Lihat ke Halaman Asli

Cacat Genetik Pada Bayi, Faktor Resiko dan Deteksi Dini

Diperbarui: 4 April 2017   18:19

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

14219558461641077264

[caption id="attachment_392686" align="aligncenter" width="480" caption="Ilustrasi/Shutterstock-Kompas.com"][/caption]

Dear Bunda dan Bumil,dan para Suami sekalian,

Saya mau sharing topik CACAT GENETIK yang jarang dibahas karena masih sedikit orang Indonesia yang paham dengan masalah genetik. Padahal bila didiagnosis dini, maka pasutri dapat melakukan persiapan mental dan finansial dalam menghadapi persalinan dan tumbuh kembang sang Buah Hati.

[caption id="attachment_392688" align="aligncenter" width="411" caption="Cacat genetik pada bayi dapat terjadi pada pasutri dengan faktor resiko tertentu. (Gambar diambil dari http://www.icare4autism.org/wp-content/uploads/2012/12/gene-mutation1.jpg)"]

14219559211252671363

[/caption]

Cacat genetik adalah ketidaksempurnaan dalam susunan Gen pada bayi. Gen merupakan protein yang diwariskan oleh orang tua kepada bayinya. Apa fungsi dari gen? Gen selain membawa sifat2 fisik dari ortu seperti warna kulit/rambut/mata, tinggi badan, bentuk hidung, tetapi juga berfungsi untuk mengatur metabolisme, fungsi tubuh hingga intelektual.

Kecacatan pada gen dapat menimbulkan perubahan pada bayi, baik perubahan bentuk fisik (baik bentuk badan maupun jenis kelamin) menjadi abnormal, perubahan fungsi dan metabolisme tubuh hingga gangguan intelektual pada bayi.

Cacat genetik pada bayi diturunkan oleh orang tua dan beberapa calon orang tua memiliki resiko tinggi untuk menurunkan cacat genetik pada bayi.

Berikut adalah faktor resiko orang tua yang dapat meningkatkan resiko cacat genetik pada bayi :
1. Usia pasutri
Usia diatas 35 tahun diketahui meningkatkan resiko terjadinya cacat genetik pada bayinya. Hal ini disebabkan penurunan kualitas indung telur dan sperma saat usia semakin lanjut
2. Obesitas
Obesitas pada pria dapat menurunkan kualitas sperma, sedangkan pada wanita akan menurunkan kualitas sel telur. Kedua faktor ini dapat meningkatkan resiko cacat genetik pada bayi.
3. Rokok
Sudah jelas bahwa kandungan berbahaya dalam asap rokok akan mempengaruhi kehamilan dan janin. Hal ini berlaku baik pada perokok aktif, maupun perokok pasif.
4. Riwayat cacat genetik pada kehamilan sebelumnya
Pasutri dengan riwayat memiliki kehamilan sebelumnya dengan bayi yang mengalami cacat genetik, maka akan beresiko untuk mengalami cacat genetik berulang di kehamilan berikutnya.
5. Riwayat cacat genetik pada keluarga
Demikian juga faktor keluarga, bila ada yang mengalami cacat genetik, maka akan terjadi peningkatan resiko cacat genetik.
6. Paparan terhadap obat-obatan selama kehamilan
Obat-obatan tertentu dapat meningkatkan resiko cacat pada bayi, baik cacat fisik maupun cacat genetik, hal ini berlaku terutama pada kehamilan dibawah 8minggu dimana kehamilan masih dalam tahap organogenesis atau pembentukkan organ.
7. Diabetes dalam kehamilan
Diketahui pada bumil dengan diabetes, maka terjadi peningkatan resiko cacat pada bayi, baik cacat genetik maupun cacat fisik.
8. Abortus berulang / keguguran berulang
Salah satu penyebab keguguran adalah cacat genetik pada bayi, oleh karena itu bila pasutri mengalami keguguran berulang, sebaiknya dilakukan pemeriksaan terhadap kemungkinan cacat genetik.

[caption id="attachment_392689" align="aligncenter" width="380" caption="Salah satu bentuk cacat genetik yang sering ditemukan adalah Down Syndrome (Gambar diambil dari : http://www.netterimages.com/images/vpv/000/000/010/10716-0550�0475.jpg)"]

14219559941825526816

[/caption]

Contoh-contoh cacat genetik yang sering didengar adalah Down Syndromeseringkali dahulu lebih dikenal dengan istilah keterbelakangan mental, meskipun pemeriksaan USG pada kehamilan 11-14 minggu dapat memprediksi kelainan ini, Namun hasilnya tidak akurat. Bahkan bila digabung dengan pemeriksaan laboratorium (quad marker), maka akurasinya dalam mendiagnosis Down syndromeakan berkisar 75-80%. Pemeriksaan lab ini baru dapat dilakukan pada kehamilan 15-20minggu.

Contoh lainnya adalah kelainan kromosom seks. Seringkali dalam pemeriksaan USG, jenis kelamin bayi sudah dapat dilihat mulai dari umur kehamilan 12 minggu. Tetapi penampakkan fisik jenis kelamin bayi kadang tidak sesuai dengan kromosom seksnya. Pada kelainan kromosom seks, kadang bayi dengan kelamin perempuan ternyata memiliki kromosom seks laki-laki. Kelainan ini disebut dengan ambiguitas seks kongenital atau Disorder of Sex Development (DSD). Hal ini yang sering dikenal dalam masyarakat sebagai hermafrodit.

Contoh lainnya kelainan genetik adalah Edward Syndrome, Patau Syndrome, Turner Syndrome, dll. Tidak mungkin saya bahas satu-satu disini….

[caption id="attachment_392690" align="aligncenter" width="366" caption="Edward syndrome salahs atu bentuk cacat genetik yang beresiko fatal pada bayi (Gambar)"]

14219560531719244529

[/caption]

Bagaimana mencari tahu kalau bayi anda mengalami cacat genetik atau tidak?Secara sederhana berarti sebagian dari jaringan bayi harus diperiksa DNAnya. Darimana diperoleh DNA bayi? Disinilah kesulitannya, proses ini dapat dilakukan melalui 2 cara, yaitu amniosentesis atau chorionic villous sampling (CVS). Secara awam saya jelaskan bahwa, amniosentesis berarti mengambil contoh cairan ketuban, sedangkan CVS adalah mengambil contoh jaringan plasenta.

Kedua tindakan tersebut tidak nyaman untuk ibunya karena harus menusuk perut bumil dengan jarum untuk mengambil sampel air ketuban atau jaringan plasenta. Bukan hanya itu saja, tindakan ini juga memberikan resiko pada bayi seperti janin tertusuk, perdarahan hingga kematian bayi dalam kandungan (keguguran). Oleh karena itu tindakan ini jarang dilakukan dan hanya dilakukan bila melalui pemeriksaan USG ditemukan kelainan.

Adakah cara lain yang lebih aman?

Tentu ada, saat ini di Indonesia sudah bisa dilakukan pemeriksaan cacat genetik pada bayi melalui darah ibu. Pemeriksaanya sangat sederhana, yaitu tanpa perlu puasa, bumil cukup datang untuk diambil darah dan…selesai! Hasilnya juga bisa ditunggu dalam waktu 10 hari saja.

Pemeriksaan ini sangat aman untuk bayi karena tidak mengganggu bayi samasekali karena hanya darah ibu yang diambil dan dapat dilakukan sejak dini, yaitu mulai kehamilan 9 minggu. Lebih dini daripana amniosentesis dan CVS.

Pemeriksaan ini dinamakan Non-invasive Prenatal Test (NIPT), dan tingkat akurasinya dapat mencapai 99,9% dalam mendeteksi cacat genetik

[caption id="attachment_392692" align="aligncenter" width="350" caption="Pemeriksaan NIPT dengan mengambil darah ibu yang telah mengandung DNA bayi yang dikandung. Gambar"]

1421956098470830356

[/caption]

Memang pemeriksaan ini belum dikenal luas dan ditemukan secara terbatas, namun dampaknya sangat besar pada pasutri dengan riwayat kehamilan dengan cacat genetik untuk mempersiapkan persalinan dan sumber daya bila buah hatinya memerlukan pertolongan khusus.

Mudah-mudahan bacaan berat dari saya ini dapat membantu dan bermanfaat bagi bunda, bumil, dan pasutri sekalian. Tujuannya bukan untuk menakut-nakuti dan bikin parno..hehe, melainkan untuk membuka wawasan dan pengetahuan kita semua akan perkembangan dunia medis paling mutakhir yang dapat membantu banyak pasutri.

Semoga bermanfaat……

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline