Begitu banyak pesan-pesan yang menakutkan dan mencemaskan kita akhir-akhir ini. Bukan hanya di Indonesia, tapi di seluruh dunia. Semua media dipenuhi dengan berita yang sama, tentang perjuangan untuk mengatasi virus covid-19. Saat ini, setiap kali pemerintah mengumumkan penambahan jumlah kasus corona, kadar ketakutan kita semakin bertambah, terlebih jika yang diumumkan adalah jumlah pasien yang meninggal. Ini akan membuat ketakutan kita semakin memuncak.
Virus covid-19 ini berhasil menyentuh ketakutan terbesar manusia, yakni kematian. Tetapi di saat yang sama, virus ini menjadi pengingat bahwa kita bisa mati kapan saja, dengan cara apa saja. Tidak harus karena virus covid-19. Ada banyak penyakit yang lebih mematikan dibanding virus ini.
Namun, dengan adanya virus ini, saya pikir waktunya bagi kita untuk lebih serius membicarakan soal kematian. Kira-kira, kalau hari ini anda mati, apakah anda siap atau tidak? Kalau hari ini anda mati, apakah anda percaya bahwa anda masuk surga atau tidak? Pertanyaan-pertanyaan umum yang sering kita dengar sebagai orang Kristen, tapi dalam waktu ini, mari kita merenungkannya secara lebih dalam.
Saya ingin bercerita sedikit tentang pengalaman saya.
Sebulan yang lalu, sebelum papa saya meninggal, ia sudah berjuang kurang lebih 2 tahun di dalam sakitnya. Banyak jalan dan cara ditempuh untuk mengobati beliau, tetapi pada akhirnya ia harus kembali kepada Pencipta. Tentu saja ini hal yang tidak mudah buat saya. Sungguh, saya tidak bisa menyembunyikan kesedihan saya. Saya melihat beliau menghembuskan nafas terakhirnya dari layar hape. Waktu itu saya tidak bisa menahan air mata. Sepanjang hari, saya hanya bisa menangis.
Tetapi, ada satu hal yang meneguhkan, menguatkan serta membuat saya mampu melewati masa duka itu, yaitu keyakinan bahwa dia sudah tenang bersama Yesus.
Saya ingat sekali, sebelum beliau meninggal, perkataan Yesus ini saya ucapkan berulang kali kepada beliau, "Akulah kebangkitan dan hidup; barangsiapa percaya kepada-Ku, ia akan hidup walaupun ia sudah mati (Yoh. 11:25)". Waktu itu, saya mendoakan dan menguatkan papa, agar beliau jangan takut pada kematian, karena kematian tidak akan memisahkan papa dari kasih Yesus. Ini keyakinan saya. Tak ada sumber kehidupan selain Yesus Kristus.
Di tengah wabah virus covid-19 ini, sebagai seorang percaya, kita harusnya punya keyakinan yang sama, "Jangan takut mati!" Kalau memang kita harus mati karena virus, ya jangan takut!
Saya memuji orang-orang yang pernah berkata kepada saya, "kalau memang karena virus ini, saya harus mati, maka saya tidak akan takut." Saya memuji mereka, asalkan pernyataan itu didasari dengan sebuah keyakinan bahwa rasa tidak takut itu karena iman yang sungguh percaya hanya kepada Yesus Kristus, bukan kesembronoan. Namun, meskipun kita tidak takut pada kematian, bukan berarti kita bertindak bodoh dan bersikap tidak bijaksana.
Ilustrasinya, jika anda sedang berjalan di sebuah jalan yang ada rel keretanya. Lalu, dari jauh, sudah ada tanda untuk berhenti karena kereta akan segera lewat, penjaga sudah melambaikan tangan tanda berhenti, dan palang pintu sudah melintang di depan anda. Namun, anda tetap menerobosnya. Ini namanya bodoh. Sebagai orang beriman, jangan mengabaikan tanda-tanda semacam itu.
Di tengah mewabahnya virus covid-19 sekarang ini, sudah banyak himbauan dari pihak-pihak berotoritas, berupa larangan dan ajakan untuk menekan penyebaran virus dan dengan melakukannya kita sudah menyelamatkan diri kita sendiri dan juga orang lain. Himbauan dari presiden RI,