Liberalisasi perdagangan dunia membuat kerja sama perdagangan antar negara/kawasan menjadi sebuah kebutuhan untuk memperlancar proses kegiatan perdagangan. Hal tersebut juga dilakukan pemerintah Indonesia untuk mengikuti arus perdagangan bebas. Kerja sama perdagangan banyak dilakukan Indonesia baik yang bersifat bilateral, regional, multilateral maupun internasional. Salah satu kerja sama perdagangan yang akan dilakukan Indonesia adalah Perjanjian Kemitraan Ekonomi Komprehensif dengan Australia (Indonesia Australia - Comprehensive Economic Partnership Agreement/ IA-CEPA). IA-CEPA merupakan kerja sama turunan dari ASEAN – Australia – New Zealand FTA yang bertujuan untuk mencapai pertumbuhan ekonomi secara berkelanjutan dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat di kedua negara (Kementerian Keuangan, 2012). Melalui kerangka kerja sama ini, diharapkan dapat memberikan manfaat timbal balik dalam hal aksesibilitas perdagangan, baik untuk Indonesia maupun Australia.
Neraca perdagangan Indonesia dan Australia menunjukkan bahwa Indonesia masih cenderung sebagai importir, namun pada bidang manufaktur, Indonesia lebih cenderung sebagai eksportir. Keunggulan yang dimiliki Indonesia sampai saat ini menunjukkan bahwa Indonesia masih didominasi ekspor minyak dan gas bumi. Keputusan dan perundingan IA-CEPA selayaknya memperhatikan neraca perdagangan sebagai output dari kerja sama perdagangan yang sudah dijalankan selama ini. Berdasarkan serangkaian kerja sama FTA yang diikuti oleh Pemerintah Indonesia selama ini, secara umum cenderung terjadi defisit nilai perdagangan bagi Indonesia, meskipun juga terdapat beberapa kerja sama FTA yang mengalami surplus nilai perdaganganya. Hal ini terefleksi pada kinerja perdagangan antara Indonesia dengan beberapa negara mitra dagang.
Dalam draf perjanjian IA-CEPA Chapter 10 tentang Technical Barriers to Trade dibahas mengenai standar, regulasi teknis dan prosedur penilaian kesesuaian. Hal ini mengindikasikan bahwa standardisasi tidak dapat dipisahkan dalam perdagangan. Perkembangan standardisasi saat ini disebabkan karena standar menjadi masalah yang sangat memengaruhi dalam berbagai kebijakan publik maupun kepentingan publik. Standardisasi menjadi permasalahan dalam rezim kebijakan publik dalam sektor industri ditingkat tertentu. Permasalahan standar selalu dikaitkan dengan internasionalisasi produk dan hubungan perdagangan. Standar sangat berhubungan dengan kepentingan konsumen, kesehatan dan keamanan, perlindungan lingkungan dan manajemen. Standardisasi dan sertifikasi menjadi sangat penting untuk mengurangi kesenjangan dalam interprestasi terhadap kualitas dan representasi terhadap kualitas dari barang yang diperdagangkan.
Dengan standardisasi yang tidak bisa dilepaskan dengan perdagangan antar negara, maka perlu dibahas dalam rencana kerja sama IACEPA mengenai kesepakatan standar yang akan diterapkan atas suatu barang dan jasa antara kedua negara. Hal ini mengingat perbedaan standar antara Indonesia (SNI) dan standar di Australia (SA). Aspek penilaian kesesuaian (conformity assessment) juga menjadi aspek yang perlu diperhatikan, yaitu mengenai saling pengakuan dan keberterimaan atas hasil pengujian dan sertifikasi suatu produk dan jasa. Regulasi teknis berbasis standar juga menjadi aspek yang penting, karena regulasi bersifat wajib dan mengikat dalam perdagangan di suatu negara. Regulasi teknis berbasis standar yang diterapkan oleh Indonesia dan Australia perlu dibahas dalam kerangka IA-CEPA, agar tidak menjadi hambatan dalam perdagangan setelah perundingan IA-CEPA. Hal ini dimungkinkan adanya harmonisasi standar atau persetujuan antara Indonesia dan Australia mengenai pemberlakuan suatu standar dalam regulasi teknis.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H