Lihat ke Halaman Asli

Kalah atau Menang

Diperbarui: 16 Juli 2016   05:39

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Dear Yati,

Subuh pukul 4, kuantar dia ke salon. Saat aku menungguinya, kenangan memenangkan diriku atas rasa kantuk yang menggoda renungku.

Rasanya seperti baru kemarin kuantar ponakan-ponakanmu Lenti, Leni dan Kholifah ke salon karena wisuda-wisuda smp, sma dan kuliah mereka, lalu tau-tau ubanku mengingatkanku bahwa kini seharusya aku sudah pantas menyemat pin bertulis "kakek" di pundakku. Mereka memberiku 3 cucu, mungkin 4, entahlah, itulah apatisnya aku, tak pernah lagi menghubungi mereka sejak kau pergi ke taman Nya.

 

Panggilan "Kakek!", itupun kalau kau izinkan. Bukankah mereka juga anak-anakku, meski dalam porsi yang sangat kecil? Bukankah kita menghidu udara yg sama, di bawah atap yg sama selama bertahun-tahun? Anak mereka tentulah cucuku jug a.

 

Jadi jika kau memberi isyarat untuk izin itu, maka pin "Kakek" di pundakku adalah piala kemenangan, meski aku kalah telak dalam bertarung melawan waktu demi sebuah kesempatan untuk dapat menghitung ubanmu dan menghitung kenangan yang berlipat di bawah keriput kulit kita.

 

Dear Yati,

Salonnya kini sudah selesai, dia tampak lebih dewasa bersama hati yang lebih kuat dari hatiku. Aku menatapnya hikmah bagaikan hujan berkah tak berujung. Lalu seperti saat ke salon bersama kakak-kakaknya, kukira inipun akan segera berlalu, tanpa terasa, tau-tau nanti dalam sekejap aku sudah menimang cucu sebagai pialaku, meski aku selalu kalah pada rasa rinduku padamu. 

 

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline