Ibu Kartini), dan kebaya kutubaru, yaitu kebaya dengan potongan bahan yang menghubungkan sisi kanan dan kiri badan," kata Didiet.  

Perkembangan kebaya dipengaruhi oleh tren fashion yang digemari oleh masyarakat. Sehingga perpaduannya pun lebih menarik perhatian masyarakat dan dibuat senyaman mungkin. Dengan demikian, kebaya yang sering kita jumpai di beberapa acara, sudah mengalami perkembangan yang sudah disesuaikan dengan kemajuan zaman. 

Fakta dalam Kasus "Kebaya Merah"

Kemajuan memberikan kebebasan untuk masyarakat sehingga mereka bisa memiliki keberanian untuk berekspresi. Mirisnya, seringkali keberanian mereka untuk berekspresi pun merusak unsur kebudayaan yang sudah dijaga demi kemajuan bangsa ini. Dari kasus ini, kita bisa melihat adanya penyimpangan dari para pelaku untuk menggunakan pakaian tradisional ini sebagai bagian dari aksi di dalam pembuatan konten tersebut. 

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline