Lihat ke Halaman Asli

Pendidikan Seks untuk Seks Bebas? Coba Pertimbangkan Lagi...

Diperbarui: 23 Juni 2015   22:22

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

14004688742004708087

Jakarta – Sexual Transmitted Disease (STD) alias Penyakit Menular Seksual dan HIV, adalah bahaya laten yang selalu mengancam seluruh lapisan masyarakat, mulai dari kaum muda, sampai ibu rumah tangga. Topik-topik pelajaran, diskusi maupun penyuluhan mengenai pencegahan STD dan HIV seringkali dianggap sebagai usaha untuk melegalkan atau bahkan mempromosikan perilaku seks bebas. Sikap dan paradigma seperti ini menjadikan jumlah penderita STD dan HIV di Indonesia menjadi seperti fenomena gunung es yang mengerikan. Begitu banyak mitos seputar STD dan HIV yang beredar di masyarakat yang bahkan membuat penyebaran penyakit ini semakin marak.

Mencegah penularan dan penyebaran STD dan HIV harus dimulai dari pengenalan akan STD dan HIV sedini mungkin. Dengan mengenal maka kewaspadaan akan timbul. Pertanyaannya adalah kapan pengenalan tersebut diberikan? Kepada siapa diberikan? Siapa yang memberikan topik tersebut agar efektif?

Memberikan pengenalan akan STD dan HIV harus diberikan sebelum seseorang memulai kehidupan seksualnya yang beresiko. Saat paling tepat adalah saat memasuki masa pubertas yaitu SMP dan SMA.

1400468908839078900

Sudah terbukti bahwa di daerah dan kawasan sub-urban, perilaku seks bebas adalah sebuah trend di kalangan anak remaja dan sekolahan. Meskipun di daerah dan kawasan sub-urban adalah kantung-kantung religius dengan nilai budaya lokal dan kearifan lokal yang kuat, namun perilaku seks bebas di kalangan remaja tetap tidak terbendung. Mencegah penularan STD dan HIV harus dimulai dari generasi muda dengan memberikan pengenalan akan STD dan HIV itu sendiri baik di rumah, dan terutama sekolah. Memberikan informasi dan pengenalan akan STD dan HIV bukan berarti memberikan lampu hijau bagi mereka untuk melakukan seks bebas.

Data di Amerika Serikat 2013 menunjukkan, bahwa justru pada anak remajalah terjadi penularan STD terbesar dan penularan STD merupakan pintu masuk dari penularan HIV. Itulah sebabnya, pencegahan dari penularan STD harus dimulai dari anak remaja di sekolah.

Pengenalan STD dan HIV dimulai bukan hanya dengan mempromosikan penggunaan kondom, tetapi juga topik-topik pencegahan lainnya. Seperti contohnya adalah menunda saat berhubungan intim, tidak berganti-ganti pasangan, tidak meningkatkan frekuensi hubungan badan, dan terakhir adalah penggunaan kondom serta alat kontrasepsi. Topik tambahan yang perlu juga adalah, kapan seorang remaja harus meminta pertolongan atau berobat bila sudah terinfeksi STD, apa gejalanya, dan mendorong remaja untuk berkomunikasi secara terbuka dengan orang tua dan dokternya.

14004689541142029190

Siapa yang harus memberikan topik-topik tersebut? Topik tersebut harus diberikan oleh instruktur terlatih dan berkompeten terhadap bidangnya. Bukan oleh Guru atau Kepala Sekolah saja. Bahkan tidak semua dokter dapat memberikan topik ini. Hal ini penting karena materi bukan saja melulu berhubungan dengan teknis medis dan klinis mengenai STD dan HIV, tetapi juga harus dibawakan sesuai dengan kondisi peserta saat itu, baik dari sisi umur maupun kultural. Sebagai tempat berkumpul dengan teman dan “kekasih/pacar”, maka sekolah merupakan tempat yang ideal untuk memulai topik pembicaraan mengenai seks, STD dan HIV. Setelah program tersebut, maka orang tua dan pihak sekolah serta organisasi sekolah seperti OSIS harus dilibatkan untuk melakukan update dan refreshing ilmu mengenai topik ini. Tujuannya adalah agar topik tersebutidak dilupakan dan dapat terus diimplementasikan dalam kehidupan sehari-hari.

14004689801558399219

Dengan memperkenalkan STD dan HIV sejak dini, maka diharapkan angka penyebaran dan penularan STD dan HIV dikalangan remaja dapat diturunkan.

Semoga bermanfaat....

(Gambar-gambar diambil dari : www.cdc.gov/healthyyouth)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline