Kuliner di kota Bandung mampu menampung gairah masyarakat untuk berwisata. Selain infrastrukturnya, kota yang dikenal sebagai "kota kembang" ini mampu menarik perhatian masyarakat dengan menjual daya tarik dari kulinernya yang beragam dan unik. Kulineran di kota ini rasanya sungguh tiada pernah habisnya.
Setiap sudut kota Bandung selalu dipenuhi dengan jajanan dan restoran yang memiliki nilai estetika dan keindahan sehingga selalu dipenuhi oleh para turis dan warga lokal. Hal ini yang tidak bisa disangkal bahwa kuliner di kota Bandung begitu membekas bagi semua orang. Tidak hanya itu saja, adanya nilai estetika dalam penyajian dan tempatnya menjadi ciri khas tersendiri.
Bagi saya, Bandung merupakan kota yang tidak pernah mati. Karena selain dikenal dengan keindahan dari infrastrukturnya, kota Bandung juga dikenal kaya akan wisata kulinernya pada malam hari. Kita bisa menikmati jajanan selagi menikmati pemandangan kota Bandung di malam hari. Hal inilah yang dinantikan oleh semua orang.
Maraknya fenomena "hidden gem" di Tiktok begitu berpengaruh pada bidang kuliner. Karena pengaruh dari estetika tempat dan penyajian produknya membuat masyarakat dapat menilai sendiri dengan istilah "hidden gem". Terkadang penilaian seperti ini rasanya tidak adil, atau penilaiannya berbanding terbalik. Karena selera masing-masing orang berbeda-beda dan terkadang penilaiannya berdasarkan keestetikan tempat, bukan dari rasa.
Keunikan fenomena ini telah mempengaruhi selera masyarakat untuk melakukan kulineran. Bahkan ketika saya mengajak kawan saya untuk kulineran, mereka bertanya kepada saya "apakah tempat yang lo saranin sudah termasuk 'hidden gem' ga?" tentu saja saya bingung mau jawab apa. Saya rasa istilah "hidden gem" memiliki fungsi yang sama dengan gatekeeper.
Uniknya, semua hal yang berhubungan dengan fenomena "hidden gem" berasal dari kota Bandung. Baik wisata kulineran hingga lainnya, kota ini memiliki begitu banyak tempat yang indah dan bagus, atau istilahnya "instagramable". Hal ini bisa menjadi daya tarik dalam strategi pemasaran dalam bidang kuliner.
Merebaknya penggunaan istilah "hidden gem" di media sosial juga mempengaruhi saya dalam melakukan wisata kuliner. Pencarian saya telah sampai pada sebuah kawasan Asia Afrika, di sekitaran alun-alun kota Bandung. Terdapat sebuah gang besar yang berisikan kuliner dari pagi hingga subuh. Gang ini dipenuhi oleh ruko dan tenda yang digunakan sebagai tempat restoran. Selain itu, disediakan juga parkiran luas untuk para pengunjung.
Perhatian saya tertuju kepada suatu tempat di sekitar gang tersebut karena ramai sekali pengunjungnya. Saya pun berlabuh pada suatu tempat yang bernama "Taka Si Murah", dimana tempat ini berjualan jajanan jepang. Namanya memang unik dan mengusung unsur jenaka, adanya kolaborasi jejepangan dan kearifan lokal atau dalam bahasa seriusnya menjadi "Tak Kasih Murah."
Restoran ini menyajikan jajanan jepang seperti takoyaki, okonomiyaki, dan sebagainya. Soal rasa pun tidak kalah dengan yang aslinya dan mereka juga tidak pelit dalam memberikan saus untuk menambah rasa. Uniknya tempat ini tidak tanggung-tanggung dalam menyajikan jajanan tersebut, mereka menyajikan dalam bentuk yang besar dan banyak. Tentunya dengan membeli seporsi jajanan tersebut, saya rasa anda akan mudah sekali kenyang.
Jika kalian bertanya berapa harga untuk seporsi? Jangan khawatir, soal harga masih terjangkau untuk kalangan mahasiswa. Untuk seporsi kisaran dari 20 ribu hingga 25 ribu, kalian bisa mendapatkan porsi yang lumayan banyak. Sangat cocok kalian yang menyukai jajanan jepang dengan harga yang terjangkau.
Saya pun sempat berkenalan dan bertanya kepada pemilik restoran tersebut. Pak Jamal merupakan pemilik dari restoran "Taka Si Murah". Beliau telah merintis usahanya sejak sepuluh tahun yang lalu dan mengawasinya setiap hari bersama karyawannya. Biasanya beliau membuka usahanya pada pukul empat sore hingga pukul dua pagi. Namun, setelah adanya kebijakan PPKM hanya bisa sampai pukul sepuluh malam.
Sambil menyalakan rokoknya, beliau bercerita soal kesehariannya dan pelanggannya. "Mayoritas yang datang ke sini campur, dari setiap daerah ada saja yang datang," ujar pemilik "Taka Si Murah" saat diwawancara.
Beliau juga bercerita bagaimana dia memperlakukan karyawannya layaknya keluarga, dimana beliau memiliki prinsip memberdayakan karyawannya tersebut menjadi "orang" atau memiliki kelebihan. "Saya merekrut mereka agar saya bisa memberdayakan kelebihan mereka, ketika mereka keluar dari sini menjadi emas," ujar pak Jamal.
Dalam menghadapi tren di media sosial, beliau tidak takut akan kehilangan pelanggan karena beliau juga mengatakan bahwa, "Orang Indonesia hakikatnya cenderung lebih emosional". Jadinya, beliau sudah menyadari akan hal itu dan siap untuk menghadapi gencaran tren dalam bidang kuliner.
Penerapan prinsipnya pun dalam restorannya cukup menghasilkan karena beliau pun memiliki cabang di sekitar tokonya. Kuncinya adalah meraih kepercayaan pelanggan dengan menyajikan kualitas yang terbaik. "Menjaga kualitas diatas kuantitas," tutur Jamal. Hal ini seringkali dilupakan oleh perintis usaha kuliner lainnya sehingga mengutamakan kuantitas yang mengakibatkan kerugian.
Beliau memiliki prinsip "jaga hati dan jaga pikiran" dalam merintis usahanya. Karena prinsip ini yang membawa beliau sampai sekarang dalam mengembangkan usahanya dan membina karyawannya.
Menurut saya tempat ini merupakan "hidden gem" di kawasan Asia Afrika karena selain anda bisa menikmati jajanan jepang dengan harga terjangkau dan anda bisa mendapatkan pelajaran hidup yang berfilosofis. Hal ini membuat perjalanan wisata kuliner saya begitu bermakna karena mendapatkan sebuah hal baru mengenai hidup dan kuliner.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H