Lihat ke Halaman Asli

Muhammad Ivan

PNS di Kemenko PMK

Menjadi Konsumen Cerdas di Era Digital

Diperbarui: 15 April 2018   01:33

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Indonesia adalah pasar potensial bagi produk asing. Dengan jumlah penduduk 262 juta (BKKBN, 2017), Indonesia memiliki aset yang terus memberi nafas ekonomi produk dalam negeri untuk terus hidup dan eksis.

Tantangan kini, di era digital, fenomena disrupsi yang telah mengubah bagaimana kita belajar, berinteraksi dan bekerja  dalam ruang maya, pada akhirnya membawa kita pada tatanan sosial budaya yang berbeda dari generasi sebelumnya, memberi alarm bahwa ada mindset yang harus diubah dan berpikiran jauh ke depan.

Sesuatu produk yang prospektus, bagi pengusaha memang membutuhkan waktu untuk dikenali. Namun jika dipahami dengan penuh objektifitas, maka konsumen adalah orang yang mengontrol dan memastikan kualitas produk terjaga.

Literasi produk bukan lagi sebuah kompetensi belaka, melainkan sebuah sikap bagaimana menempatkan diri untuk menghindari hal-hal yang jahat dan merugikan orang lain. Kita harus sadari bahwa menjadi konsumen cerdas butuh waktu dan jam terbang yang cukup. Saat kita berinteraksi dengan google, facebook, twitter, dan jejaring sosial lainnya, sebenarnya kita sedang menjadi konsumen dari keberadaan jejaring sosial tersebut.

Faktanya, berdasarkan Jumlah pengguna Facebook pada Maret 2016 hanya 82 juta pengguna per bulannya, sekarang 115 juta pengguna per bulannya dan jumlah pemakai Instagram di Indonesia yang mencapai 45 juta per bulan dan ini merupakan yang terbesar di Asia Pasifik (country director facebook Indonesia).

Menjadi konsumen cerdas bukan lagi sekadar membeli barang yang kelihatan, namun yang tidak kelihatan (belanja online) tentu membutuhkan keyakinan dan kepercayaan dari pelaku penjualan. 

Generasi Millennial memiliki daya beli lebih dari USD 200 miliar per tahun mulai tahun 2017, atau sekitar sepertiga dari total global, dan USD 1o triliun dalam masa hidup generasi ini. 

Konsumen cerdas Gen Z

Dimulai dari anak masuk SD. Disinilah, peran afeksi masih sangat berpengaruh dalam menajamkan sisi empati siswa dal;am melihat perkembangan zaman, yang kadang tak sesuai dengan harapan.

Sebagaimana disebutkan Pasi Sahlberg, bahwa 6 tahun pertama (sekolah dasar) dalam dunia pendidikan adalah bukan sukses di bidang akademik. Menurutnya, yang paling penting, yakni siap belajar dan menemukan passion. Sebagaimana membaca, prosesnya tergantung bukan pada kemampuan membaca teks, namun bagaimana memahami konteksnya dan ide antar kalimat, paragraf, hingga mampu menemukan simpulan.

Perubahan sosial budaya yang begitu cepat dalam teknologi memberi aksesibilitas informasi yang lebih baik terkhusus mereka yang lahir di zaman millenial. Mereka dikenal dengan native digital (Marc Prensky [2001a, 2001b]) atau generasi net, yang lahir setelah tahun 1990, yang baru saja masuk universitas dan dunia kerja yang akan mentransformasi dunia yang kita kenal ini, termasuk dunia pendidikan.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline