Lihat ke Halaman Asli

Ivanka Syifa

mahasiswa

Kasus Penculikan dan Pembunuhan Anak di Lakban dan di Buang di Pantai Muhara Lebak Cilegon

Diperbarui: 25 September 2024   14:47

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Nama: Ivanka Syifa Zettira

NIM: 222111071 

Kelas: HES 5B 

1. Analisis Kasus  Penculikan dan Pembunuhan Anak di Lakban dan di Buang di Pantai Muhara Lebak Cilegon Dengan Pandangan Hukum Positivisme 

Dalam kasus penculikan dan pembunuhan ini, beberapa undang-undang yang berlaku di Indonesia dapat digunakan untuk mengadili pelaku:

Menurut Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP): 

  • Pasal 328 KUHP tentang Penculikan: Pasal ini menyatakan bahwa barang siapa dengan sengaja menculik seseorang dari tempatnya dan membawanya secara paksa ke tempat lain dapat dikenakan pidana penjara paling lama 12 tahun.
  • Pasal 340 KUHP tentang Pembunuhan Berencana: Jika terbukti bahwa pembunuhan dilakukan dengan perencanaan, pelaku dapat dikenakan hukuman pidana mati atau penjara seumur hidup, atau penjara paling lama 20 tahun. Pasal ini relevan jika tindakan pembunuhan terhadap korban dipersiapkan dan direncanakan sebelumnya.
  • Pasal 338 KUHP tentang Pembunuhan: Pasal ini mengatur bahwa seseorang yang dengan sengaja menghilangkan nyawa orang lain tanpa perencanaan khusus dapat dipidana penjara paling lama 15 tahun.

Menurut Undang-Undang Perlindungan Anak (UU No. 35 Tahun 2014):

  • Pasal 76F: Setiap orang dilarang menempatkan, membiarkan, melakukan, menyuruh melakukan, atau turut serta melakukan kekerasan terhadap anak. Pelanggaran terhadap pasal ini termasuk penculikan dan pembunuhan terhadap anak.
  • Pasal 80 UU Perlindungan Anak: Orang yang melakukan kekerasan terhadap anak hingga mengakibatkan kematian dapat dikenakan hukuman pidana maksimal 15 tahun penjara dan denda maksimal Rp 3 miliar.

Polisi akan menyelidiki kasus ini berdasarkan fakta-fakta yang ada, dan jaksa penuntut umum akan mengajukan dakwaan berdasarkan pasal-pasal yang relevan. Dalam sidang, hakim akan menentukan hukuman berdasarkan bukti dan aturan hukum yang tertulis, tanpa mempertimbangkan aspek moralitas atau keadaan sosial pelaku atau korban.

Jika terbukti bersalah, pelaku akan dijatuhi hukuman sesuai dengan ketentuan dalam KUHP dan UU Perlindungan Anak, yang menekankan pada penghukuman sesuai aturan tertulis. Dalam kasus pembunuhan berencana, ancaman hukuman mati atau penjara seumur hidup sangat mungkin diterapkan.

2.  Mazhab positivisme hukum adalah salah satu aliran utama dalam filsafat hukum yang memandang hukum sebagai seperangkat aturan yang dibuat dan ditegakkan oleh otoritas berwenang (biasanya negara), yang harus diikuti tanpa memerlukan penilaian moral atau etika. Aliran ini berfokus pada apa hukum itu, bukan apa hukum seharusnya. Dalam pendekatan ini, hukum dianggap valid jika dikeluarkan oleh otoritas sah, terlepas dari apakah hukum tersebut adil, bermoral, atau tidak. 

3. Positivisme hukum memainkan peran yang penting dalam sistem hukum Indonesia karena memberikan kepastian dan stabilitas dalam penegakan hukum melalui aturan yang tertulis. Sistem hukum Indonesia, yang berbasis pada undang-undang, sangat sesuai dengan pandangan positivisme, di mana hukum dianggap sebagai produk dari otoritas yang sah dan wajib diikuti tanpa mempertimbangkan moralitas eksternal.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline