Pilkada 2024 akan dilakukan serentak pada tanggal 27 November 2024, komisi pemilihan umum (KPU) RI telah mengidentifikasi terdapat 37 daerah di Indonesia yang hanya memiliki pasangan calon tunggal. Jika dalam Pilkada biasanya terdapat dua atau lebih pasangan calon, namun pada Pilkada tahun ini banyak daerah yang hanya memiliki pasangan calon tunggal. Pasangan calon tunggal berarti dalam pemilihan tersebut, hanya ada satu pasangan calon yang mencalonkan diri sebagai Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, dan Wali Kota dan Wakil Wali Kota.
Sehingga pemerintah menyiapkan sebuah kotak kosong pada surat suara sebagai lawan pasangan calon tunggal pada proses pemungutan suara di setiap daerah. Jika setuju dengan pasangan calon tunggal, maka akan mencoblos gambar paslon, tapi jika tidak setuju, berarti memilih kotak kosong berwarna putih.
Dengan adanya kotak kosong pemerintah tetap berusaha untuk melakukan proses pemungutan suara secara adil dan transparansi. Sistem hukum yang adil dan transparan tidak hanya mencakup peraturan yang tepat, tetapi juga bagaimana hukum itu diterapkan. Ketidakadilan dalam penerapan hukum dapat mengikis kepercayaan masyarakat terhadap sistem hukum, yang pada akhirnya mempengaruhi stabilitas sosial. Oleh karena itu, upaya untuk memperkuat keadilan di Indonesia harus dimulai dari reformasi hukum yang melibatkan partisipasi publik, pemantauan terhadap implementasi hukum, dan pendidikan hukum bagi masyarakat. Dengan melibatkan masyarakat dalam proses hukum, keadilan dapat tercapai dan hak-hak setiap warga negara dapat terjamin. meskipun ada beberapa hal yang bertentangan dengan sistem demokrasi di Indonesia karena tidak kompetitif, namun tidak menutup kemungkinan untuk tetap melakukan proses pemungutan suara secara adil dan transparansi walaupun hanya ada satu kandidat yang maju dalam beberapa daerah untuk mencalonkan diri sebagai kepala daerah.
Mengapa fenomena pasangan calon tunggal bisa terjadi?
Fenomena calon tunggal dalam Pilkada 2024 disebabkan oleh beberapa faktor, salah satunya yaitu adanya dominasi partai besar yang menyulitkan partai kecil dan calon independen untuk bersaing. Padahal Mahkamah Konstitusi telah membuat keputusan yang memperlonggar ambang batas pencalonan namun hal tersebut tidak berhasil mencegah munculnya calon tunggal, karena partai lebih memilih berkoalisi dengan kekuatan politik besar. Situasi ini dianggap sebagai kemunduran demokrasi, mengurangi pilihan bagi pemilih.
Apa yang akan terjadi jika pemungutan suara dimenangkan oleh kotak kosong?
Mengarah pada Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pilkada, pasangan calon tunggal bisa dinyatakan menang jika memperoleh suara sah lebih dari 50%. Apabila tidak tercapai, maka pemungutan suara akan dimenangkan oleh kotak kosong. Jika kotak kosong yang menang maka daerah tersebut akan dipimpin oleh pejabat sementara. Selama ini, baru satu kali terjadi fenomena tersebut di salah satu daerah yang pemungutan suaranya dimenangkan oleh kotak kosong, yakni saat pemilihan wali kota Makassar pada 2018. Pada saat itu, pasangan calon Munafri Arifuddin dan Andi Rachmatika Dewi gagal menang setelah pasangan calon lainnya didiskualifikasi oleh Mahkamah Agung. Posisi wali kota Makassar kemudian diisi oleh penjabat sementara sampai pemilihan ulang digelar pada 2020.
Bagaimana pengaruh kotak kosong bagi sistem demokrasi di Indonesia?
Demokrasi sendiri tercermin dalam aspek kompetisi, partisipasi, serta kebebasan masyarakat dalam menentukan pilihan dalam suatu proses pemilihan calon pemimpin. Namun kotak kosong membawa dampak yang kurang baik bagi sistem demokrasi di Indonesia karena dengan adanya kotak kosong menjadikan masyarakat tidak bisa membandingkan dan memahami/mengkritisi visi dan misi calon yg sudah ada jika pada daerah tersebut hanya memiliki pasangan calon tunggal sehingga masyarakat tidak dapat memilih calon pemimpin daerah yang ideal. Dengan adanya kotak kosong dapat memperlihatkan bahwa politikus hanya memikirkan hal-hal yang memudahkan sebagian pihak untuk mendapatkan suara terbanyak dalam pilkada tanpa memikirkan sistem demokrasi di Indonesia. Masyarakat berharap kegiatan Pilkada dapat membuka peluanguntuk memunculkan pemimpin yang berkualitas di setiap daerah, namun seiring dengan berjalannya waktu hal tersebut mulai berubah menjadi permainan kekuasaan dengan mengabaikan prinsip-prinsip etik dan moral demi mencapai tujuan kemenangan. Hal tersebut membuat masyarakat enggan dan malas untuk ikut berpartisipasi dalam menggunakan hak pilihnya karena terbatasnya pilihan pasangan calon.
Semakin rendah tingkat partisipasi mengindikasikan legitimasi pemimpin yang terpilih juga rendah, sehingga membuat masyarakat akan cenderung tidak peduli dengan kebijakan-kebijakan yang dikeluarkan oleh pemerintah daerah sia-sia, karena calon yang menang sudah ditentukan dengan proses yang 'dimanipulasi', dengan kondisi ini ketika legitimasi pemerintah terpilih rendah, masyarakat akan cenderung tidak peduli dengan kebijakan-kebijakan yang dikeluarkan oleh pemerintahan, keterlibatan masyarakat menjadi rendah dalam mengontrol jalannya pemerintahan, ini akan melahirkan pemimpin yang otoriter dan tanpa kontrol di daerah.
Namun kotak kosong juga membawa dampak positif dalam beberapa aspek, dengan adanya kotak kosong masyarakat dapat menunjukkan ketidakpuasan masyarakat terhadap calon yang ada, menegaskan hak untuk menolak kandidat yang dianggap tidak layak, membuat dorongan untuk partai politik agar lebih selektif dalam mencalonkan kandidat, serta meningkatkan kompetisi dan kualitas pemimpin daerah dan kotak kosong dapat menjadi alat protes terhadap dominasi politik tertentu, mengurangi risiko penyalahgunaan kekuasaan oleh kelompok elit.